Semuanya berawal dari patah hati. Ketika wanita yang saya sukai ternyata lebih memilih pria lain, maka saya pun balas dendam dan melampiaskan kekesalan dengan cara saya sendiri. Bukan, bukan dengan memilih pria lain juga, namun dengan cara membuat paspor dan pergi liburan ke luar negeri. Melupakan patah hati. Niatnya.

Dan tentu saja negara-negara ASEAN menjadi prioritas saya ketika bepergian ke luar negeri. Selain karena harga tiketnya yang relatif lebih murah dibanding berlibur ke Djibouti, negara-negara ASEAN juga masih memiliki kultur budaya yang mirip dengan Indonesia, sehingga tidak terlalu susah untuk beradaptasi di sana.

Dan inilah nukilan perjalanan yang telah saya lakukan ke negara-negara ASEAN, yang dimulai dari:

Singapura, Januari 2010

USS SIngapore

Kayang di Universal Studio Singapore.

Yang pertama, adalah yang membekas di hati, walaupun belum tentu jadi yang terakhir dan membekas selamanya. Demikian halnya dengan petualangan saya pertama kali ke luar negeri, atau Singapura tepatnya.

Mulai dari pembuatan paspor kilat dengan jasa calo, persiapan yang dapat dibilang mepet untuk pengalaman pertama, barang bawaan yang masih belum tertata rapi, dan sepasang Crocs di kaki. Berangkatlah saya ke Singapura untuk mengobati hati yang terluka. Di sana, saya mulai membiasakan diri dengan budaya setempat. Mulai dari tidak menyeberang jalan dengan sembarangan, membuang sampah pada tempatnya, juga mencicipi moda transportasi dalam kota yang nyaman.

Sungguh, orang Indonesia akan menjadi orang yang tertib dan taat peraturan apabila berkunjung ke Singapura.

Malaysia, Februari 2011

Petronas Tower Malaysia

Kayang di Petronas Twin Tower, Kuala Lumpur, Malaysia

Kunjungan negara ASEAN berikutnya adalah ke Malaysia, setahun kemudian. Sebenarnya saya sudah merencanakan untuk mengunjungi Phuket di akhir 2010, namun tak nyana kalau ternyata nasib berkata lain, dan saya harus mengikuti ujian semester bulan tersebut. Namun untunglah, saya mendapat tiket murah Air Asia ke Penang untuk keberangkatan di awal 2011.

Berawal dari Penang, berlanjut ke Kuala Lumpur, Putrajaya, dan Genting. Itulah yang menjadi highlight perjalanan kali ini. Di sini, saya menemukan kawan-kawan baru, yang memiliki renjana yang sama, yaitu traveling. Dan apabila bersama orang yang tepat, traveling akan menjadi lebih menyenangkan.

Vietnam, Juli 2011

Notre Dame Catedral Vietnam

Kayang di Notre Dame Catedral, Ho Chi Minh, Vietnam

Tak berapa lama, masih dengan tiket murah Air Asia, saya bertualang lagi ke Vietnam dan mendarat di Ho Chi Minh. Setelah sempat kena palak sopir sewaan dalam perjalanan ke Mui Ne, saya dan teman-teman waktu itu melanjutkan petualangan ke Hanoi dan Ha Long Bay, kali ini kami terbang menggunakan Jetstar.

Saat itu saya berpikir, bahwa dengan jumlah cuti sebagai karyawan yang terbatas, maka saya harus memanfaatkan waktu liburan seefisien mungkin. Dan jadilah dalam lima hari kunjungan ke Vietnam, saya sudah menjelajah Vietnam Utara dan Selatan. Kalau kata orang-orang, namanya flashpacking.

Thailand, September 2011

Ayutthaya Thailand

Kayang di reruntuhan Ayutthaya, Thailand

Setelah sempat gagal setahun sebelumnya, kali ini tiket murah Air Asia kembali meracuni saya, ketika memutuskan membeli tiket Jakarta-Phuket, Phuket-Chiang Mai, dan Bangkok-Jakarta hanya seharga Rp750.000-an saja. Namun salah satu kelalaian saya adalah hanya tergiur pada harga yang murah, dan tidak sempat memperhatikan musim apakah di sana saat keberangkatan.

Alhasil, saya berangkat ketika musim hujan di Thailand sedang ganas-ganasnya. Termasuk di dalamnya adalah pengalaman terkena badai di Phuket, kurang maksimal menikmati Ayutthaya karena beberapa wilayahnya tergenang banjir, hingga hujan-hujanan melihat panda (asli, bukan panda lokal) di Chiang Mai.

Kamboja, Maret 2012

Angkor Wat Kamboja

Kayang di Angkor Wat, Siem Reap, Kamboja.

Setelah berpindah-pindah kota pada satu negara di tahun sebelumnya, di tahun 2012 ini, saya mencoba sebuah tantangan yang lain, yaitu berpindah-pindah negara dalam satu rangkaian perjalanan. Bukan, bukan karena ingin terlihat keren dan mendapatkan simpati bangsa, namun karena konsekuensi tiket murah yang saya dapatkan mengharuskan saya untuk melakukannya.

Masuk dari Singapura, jalan darat menuju Melaka, yang dilanjutkan penerbangan pulang pergi menuju Phnom Penh, sebelum kembali ke Jakarta dari Kuala Lumpur. Itu belum ditambah dengan perjalanan pulang pergi dari Phnom Penh ke Siem Reap dengan bus malam yang ala kadarnya, dan pengalaman menggunakan tuktuk di kedua kota tersebut.

Brunei, Juni 2013

Sultan Omar Ali Mosque Brunei

Kayang di Sultan Omar Ali Mosque, Bandar Seri Begawan, Brunei

Tahun berikutnya, saya mencoba lagi sesuatu yang baru. Yaitu alih-alih mengajak teman untuk traveling, saya mengajak Mama –harta saya satu-satunya– untuk berlibur dan menikmati mamacation. Saat itu saya berpikir bahwa saya dapat mengajak teman-teman untuk bepergian, namun mengapa mengajak orang tua justru enggan? Maka dimulailah perjalanan ini.

Tujuannya adalah Brunei, yang masuk ke dalam bucket list saya untuk menamatkan negara-negara ASEAN. Dan kali ini modalnya adalah tiket Air Asia tujuan Kinabalu, dilanjutkan kapal feri ke Bandar Seri Begawan, yang transit di Pulau Labuan terlebih dahulu. Di sana, kami bertemu orang-orang Brunei yang menarik dan memberikan warna pada perjalanan kami.

Filipina, November 2013

Puerto Princesa Philippines

Kayang di Luli Island, Puerto Princesa, Phillipines

Kunjungan ke Filipina, adalah kali pertama saya mencoba layanan dan harga murah yang diberikan oleh Cebu Pacific Air yang terbang dari Jakarta ke Manila di tengah malam. Dan sekali lagi, risiko tiket murah adalah saya tidak dapat mengganti jadwal penerbangan pesawat. Padahal di hari saya berangkat tersebut, Topan Haiyan sedang berkecamuk melanda Filipina.

Pilihannya adalah berangkat namun terancam terkena amukan topan, atau bekerja dengan giat di kantor serta tidak lupa membantu ibu, membersihkan tempat tidur. Dan tentu saja saya memilih opsi pertama.

Sebuah pilihan yang tepat, karena membuat saya terkurung seharian di Dallas Inn Puerto Princesa karena Topan Haiyan yang diiringi hujan deras tiba hari itu dengan kecepatan mencapai 270Km/Jam. Lebih cepat daripada usia pernikahan Ayu Ting-Ting.

Myanmar, Januari 2014

Bago Myanmar

Kayang di seberang Shwethalyaung Buddha, Bago, Myanmar

Saya sempat kapok mencari-cari tiket murah untuk traveling karena beberapa alasan, salah satunya adalah ingin menabung demi masa depan. Namun sebuah ajakan dari Eki membuyarkan impian saya sesaat, apalagi dialah yang mau repot mencarikan tiket penerbangan ke Myanmar di awal tahun 2014.

Sebuah keputusan yang tepat ketika saya mengiyakannya, karena Myanmar kemudian menjadi negara ASEAN favorit saya. Terbang dengan balon udara di Bagan, menikmati matahari terbenam di U-Bein Bridge Mandalay, dan menyamar menjadi warga lokal dengan memakai longjyi dan thanakha adalah sungguh pengalaman yang tak terlupakan, seperti patah hati.

Laos, April 2014

Vang Vieng Laos

Kayang di Blue Lagoon, Vang Vieng, Laos

Kemudian, Eki pulalah yang membawa saya ke Laos beberapa bulan berikutnya, dengan iming-iming mengkhatamkan ASEAN bersama. Ya, walaupun kami baru sekali jalan bersama ke luar negeri namun kami memiliki bucket list yang sama, yaitu mengkhatamkan ASEAN di Laos.

Dan sama seperti perjalanan sebelumnya, kali ini Eki juga memesankan tiket pesawat untuk trip ini. Saya tahu beres, like a boss. Namun supaya lebih khidmat dan meresapi perjalanan ini, saya mengusulkan sebuah ide kepada Eki.

“Bagaimana kalau kita buat kaus bareng?”

“Kaus apa, Bray?”

“Kaus kembar gitu, kayak couple.

“Najis lu! Yuk.”

Sebuah ide brilian untuk merayakan pencapaian kami, yang masih ditambah ide agak brilian dari Eki, “Bagaimana kalau kita buat bendera juga?”

“Bendera apa, Bray?”

“Bendera kembar gitu, kayak couple.”

“Geli ah! Yuk.”

Kemudian berangkatlah kami menuju Laos, dengan menggunakan Tiger Air ke Bangkok dilanjutkan perjalanan darat dengan bus, kereta, mobil angkutan umum, juga sepeda motor sewaan, hingga tibalah kami di Laos. Di sana, kami mengunjungi tiga lokasi utama, yaitu Vientiane, Vang Vieng, dan Luang Prabang. Mengibarkan bendera kemenangan di Laos.

Itulah perjalanan penutup kitab ASEAN, yang kami rayakan dengan suka cita, dengan tawa, dan dengan kayang, walaupun tanpa pasangan. Khatam secara batiniah, dengan sebait doa kecil akan ke mana lagi kaki kami melangkah?


Saat ini saya masih tidak menyangka, bahwa patah hati dapat membawa saya hingga sejauh ini, melewati rangkaian demi rangkaian perjalanan yang dahulu bermula dari patah hati.

Monas Indonesia

Kayang di Monas, Jakarta, Indonesia (abaikan yang menonjol, Monas maksudnya)

Segenap kru dan karyawan yang bertugas di backpackstory mengucapkan belasungkawa atas musibah yang menimpa Air Asia, dan tidak lupa pula menyerukan Selamat Tahun Baru 2015.
Semoga di tahun 2015, kita semua dapat mewujudkan mimpi-mimpi untuk traveling dengan lancar, nyaman, dan aman.

Semoga backpackstory dapat menjadi lebih syariah di tahun berikutnya.
Aammiin.