Karena setiap kisah pasti ada awal, walaupun tak semua kisah harus berakhir (bahagia).

Semua berawal, dari sebuah foto yang saya jadikan Display picture Blackberry Messenger. Foto saya bersama seorang sosialita Surabaya, dan seorang misterius yang mengenakan kostum mirip Robocop sedang diet karbohidrat. Di foto itu saya memegang sebuah papan bertuliskan: “Travel Package to Singapore”.

IMG-20121121-01783

Congratulation, you have won travel package to Singapore!

Setelah melihat Display Picture terbaru saya, Mama sontak mengirimkan pesan melalui Blackberry Messenger, dan menanyakan:

“Foto apa itu?”

“Foto semalam, Mah.”

“Iya tahu, maksudnya acara apa?”

“Acaranya Singasik, Mah.”

“Singasik?”

***

Semua berawal, dari sebuah telepon yang masuk kemarin, sebuah telepon dari Fara, yang tumben menelepon saya di siang hari yang panas itu.

“Ntar malem, ada acara gak lu?”

“Belum ada sih, tapi kayaknya udah ada janji ketemu sama temen.”

“Udah batalin, dan ikut gue aja.”

“Ke mana?”

“Acaranya Singasik.”

“Wah, gue kan gak diundang.”

“Ya makanya temenin gue, ada undangan buat dua orang nih.”

“Ta..tapi? Gue juga ada janji sama temen gue yang sosialita.”

“Di sana ada makan gratis!”

“OKE!”

Kemudian berangkatlah saya ke Hard Rock Cafe malam itu, berjanji setia selama semalam dengan Fara untuk menemaninya, setelah terlebih dahulu memberi kabar ke teman saya untuk menunda pertemuan menjadi selepas acara Singasik. Singasik sendiri, adalah nama beken dari perwakilan Singapore Tourism Board di Indonesia. Pada event tersebut, mereka me-launch program-program dan wahana terbaru yang berada di Singapura, mengundi kuis berhadiah yang telah diadakan sebelumnya, dan yang paling seru: memberikan kuis dengan hadiah jalan-jalan gratis ke Singapura selama 3 hari 2 malam, untuk tamu undangan yang hadir termasuk saya.

Kemudian, sayalah yang memenangkan hadiahnya.

Lucky me. Saya laki.

***

“Iya Singasik Mah.” Saya menjelaskan kepada Mama. “Yang dulu pernah kasih gratisan ke Singapore juga gara-gara aku menang kuis.”

“Oh, yang itu.”

“Terus itu, menang lagi?”

Nasihat orang tua mengatakan, jangan bohong kepada orang tua, nanti kualat.

“Iya Mah.”

“Terus, mau ke sana sama siapa?”

Curang, nasihat sendiri tapi untuk kepentingan sendiri.

“Umm, anu.. penginnya sih sendirian Ma.”

“ITU KAN TULISANNYA UNTUK DUA ORANG!”

Dasar ibu-ibu, kalau yang gratisan aja cepat tanggap.

“POKOKNYA MAMA MAU IKUT!”

Dan punahlah sudah kesempatan saya untuk berlibur ke Singapura bersama Agnes Monica atau Nia Ramadhani. Berganti dengan seseorang yang telah membesarkan saya selama 17 tahun ke atas. 

… and another Mamacation begins.

***

Semua berawal, dari pertengahan tahun 2009, tepatnya dua minggu setelah ulang tahun Mama. Sebuah peristiwa paling menyedihkan hadir dalam hidup kami, Papa dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Sungguh itu merupakan kejutan ulang tahun paling tak terduga bagi Mama, yang hadir langsung dari tangan Tuhan. Sama seperti jodoh, kita tak akan tahu kapan kematian akan datang.

Sejak saat itu tak ada lagi Papa, tak ada lagi pemimpin di keluarga kami, tak ada orang yang mengajak Mama jalan-jalan setiap akhir pekan, dan tak ada lagi yang menenangkan Mama ketika sedang kesal.

Pernah suatu ketika, pada hari Minggu kesekian setelah perkawinan. Mama tiba-tiba cemberut di ruang tengah dengan pakaian dan make up  yang telah rapi, sementara Papa sedang asyik menulis di meja kerjanya. Saya yang masih lugu — hingga sekarang –, mendekati Mama.

“Mama kenapa?”

“Sebel aku, udah kerja dari Senin sampai Sabtu, sekarang hari Minggu masa di rumah aja?” Ucapnya menjelaskan. Memang pada beberapa wilayah di Indonesia, beberapa tahun silam masih menganut paham enam hari kerja. “Huft.”

“Terus kenapa gak pergi?” Tanya saya, retoris.

“Itu, nungguin Papa kamu.” Jawab Mama sambil memonyongkan bibirnya ke arah Papa. “Masih nulis aja dari semalam.”

Papa yang mendengarnya pun segera meletakkan kertas dan pulpen yang dipegangnya, mengangkat kacamata bacanya ke arah dahi, dan berkata lembut ke Mama. “Sebentar lagi kan dzuhur, habis solat kita berangkat ya.”

Mendengar perkataan suaminya, Mama kemudian menahan diri untuk tidak tersenyum. “TAPI KAN PAPA BELUM MANDI!”

DSC01225

Oh Mama Oh Papa, di Taman Bunga Nusantara.

Itu cerita dulu, waktu masih ada Papa.

***

Berbagai cara saya lakukan, untuk membuat Mama tidak merasa kesepian. Mulai dari lebih rajin pulang, — iya, saya LDR dengan Mama, terpisah ratusan kilometer. — hingga membelikan sepasang kucing untuk menemani hari-harinya di rumah. Dan entah mengapa, saya tetap merasa ada yang kurang.

Semua berawal dari, sepasang tiket murah yang saya dapatkan di pertengahan tahun 2011, sepasang tiket ke luar negeri, atas nama saya dan Mama. Ya, saya yang saat itu mulai menggeluti profesi pemburu tiket murah, memutuskan untuk mencari tiket untuk kami berdua. Sungguh naif rasanya, apabila saya bisa bepergian kemana-mana, tapi tak bisa sekalipun mengajak Mama turut serta. Maka saya pun mengajaknya berlibur untuk merayakan ulang tahunnya, dan kebetulan tujuan kali ini adalah Singapura. Ini merupakan perjalanan kami yang pertama kali ke luar negeri, dan khusus untuk memperingati ulang tahun Mama. Saya tak mau memori sedih setelah hari ulang tahun Mama terulang kembali, dan saya ingin supaya Mama bahagia di hari ulang tahunnya, demikian pula hari-hari selanjutnya.

Berlibur dengan biaya orang tua itu menyenangkan, namun membiayai orang tua berlibur itu membanggakan.

DSCN0931

Me & My Mom – Universal Studio, Singapore.

Mamacation, demikian saya menyebutnya. Adalah liburan yang saya lakukan bersama Mama, menikmati dunia penuh tawa. Sampai saat ini, serangkaian perjalanan telah kami lakukan, mulai dari melihat lampion pada perayaan waisak di Borobudur, bangun pukul tiga pagi demi melihat sunrise di Bromo, hingga berkeliling Hat Yai dengan menggunakan sepeda motor.

DSCN4970

Me & My Mom – Gunung Bromo yang berpasir.

Bepergian bersama Mama, membuat saya lebih mengenal kepribadian Mama. Mama saya jarang sekali mengeluh, walaupun saya mengajaknya menginap di penginapan murah di dekat terminal Puduraya, berjalan kaki dengan membawa ransel dan koper, hingga berlari-lari di Langkawi mengejar jadwal bus ke Kuala Lumpur malam harinya. Mama saya sabar, ketika saya menggerutu karena Peju tak berfungsi, beliau menenangkan saya dengan mengajak beristirahat, dan membelikan segelas ice cappuccino. “Sabar, nanti pasti bisa lagi.” Ucapnya. Mama saya periang, terbukti dari pose-pose yang ditunjukkannya ketika berfoto. Menurut saya, bukan seorang wanita kalau tidak minta difoto berkali-kali. Sekali dengan kamera, sekali dengan handphone, sekali dengan kamera dan menggunakan kacamata, dan sekali dengan handphone dan menggunakan kacamata. Huft.

DSCN2249

Me & My Mom – Lapangan Merdeka, Kuala Lumpur.

Walaupun kelihatan riang, bukan berarti seorang wanita tidak pernah bersedih. Wanita dilahirkan dengan perasaan yang sensitif, tidak terkecuali Mama saya. Seperti kala itu, di pinggiran Esplanade Singapura, setelah beberapa kali take foto, Mama meminta saya untuk mengambil gambarnya di depan Merlion, namun saya nampak ogah-ogahan dengan berdalih, “Kan, udah pernah foto di situ, Mah.” sambil memainkan handphone. Hal itu spontan membuat Mama saya sedih, Beliau memasang muka yang cemberut, dan urung mengajak saya bicara. Dan setelah lebih dari 30 menit kami di sana tanpa suara, akhirnya saya meminta maaf pada Beliau, dan mengajaknya jalan ke Orchard Road setelah emosinya reda.

***

Mama, aku sayang Mama di saat riang dan saat murung, juga saat-saat diantara riang dan murung.

 I love you, until there’s no love in the world.

DSCN0659

My Mom – Marina Bay Sands

Semua berawal, dari seorang wanita yang lahir pada tanggal 28 Mei, 52 tahun yang lalu, dan melahirkan saya 25 tahun kemudian.

Selamat ulang tahun Mama. Jadi ke mana mamacation kita tahun ini?