
Sejak Papa meninggal, ada satu cita-cita yang selalu ingin saya wujudkan tiap tahunnya, yaitu melakukan Mamacation, atau mengajak Mama jalan-jalan ke tempat yang belum pernah Mama kunjungi, sekaligus sebagai kado ulang tahunnya. Sebelum-sebelumnya, saya sempat mengajak Mama ke Singapura, Malaysia, dan Thailand. Namun, pada awal 2014, saya dilanda kebimbangan, tahun ini ajak Mama ke mana lagi ya?
Sebenarnya kalau dana dan jumlah cutinya banyak, saya tak akan menjadi masalah. Mengajak Mama ke Djibouti pun hayuk! Namun pada saat itu, saya dilanda kebimbangan: Dana yang menipis, karena terlalu banyak foya-foya dan jumlah cuti yang mepet karena keseringan dipakai untuk jalan-jalan sendiri.
Saya yang bingung, mulai memutar otak, berpikir bagaimana caranya menggunakan sumber daya yang terbatas untuk membahagiakan orang tua. Hingga sya tiba pada sebuah keputusan, tak perlu lah jauh-jauh ke luar negeri, yang penting Mama senang. Hingga pada akhirnya, saya memutuskan untuk mengajak Mama ke Bali dengan bermodal tiket pesawat murah, dan voucher hotel bintang lima gratisan di pinggir pantai yang saya dapat karena pekerjaan.
Untuk menambah tantangan dan keseruan, saya mengajak pula Ibunya Mama (berikutnya akan disebut ‘Ibu’), dengan harapan Ibu akan senang apabila diajak jalan-jalan, dan kami (saya dan Mama, bukan saya dan Ibu.) akan mendapat pahala dan kasihnya.
Dan, dimulailah perjalanan ‘Double Mamacation’ ini dari lobi hotel mewah gratisan.

Double Mamacation is about to begin~
Bali, tak dapat dipungkiri adalah destinasi wisata paling mainstream di Indonesia. Siapa sih orang Indonesia yang tak pernah ke Bali? Banyak. Bahkan study tour SD saya saja sudah ke Bali. Namun anehnya, walaupun sering dikunjungi, banyak yang tak pernah bosan untuk selalu ke(m)Bali.
Bahkan, bagi saya, selalu ada yang baru ketika mengunjungi Bali.
Ya kecuali ponsel yang saya bawa kala itu, masih ponsel lama hasil menang kuis ngeblog, yang mau beli lagi kok rasanya sayang. Apalagi saat itu belum ada ponsel murah yang mumpuni macam Huawei Y6 4G.
Saat itu, saya mengusulkan ide ke Mama untuk mengunjungi wilayah Bali Timur yang masih tidak begitu ramai dengan turis, dan Mama langsung setuju, sementara Ibu cuma berkata, “Yo wes sekarepmu wae, Win. Pokoke aku melu.” (Ya sudah, terserah kamu saja, Win (panggilan Ibu ke Mama), pokoknya aku ikut.)
Maka berangkatlah kami bersama Pak Ketut Suarna, driver yang kami sewa untuk perjalanan saat itu, yang saya tebak adalah anak keempat di keluarganya. Pada hari yang cerah tersebut, kami mengunjungi beberapa lokasi menarik berikut ini.
1. Desa Adat Tenganan Pegringsingan
Setelah kurang lebih dua jam perjalanan dari Denpasar dengan jarak tempuh 60 kilometer, akhirnya kami tiba di tempat ini. Saya yang saat itu masih dalam kondisi tertidur di jok depan mobil langsung dibangunkan oleh Mama, sementara Pak Ketut memarkirkan mobilnya.
“Ini namanya Desa Adat Tenganan.” Jelas Pak Ketut, tepat ketika saya sudah melihat sebuah loket bertuliskan ‘Welcome to Tenganan’. Sedikit terlambat, Pak, tapi terima kasih, nice try. “Itu masuknya lewat loket itu.” Ucapnya.

Welcome to Desa Adat Tenganan
Tepat setelah pintu masuk, kami menjumpai beberapa ayam jago beraneka warna yang dikurung pada kandang-kandang kecil yang terpisah. Wah, mungkin saja ini dulunya adalah anak-anak ayam yang dicat tapi sudah tumbuh dewasa, batin saya.
Kami bergerak ke arah kanan, menyusuri satu-satunya jalan besar berbatu yang membelah desa menjadi dua bagian kiri dan kanan, dengan sebuah bangunan tempat berkumpul warga yang disebut ‘bale’ di tengah jalan.
Desa Tenganan, merupakan salah satu desa tradisional di Bali yang belum termakan modernisasi. Di sini, rumah-rumah dan adat masih dipertahankan sebagaimana aslinya, dengan bersumber pada peraturan adat desa (disebut sebagai ‘awig-awig’) yang sudah dijalankan sejak abad ke-11 dan diperbarui pada tahun 1842.
Pada kanan-kiri jalan, terdapat rumah-rumah penduduk yang berjualan berbagai macam kerajinan setempat, seperti ukiran, lukisan, dan kain-kain rajut tradisional. Sekadar informasi, berjualan suvenir merupakan salah satu mata pencaharian utama sebagian penduduk desa yang juga masih berbisnis dengan cara barter tersebut.
Beriktunya, Mama menyeret saya untuk masuk ke sebuah rumah, yang dilihatnya sebagai sebuah toko kain. Dasar wanita, lemah terhadap hal-hal duniawi seperti ini,
Dan benar saja, setelah mendapat rayuan maut dari si penjual, Mama tanpa ragu menebus selembar kain dengan beberapa lembar merah dan biru, tentunya setelah menawar dengan Afgan dan Rosa. Hebat juga Mama, belum ada satu jam di sini, sudah bisa melakukan bisnis dengan cara barter. “Kayaknya warna merah cocok nih untuk ke nikahan bulan depan.”
“Aduh.” Dasar lemah.
“Aku gak mbok tukokke sisan, Win?” Ibu bertanya, kok Beliau tidak dibelikan sekalian.
Huvt.
Mama belanja, sementara saya sibuk mengabadikan momen dengan kamera seadanya yang saya bawa. Coba kalau saat itu sudah ada Huawei Y6 4G, pasti saya dapat dengan mudah menangkap momen-momen spesial yang indah dan berkualitas dengan fitur ‘Refocus Mode’ serta ‘Panoramic Selfie’ yang terdapat di dalamnya.
Setelah mengobrol singkat, akhirnya kami berpamitan, karena hari masih panjang, dan kami masih ada beberapa destinasi lain untuk dikunjungi.
“Jangan lupa datang kembali pada Bulan Juni, karena ada pesta perang pandan di sini,” Sang penjual kain berkata, sekaligus mengingatkan kami untuk datang kembali. Sebuah ucapan yang saya aminkan dalam hati.
Aamiin!
2. Istana Air Tirta Gangga
Satu jam kemudian, setelah melalui perjalanan yang membuat kuping panas, karena Ibu senantiasa mengingatkan saya untuk segera menikah, kami pun tiba di tempat kedua, yaitu Istana Air Tirta Gangga.
Sebelumnya, kami sempat menyasar ke sebuah persawahan akibat aplikasi peta di ponsel lama saya ngaco, lelet, dan malah ngehang. Ah, andaikan saat itu sudah ada Huawei Y6 4G, pasti jaringan 4G-nya akan sangat membantu kami dalam mencari jalan dengan cepat dan tepat.
Dari sebuah gapura kecil, yang terdiri dari beberapa undakan, kami memasuki Istana Air Tirta Gangga dengan takjub dan takzim.
“Lho, sek ojo ditinggal aku.” Ibu berkata, mungkin ke saya, atau ke Mama. Minta supaya jangan cepat-cepat jalannya. Berikutnya saya bergantian dengan Mama menggandeng Ibu supaya baik jalannya.
Tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk.

Istana Air Tirta Gangga
Tirta Gangga, yang secara harfiah berarti air dari Sungai Gangga, sejatinya adalah bekas istana kerajaan yang terletak di bagian timur Pulau Bali, sekitar 5 kilometer dari Karangasem, di bawah kaki Gunung Agung. Taman ini terkenal karena istana airnya, yang dahulu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Karangasem.
Jika diperhatikan, Istana Air Tirta Gangga ini terdiri dari beberapa kolam yang dikelilingi taman yang rimbun serta patung-patung, dengan karakteristiknya sendiri. Ada yang berbentuk pijakan-pijakan mirip puzzle yang dibangun dari dasar kolam, ada yang berbentuk kolam pemandian dengan air mancur, juga ada kolam tenang namun tidak menghanyutkan dengan jembatan cantik di atasnya.
Kompleks seluas satu hektar ini dibangun pada tahun 1946 oleh almarhum Raja Karangasem tetapi hampir hancur seluruhnya akibat letusan Gunung Agung pada tahun 1963, sebelum kemudian dibangun kembali dan dipulihkan.
Yang menarik, pada hari itu saya menemukan bahwa pengunjung Tirta Gangga kebanyakan adalah turis asing, daripada warga lokal seperti kami.
“Iku lho Win, kok akeh bule ning kene.” Ibu berkomentar, mengatakan kok banyak bule di sini. Sementara di Pati, tempat tinggalnya, kebanyakan adalah Bucheri. Bule Chet Sendiri, atau yang berambut pirang karena mewarnai rambutnya. Rambut pirang, muka putih, leher hitam.
“Wes, Bu, tenguk-tenguk ning kene wae.” Ucap Mama kepada Ibu, meminta supaya Ibu menunggu di pinggir kolam, sementara saya dan Mama berkeliling sejenak di sana.
“E, yo wes, tak ngenteni kene wae.” Ya sudah, aku tunggu di sini saja. Kata Ibu, sambil duduk memandangi para bule yang lalu lalang di depannya, sembari menunggu kami selesai setengah jam kemudian.
3. Taman Ujung Karangasem
Destinasi terakhir hari itu adalah Taman Ujung Karangasem yang sering juga dikenal sebagai Taman Sukasada, atau Water Palace. Lokasinya memang terletak seperti di ujung jalan, di mana sudah hampir dekat dengan laut, namun sekaligus dekat dengan gunung.
Taman Ujung dibangun tahun 1909 oleh Raja Karangasem yaitu I Gusti Bagus Jelantik, yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem. Pembangunan taman yang sebenarnya merupakan pengembangan dari kolam Dirah, –yang merupakan kolam tempat pembuangan orang yang menguasai ilmu hitam– yang telah dibangun tahun 1901 ini, dilakukan melalui duet arsitek seorang Belanda bernama van Den Hentz dan seorang Cina bernama Loto Ang yang juga melibatkan seorang undagi, atau arsitek adat Bali.
Pembangunan Taman Ujung selesai tahun 1921, namun baru pada 1937, Taman Ujung Karangasem diresmikan dengan sebuah prasasti marmer yang ditulisi naskah dalam aksara Latin dan Bali dengan menggunakan dua bahasa, yaitu Melayu dan Bali.

Welcome To Taman Ujung Karangasem
“Piye Mah, Ibu diajak mlebu ora?” Saya bertanya, bagaimana Ma, Ibu diajak masuk gak?
“Wes ora usah, mengko ndak kesel.” Jawab Mama, tak usah saja, nanti malah capai. “Ben tenguk-tenguk ning mobil wae.” Biar istirahat di dalam mobil saja, anakku yang ganteng.
Oke, sebenarnya kekhawatiran Mama cukup beralasan, yang pertama Taman Ujung ini memiliki tangga yang tinggi untuk melihat pemandangan dari puncak, sehingga dikhawatirkan Ibu tidak kuat mendaki. Sementara alasan berikutnya adalah, lumayan bisa irit ongkos tiket. Astaghfirullah.

Taman Ujung Karangasem from the top
Apabila di Tirta Gangga saya menjumpai banyak sekali turis yang berlibur, maka tidak demikian di Taman Ujung, di mana kebanyakan saya hanya melihat warga lokal yang jogging mengelilingi Taman Ujung. Mungkin mereka anggota Indo Runners Bali.
Dari bawah, akhirnya saya mengajak Mama untuk naik ke puncak Taman Ujung, tempat di mana terdapat reruntuhan bangunan yang semakin cantik dengan pemandangan gunung di kejauhan. Karena Google, saya juga mengetahui bahwa tempat ini juga kerap digunakan sebagai lokasi pemotretan foto pre wedding.
Apabila diperhatikan dengan seksama, di tengah kolam yang dihubungkan oleh jembatan, terdapat sebuah bangunan yang ternyata dulunya digunakan sebagai tempat peristirahatan Raja Karangasem. Sebuah bangunan yang membangkitkan rasa penasaran saya.
Berbekal rasa penasaran, saya pun mendatangi bangunan tersebut, dan menemukan sebuah papan peringatan yang mengatakan bahwa bagi yang sedang haid, dilarang untuk masuk. Ah, untung saja, saya sudah menopause sejak lahir, jadi aman! Dengan perlahan, saya mengintip ruang rahasia itu dan terkejut ketika mengetahui isi ruangannya.
Pada perjalanan pulang ke Denpasar, kami melewatinya dengan keheningan, karena tidak ada hiburan dari audio mobil Pak Ketut. Seumpama saat itu saya membawa Huawei Y6 4G, saya pasti langsung menggunakannya untuk mendengarkan The Very Best of Hall & Oates, karena dengan speaker yang terdapat di bagian bawah, Huawei Y6 4G dapat menghasilkan kualitas suara dengan power up hingga 150% serta volume up hingga 18.84%! *Canggih ya!
Bali, memang tak pernah ada habisnya untuk dijelajahi dan dinikmati, dan apabila kamu ingin jalan-jalan ke Bali secara gratis, kenapa tidak bergabung dengan Huawei Y6-4Gent (baca: ‘Huawei Y6 4G Agent’) saja? Karena ada Hadiah 5 tiket liburan ke Bali untuk 5 orang pemenang yang menjadi Huawei Y6-4Gent serta Grand prize sebesar 10 juta rupiah untuk the best Huawei Y6-4Gent!
Caranya simpel. Cukup cari kode unik yang disembunykan pada artikel ini juga 3 (tiga) kode unik lain yang disembunyikan di blog milik teman-teman saya, yaitu Alex, Falla, dan Ary. Nah, kalau sudah menemukan keempat kode uniknya, langsung saja submit di http://weipossible.com kemudian tunggu pengumuman pemenangnya.
Semoga beruntung! Karena mungkin saja inilah waktunya ke(m)Bali untukmu.
Tagged: Bali, Huawei, Mamacation
Aku lagi berdoa kencang semoga kelak kalau anak-anak sudah bekerja aku juga dibawa Mamacation seperti ini. Menikmati hasil pekerjaan anak pasti manis. Selamat untuk mamamu Mas Arief 🙂
LikeLike
Aamiin aamiin, semoga menjadi anak yang berbakti ke orang tua ya mbak! 😀
LikeLike
Djibouti di mana sik maz? *telen aplikasi google*
LikeLike
Mana hayooo, ya kira-kira dekat dekat Kamerun situ deeeh :))))
LikeLike
Ibu masih sangat kuat jalan-jalan ya Mas. Kebersamaan 3 generasi penuh kenangan.
LikeLike
Iya betul, sebuah perjalanan yang mungkin akan terus diceritakan ibu ke anak cucunya hehe.
LikeLike
thanks for sharing
LikeLike
You’re welcome 🙂
LikeLike
Huhuhu..udah ketemu 3 kata kunci, tinggal di tempatnya Alex nih belum ketemu -_-“
LikeLike
gag mudeng aku ama ini hehehhehehe gimana cari kata kuncinya lol
LikeLike
Hayooo udah ketemu beluuum?
LikeLike
Emang kata kunci di punyaku apa? 😛
LikeLike
Yang dihijaukan itu, kan? Kok disubmit pada gak bisa sik. *krai* *berguru ke iluminati*
LikeLike
Amasa ga bisaaaa? Yang lain bisa kok. Mungkin bukan yang itu kodenya, eh.
LikeLike
:’)
LikeLike
:’)
LikeLike
Anak yang baik selalu menyempatkan ngajak ibu dan neneknya jalan-jalan. Semoga saya juga bisa seperti itu. 😉
LikeLike
Aamiin, pasti bisa lah kak lia 😉
LikeLike
Mas Ariv, aku sudah submit nih kodenya, tapi pas upload foto sama ngisi artikel tentang seberapa besar keinginan menjadi Y6-4Gent kok gagal terus ya. Ketika gagal, ada keterangan wajib upload foto. Padahal sudah upload foto tapi masih gagal
LikeLike
Waaah, nanti coba aku tanyakan deh.
Oh iya, kalau sekarang sudah bisa belum? Atau kemarin saja problemnya?
LikeLike
Alhamdulillah sudah bisa mas.
LikeLike
Azeg!
LikeLike
Aku mau di ajak jalan2 ke bali, mau nongkrong2 manja
Eh ke karang asem juga seru juga
LikeLike
Kapan kamu ngajak aku kaaak? Kita belum pernah trip bareng loh #KaesangManja
LikeLike
pengen juga traveling sama orangtua…
tulisan mas arif selalu kereen daah…
bookmark iniih… 🙂
LikeLike
Ehehe makasih banyak mbaaak~
Yuk traveling sama orang tua selagi masih sempat dan masih bisa 🙂
LikeLike
Mudah2an berkah dan pahalanya double jg ya bisa membahagiakan mama dan ibu..
LikeLike
Aamiin aamiin, makasih kak!
LikeLike
puyeng nyarinya
LikeLike
masa sih? Yang lain pada ketemu lhooo.
LikeLike
selalu seneng baca cerita mamacationnya mas.. sering malu malah bacanya, aku jg hobi traveling, tp sampe skr blm pernah ajakin mama.. kapan lg mau bahagiain orang tua ya kalo ga sekarang, mumpung mereka masih sehat :)..
LikeLike
ehehe makasih ya mbaaak!
Yuk diajakin mumpung orang tua masih pada sehat 😀
LikeLike
If I still had my grandma, I would invite her into our (my mom and I) journey :””)
LikeLike
Aduhhhh :””)
*kirim al fatihah*
LikeLike
Yeay!!! Akhirnya ketemu kang ariev.. Doain aku menang ya, biar nyicipin liburan gratisan kayak kamu.
LikeLike
Asekkk! Semoga beruntung yaaa! 😀
LikeLike
Double Mamacation: Waktunya ke(m)Bali
Itu (m) singkatan apa ya
LikeLike
Mmmm..mmmm..apa ya?
LikeLike
Doain kali ini aku yg menang ke(m)bali ya kak..
LikeLike
Aamiin aamiin! Semoga menang kak! Tenang, aku gak ikutan kok *eh
LikeLike
Kak arif, kapan nih pengumuman pemenang nya?
Kasih jatah nya buat aku ya :))
LikeLike
Hahaha ditunggu aja yaaa~
LikeLike
Mas Arief kapan ini pengumumannya ya
LikeLike
Yang sabar ya nunggunyaaa haha! Aku lupa belum sempat nanyain, ntar coba aku colek-colek lagi.
LikeLike
Ditunggu kabarnya mas
LikeLike
Barusan dikabarin katanya sudah diumumkan tanggal 25 Mei di FB mas, langsung dicek yah 😀
LikeLike
ok, fb nya apa ya hehe
LikeLike
baru kemarin saya ke tirta gangga dan taman ujung, pas tamasya sama murid2 sekolah… bali memang mantap,,.. adminnya gak sempat ke rumah pohon ? di karangasem juga sekarang ada tempat wisata baru… ada rumah coklat, rumah bambu, sama rumah pohon…
LikeLike
Wah iya, aku juga pas tamasya SD juga ke Bali seru hehe.
Kalau ke Rumah Pohon belum sempat nih Bu, semoga lain kali bisa ke sana termasuk ke rumah coklat, rumah bambu, sama rumah pohon juga 😀
LikeLike
Bali memang pilihan paling mudah untuk wisata keluarga. Mamanya diajak juga donk ke Bali Utara dan Bali Barat. 😀
LikeLike
Siap! Nanti ya kalau ke(m)Bali lagi, hehehe 😀
LikeLike
Mamacation … bikin haru. Soalnya jarang ada anak yang siap ngajakin mamanya jalan jalan gini. Plus sama ibunya mama lagi.
LikeLike
Iya, sekali-kali coba deh ajakin orang tua jalan-jalan. Seru dan memorable pastinya.
LikeLike
Wkakaka ngakak bacaanya double mamacation.
Selama ke bali belum pernah ketempat tempat yang mas ariev sebut diatas, waduh di bookmark dulu nih biar bisa jadi referensi buat mamacation juga wkwk
LikeLike
Iyesss!
Daerah bali yang aku tulis di artikel ini masih gak banyak yang ke sana dan tempatnya cakep cakep hahaha. Siap! Semoga bermanfaat ya artikelnya sist! Wkwk.
LikeLike
Wah, anak yang berbakti banget yah!!! Kalo kamu lagi nyari spot buat surfing, kunjungi g-land.asia sekarang!
LikeLike
Siaaap!
Itu di Banyuwangi ya?
LikeLike
halo… 🙂
boleh tau ga tips and trick buat cari tiket or tour yang murah?
aku punya impian buat bisa bawa mama jalan2 kemana yg dia mau..
tp skrng secara finansial aku pas2an.. sblm nemu blog ini, aku semacam depresi n ngerasa ga mungkin bisa ak bawa mama jalan2.. biayai diri sendiri jalan2 aja aku ga bisa..
ada saran ga ka?
aku pegawai kantoran..
stlh baca blog kaka, aku mau kaya kaka, stiap taun ajak mama jalan2..
aku semangat lagi jalaninnya ka!
hehehehe
makasi banyak ya kaka.. tulisannya menginspirasi ak banget..
LikeLike
Halo kak,
kalau cari tiket sih bisa booking jauh-jauh hari, supaya dapat harga murahnya. Sebenarnya, asalkan kamu bisa menabung dan menyisihkan uang, pasti bisa kekumpul kok uangnya buat bawa jalan-jalan sama mama 😀
Good luck yaaa!
LikeLike
(((mengajak mama ke Djibouti))) 😂😂😂
kenapa bukan dipanggil nenek atau eyang sih mas??
LikeLike
Hahaha! Karena biar kelihatan muda terus kali yaa! Sekalian sama kebiasaan panggil mama ke ibu 😅😅😅
LikeLike