Awan kelabu menggelayut di langit-langit Antwerp ketika kami melanjutkan perjalanan siang itu. Walaupun sudah di penghujung Februari yang berarti bahwa musim dingin akan segera berakhir, namun matahari sepertinya masih malu-malu menyapa. Suhu yang dingin –mungkin berkisar belasan derajat Celcius, membuat saya dan Neng tetap mengenakan jaket supaya tidak masuk angin dan biduran; sementara Mbak Fab yang sudah menjadi warga lokal sana, nampak biasa saja dengan stocking tipis yang dikenakannya. Dari Meir, kami berbelok menyusuri gang demi gang di pusat kota Antwerp dengan berbagai macam toko di sisi kanan dan kirinya. Pada suatu titik, kami berhenti di belakang antrean panjang pada emperan sebuah toko bernama Goosens, yang ternyata menjual roti dan sejenisnya. “Mau coba?” Mbak Feb menawarkan, sambil bercerita bahwa Goosens ini adalah toko roti yang…