Salah satu tantangan bepergian ke luar negeri pada Bulan Ramadhan adalah sulitnya mencari makan sahur. Dan hal itulah yang saya dan Mama alami di Hong Kong pada pertengahan 2013 silam. Hotel The Park Lane tempat kami menginap tidak menyediakan sahur sebagai pengganti sarapan, dan kami tidak mungkin membatalkan puasa hanya gara-gara tidak makan sahur. Terlalu murah iman kami jika digadai dengan itu, tapi boleh lah kalau ditambah dengan sebuah iPad.

Dan solusinya adalah, kami makan di tengah malam, saat restoran-restoran di Hong Kong belum menutup tirai dan menghitung untung yang didapatnya hari itu. Dan pilihan kami jatuh pada sepiring Chili Crab di Temple Street yang melegenda itu.

Chili Crab Temple Street

Chili Crab Temple Street Hong Kong

Lalu bagaimana dengan Bulan Ramadhan yang dipadukan dengan musim panas? Kami menyiasatinya dengan makan sahur di tengah malam dan pergi berwisata ke tempat yang namanya terdengar segar, yaitu Ocean Park.

Dan ternyata siasat kami salah, karena hari itu suhu udara Hong Kong menembus 39ºC.

***

Pagi harinya, kami telah rapi mengantre City Bus Route 629 di halte yang terletak di Admiralty MTR Station. Bus tersebut akan langsung  mengantarkan kami ke Ocean Park, menembus Aberdeen Tunnel. Dan saat kami tiba di sana, telah banyak orang-orang yang berdesakan untuk masuk. Untung saja, sebelumnya saya telah membeli tiket masuk secara online, sehingga kami tidak perlu mengantri di loket untuk membeli tiket seperti P-Project. Tinggal masuk melewati pintu gerbang yang tersedia.

Tapi sebelumnya, tentu saja, kami berfoto dulu di depan Ocean Park.

Ocean Park

Ocean Park’s front gate.

Lalu kami masuk ke Ocean Park, dan ternganga melihat kemegahannya.

***

Ocean Park, yang dibuka pada tahun 1977 oleh Gubernur Hong Kong pada saat itu, Sir Murray MacLehose, telah berkembang pesat sejak direnovasi pada tahun 2005 dengan biaya yang mencapai HK$ 5,5 miliar. Saat ini, Ocean Park dikenal sebagai gabungan antara tempat konservasi mamalia laut, oceanorium, kebun binatang, juga taman hiburan rakyat. Saking terkenalnya Ocean Park, tercatat 7,45 juta orang mengunjungi taman ini pada tahun 2013 dan menempatkannya di urutan ke-12 dunia sebagai taman tematik yang paling banyak dikunjungi orang.

Taman ini mengakuisisi lahan sebesar 91,5 hektar yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu The Summit yang terletak di puncak sebuah bukit –atau gunung, dan The Waterfront, yang terletak di kaki bukit tempat pintu masuk Ocean Park berada. Menuju puncaknya, adalah sebuah kesenangan tersendiri, karena kita bisa memilih ingin menggunakan cable car atau menggunakan kereta bawah tanah yang menembus bukit tersebut.

Dan pilihan kami, tentu saja menggunakan cable car, yang untuk mendapatkan tempat di dalamnya, kami harus mengantre lagi dengan puluhan –atau ratusan apabila hari semakin siang, melawati sebuah lokasi yang bernama Old Hong Kong. Pemandangan yang kami saksikan dari atas cable car sungguh spektakuler. Memandang Hong Kong dari kejauhan, dengan pulau-pulaunya yang dipisahkan lautan.

***

Setelah turun dari cable car, kami mulai menjelajah The Summit, dan tak disangka tiba di sebuah lokasi yang bernama Pacific Pier, yang merupakan habitat buatan untuk para singa laut yang berada di Ocean Park. Di sini, kami menyaksikan singa laut berenang di jernihnya air laut Pacific Pier, bermain dengan sesama singa laut juga dengan pelatihnya, maupun melihat mereka berenang dengan berbagai gaya, kecuali gaya anjing.

Kelakuan mereka yang lucu, membuat saya berpikir untuk mengadopsinya, namun saya mengurungkan niat setelah mengetahui bahwa mereka tidak bisa mengaum. Singa kok unyu.

Masih di The Summit, selanjutnya kami menuruni eskalator yang cukup tinggi, dan mendarat di sebuah wahana bernama Mine Train, yang merupakan roller coaster keluarga. Saya mengatakan keluarga, karena tidak ada tantangan yang dapat membuat ahli waris kami mendapat sejumlah uang karena roller coaster ini. Namun walaupun untuk keluarga, roller coaster ini telah membuat Mama mengucapkan sumpah serapah yang membuat saya pura-pura tak mengenalinya.

Astaghfirullah, ini bulan puasa ya ukhti.” ucap saya dalam hati.

UWES UWEEES UWEEEEESSSSSS!” Jerit Mama, sambil memejamkan matanya. Sebuah hal yang mubazir.

Mine Train Ocean Park

Mine Train, a family train. Only Me & my Mom.

***

Usai dari Mine Train, kami menyusuri jalan setapak yang mendaki, dan menemukan sebuah kubah besar yang terlihat sejuk. Mama melipat payung biru yang dipakainya guna melindungi wajah perawatannya, supaya tidak mubazir, karena sengatan matahari mulai membakar di Hong Kong. Ketika kami memasuki kubah tersebut, puluhan anak kecil berseragam sekolah keluar bergerombol, dari tempat yang bernama Marine Mammal Breeding and Research Centre tersebut. Di dalamnya, saya mengamati mamalia laut seperti lumba-lumba sedang diternakkan tanpa paksaan.

Tak jauh dari situ, ada sebuah wahana yang tinggi menjulang bernama The Abbys, yang merupakan sebuah wahana berjenis turbo drop yang akan membawamu naik setinggi 60 meter, sebelum menjatuhkanmu dengan bebas ke bawah.

The Abbys Ocean Park

The Abbys & Mom

Saya menyeret Mama yang nampak pucat ke dalam pintu masuk The Abbys, dan Beliau nampak pasrah. Entah sudah lelah karena panas matahari, lemas karena bulan puasa, atau karena kehabisan suara setelah berteriak di wahana Mine Train, sehingga Beliau menurut. Dan sampailah kami ke depan tempat duduk The Abbys.

“Kamu yakin, Rif?” Tanya Mama, memastikan bahwa saya tidak mengajaknya bunuh diri.

Saya menatap Mama “Yakin lah, sudah sampai sini.” Jawab saya, sambil menikmati detik-detik The Abbys membawa kami ke ketinggian yang setara dengan gedung berlantai 20.

Di puncaknya, saya melihat Ocean Park yang mengecil, sementara di kursi samping saya ada Mama yang memejamkan matanya, dan tak berani melihat ke bawah. Dan detik berikutnya adalah detik yang paling menegangkan dalam hidup saya, ketika The Abbys melepaskan kami ke bawah dengan sabuk pengaman sebagai kuncian.

Saya mencoba mengatasi ketegangan dengan tertawa, sementara teriakan Mama sudah membahana di langit Hong Kong “DUH GUSTIIIII!!! AMPUUNNN!!!“.

Sungguh wahana yang dapat membuat penggunanya tobat nasuha seketika.

***

“Pokoknya aku gak mau naik-naik wahana lagi!” Seru Mama kapok, dengan raut muka tegang dan keringat sebesar biji durian menghiasi wajah perawatannya. Bedak, krim pagi, dan tabir surya yang dikenakannya mulai luntur diterpa suhu musim panas Hong Kong. Saya melirik ke arah jam tangan dan menemukan bahwa suhu saat itu berkisar antara 37º-39ºC, di mana saya berharap jam tangan saya menunjukkan derajat Fahrenheit.

“Ya sudah, kita istirahat dulu, yuk!” Saya menghiburnya sambil melihat jadwal pertunjukan yang terdapat di balik peta Ocean Park, dan menemukan bahwa pertunjukan lumba-lumba di Ocean Theatre akan berlangsung sesaat lagi. “Sambil nonton lumba-lumba.”.

Pertunjukan lumba-lumba tersebut berlangsung seru, dengan hadirnya penonton yang antusias bertepuk tangan ketika si lumba-lumba menari di kolam. Sementara di belakang panggung yang panas, berdiri megah The Abbys yang sukses membuat kami berkeringat dingin.

Kami menemukan sebuah sudut tempat para musisi jalanan beraksi di Ocean Park, dan menikmatinya sejenak sebelum melangkahkan kaki ke komplek permainan Thrill Mountain.

***

Sesuai namanya, Thrill Mountain, adalah sebuah komplek yang berisikan wahana-wahana yang akan membuatmu tegang dan berdesir, seperti Hair Raiser si roller coaster cepat dan berliku, Whirly Bird si komidi putar yang membawamu terbang di angkasa, juga The Flash yang akan mengombang-ambingkanmu di udara.

Namun sayang, Mama sudah tidak mau menaiki wahana-wahana tersebut “Aku mumet.” Kilahnya, tiap kali saya mengajaknya naik. “Uwes, kowe dewekan wae.” Usulnya. Padahal, waktu jalan-jalan di Universal Studios Singapore, Beliau naik hampir semua wahana yang ada.

Saya menolaknya, karena apa enaknya naik wahana yang menantang sendirian. Sensasinya seperti menonton film horor sendirian, tidak ada ketakutan orang lain yang dapat ditertawakan, yang ada hanya malu apabila ketakutan sendiri.

Kemudian saya mengambek dan berjalan menuju komplek Polar Adventure yang terletak tak jauh dari situ, diikuti Mama.

***

Penguin at Ocean Park

Penguin at South Pole Spectacular

Udara dingin menghembus ketika saya memasuki South Pole Spectacular, dingin di dalam dan panas di luar. Di dalam sana, saya melihat tingkah polah penguin yang menggemaskan. Dikatakan penguin adalah hewan yang paling setia, karena mereka menganut paham monogami, walaupun menikah tanpa penghulu dan saksi.

Berikutnya, Mama mencoba mencairkan suasana dengan menawarkan untuk memfoto saya di depan para penguin, dan saya pun difoto sambil cemberut.

KLIK!

Hasil fotonya buram, dan saya makin cemberut.

Saya berbelok ke salah satu sudut tempat arctic fox berada, dan ketika sadar, Mama sudah tidak berada di dekat saya lagi.

DEG!

Apakah Mama menghilang karena berbalik sebal dengan saya?

Apakah Mama menghilang karena tersesat?

Apakah Mama menghilang karena diculik Tim Mawar?

Kali ini giliran saya yang kebingungan, dan saya berlari menembus kerumunan orang, kembali ke jalan yang kami lalui sebelumnya, kembali ke tempat saya kehilangan Mama, hingga ke luar melalui North Pole Encounter. Namun tak ada tanda-tanda Mama.

Saya semakin panik, bagaimana kalau Mama hilang di negara yang tidak dikenalnya ini. Jangankan Bahasa Tiongkok, Bahasa Inggris saja Mama mungkin hanya bisa Yes, No, Yes, No, Oh Yes, Oh No, saja. Dan di detik saya akan mengumumkan kehilangan Mama melalui pengeras suara dan tabloid lokal Hong Kong, Mama muncul dengan kamera di tangan, sedang memfoto patung penguin.

“Hehehe, tadi di dalam dingin, terus aku keluar.” Ujarnya.

Saya menarik napas lega.

***

Kami kembali ke The Waterfront dengan menggunakan Ocean Express, kereta yang berjalan melewati terowongan yang dibangun dengan melubangi bukit. Dan tak perlu waktu lama bagi kami untuk tiba kembali di bawah, di mana matahari sudah semakin panas.

“Apa kita batal saja, ya?” Mama bertanya pada saya, juga pada keimanannya.

“Jangan ah, nanggung. Sudah separuh jalan ini puasanya.” Jawab saya, padahal kalau buka puasa pun hanya saya dan Mama yang tahu, serta tak ada bisik-bisik tetangga yang terdengar.

“Oh, ya sudah kalau gitu.”

Berikutnya, kami berjalan –sedikit berlari, menuju spot yang memang menjadi tujuan utama kami sejak awal, yaitu Giant Panda Adventure yang menampilkan maskot dari Ocean Park, dua panda raksasa bernama Ying Ying dan Le Le. Melihat panda, bukanlah yang pertama kali bagi saya, karena sebelumnya saya pernah melihat Panda di Chiang Mai dan Mangga Besar, namun bagi Mama, menyaksikan hewan hitam putih berbulu tebal ini merupakan kali pertamanya, sehingga saya ikut merasa senang.

Yang menarik adalah, pada sebuah kandang di depan si panda, terdapat fauna yang dinamakan red panda atau si panda merah. Dan alih-alih berukuran besar seperti Ying Ying, ternyata si panda merah ini lebih mirip seekor rubah mungil yang lincah. Sekadar informasi, dunia mengenal panda merah ini sebagai firefox, yang juga digunakan sebagai logo internet browser Mozilla.

Setelah bertemu panda, kami bergegas kembali ke kota dengan menggunakan kembali City Bus Route 629, dan turun di stasiun Admiralty lagi. Sebelum tiba di hotel, kami menyempatkan diri untuk mampir ke supermarket di samping hotel untuk membeli seplastik anggur dan beberapa botol minuman untuk berbuka puasa sekaligus sebagai bekal.

Bekal untuk menonton pertandingan Manchester United.