
Tak ada pendingin udara pada bus bekas perang dunia ke-II tersebut, hanya mengandalkan jendela yang kacanya dibuka separuh sehingga udara luar bisa masuk ke dalamnya. Saat itu pukul setengah enam pagi waktu Bagan, di mana suhu udara sedang dingin-dinginnya. Saya meringkuk, mencoba mencari kehangatan dari memeluk tubuh sendiri, namun gagal. Sweater biru lusuh yang saya kenakan pun tak banyak membantu pada udara seperti ini.
Bus mulai berbelok meninggalkan jalan beraspal, masuk ke jalur yang bukan semestinya tidak dilalui kendaraan bermotor, melewati Shwesandaw Paya, tempat saya melihat sunset kemarin. Namun ini masuk lebih jauh lagi, dengan jalanan yang semakin tak karuan, dan tanpa penerangan sedikit pun. Apabila ini tahun 1945, saya pasti sudah mengira bahwa saya sedang diculik ke Rengasdengklok. Namun ini tahun 2014, dan saya sedang di Bagan, menuju landasan balon udara, Balloons Over Bagan.
Seorang kru meminta kami semua untuk turun dari bus, dan menikmati secangkir teh atau kopi hangat (atau dua jika kurang, bahkan tiga jika ada yang tak tahu malu), sambil menyaksikan persiapan balon udara sebelum lepas landas.
Lidah api disemburkan ke udara, oleh mesin yang membakar propana cair bercampur udara. Sebuah pemandangan menakjubkan pada pagi hari, ketika itu menjadi satu-satunya cahaya yang menerangi saya. Tak berapa lama, setelah peralatan dipastikan siap dan berjalan dengan baik, kami dipanggil satu persatu oleh seorang bule yang kemudian saya ketahui adalah pilot balon udara saya.
Kami menurut, bagai kerbau dicocok hidungnya.
Dave –nama pria berkebangsaan Inggris tersebut– mengumpulkan kami pada sebuah tanah lapang tak jauh dari situ, sebelum membagikan sebuah topi yang berwarna senada dengan sweater saya. Di sana telah tersedia seperangkat balon udara, lengkap dengan balon raksasanya yang masih tergeletak kempis di tanah. “You have lot of time to take photos.” Serunya, yang membuat saya menurunkan kamera saya. Aduh. Ketahuan. “But now, you have to listen carefully.” Tambahnya, sambil menjelaskan prosedur keselamatan balon udara, dan posisi mendarat yang tepat. Saya menurut, walau mungkin akan lebih menarik jika sang peraga adalah seorang model wanita, bukan seorang Englishman gemuk, tua, dan berwajah sangar.
Prosesi persiapan balon udara hingga siap untuk terbang, sudah merupakan sebuah kesenangan tersendiri untuk saya. Maklum, ini adalah pertama kalinya saya berkesempatan naik balon udara, setelah sebelumnya hanya bisa bernyanyi Balonku ada Lima. Balloons Over Bagan –yang dikelola sepasang suami istri Australia-Myanmar– sendiri, memiliki sepuluh buah balon, namun tidak rupa-rupa warnanya.
Pada awalnya, balon diisi udara dengan menggunakan blower berukuran besar hingga separuh mengembang dan mampu terbang ke udara. Kemudian disusul dengan menggunakan mesin pembakar yang menghembuskan propana ke dalamnya. Setelah balon terkembang dan ditambatkan pada bus, Dave meminta kami semua naik satu persatu dengan cara memanjat. Sehingga total ada 16 penumpang dalam empat kompartemen, bersama dengan seorang Englishman gemuk, tua, dan berwajah sangar di tengah-tengah.
Setelah kami semua masuk, duduk manis, dan berpegang pada tali yang telah disediakan. Satu persatu pemberat yang menempel –termasuk kait yang terpasang pada bus– dilepas, dan perlahan kami terbang ke udara.
“AAAHHHHH!!!”
Saya seakan tak percaya akan peristiwa yang terjadi, ketika semua benda yang menempel di tanah terlihat semakin kecil dan kami semakin tinggi meninggalkannya. Balon-balon yang belum mengudara tampak seperti balon anak-anak yang diikat dengan batu supaya tidak terbang, sementara orang-orang, bangunan, dan mobil di bawah, terlihat bagai sebuah diorama keindahan ketika matahari perlahan muncul di ufuk timur sementara balon udara kami melayang mengikuti arah angin bertiup. Saya beruntung dapat menikmati perjalanan balon udara ini, sementara rekan saya Vira Indohoy yang mengunjungi Myanmar beberapa waktu lalu mencak-mencak karena penerbangan balon udaranya dibatalkan karena cuaca buruk. Kasihan.
Udara yang dihembuskan oleh mesin pemanas membawa kami naik, sementara angin yang bertiup pagi itu, menghembuskan kami mendekati Sungai Ayeyarwaddy yang bertugas memisahkan Bagan dengan Myaing dan Monywa. Dave mengatakan, bahwa tidak seharusnya balon terbang ke sini, namun arah angin yang seketika berubah –layaknya sikap seorang wanita PMS– telah membawa kami ke tempat ini.
Dan tak berapa lama, balon-balon yang lain pun ikut bermunculan satu per satu layaknya masalah seorang wanita PMS.
Di ketinggian seribu kaki, balon udara kami berhenti dengan tenang, dan tidak terombang-ambing. Saya yang duduk pada salah satu sudut balon pun sibuk mengabadikan pemandangan menakjubkan yang berada luas di bawah. Sementara Dave, si Englishman gemuk, tua, dan berwajah sangar tampak berkonsentrasi mengendalikan balonnya.
“You see over there?” Tunjuknya pada dua buah titik berwarna hijau di kejauhan. Kami yang mendengarnya mengangguk, ketika melihat dua buah titik, yang kemudian kami sadari adalah dua buah balon udara juga. “It’s other company. Runs by the Dutch.”.
“So, how about Balloons Over Bagan?” Seorang pria tua bertanya pada Dave. “Do you have any local pilot?“
Dave menggeleng. “No, all Englishmen.”
Saya yang memperhatikan balon hijau di kejauhan bersyukur, karena balon kami tidak berwarna hijau, sehingga terhindar dari kutukan lagu Balonku Ada Lima.
“Bagan has thousand temples.” Dave melanjutkan, sambil menunjuk ke salah satu kuil besar yang terdapat di bawah kami. “That’s Mingalazedi Temple.” Ucapnya, atau setidaknya begitulah yang saya dengar. Maklum, saking banyaknya kuil di Bagan, nama dan bentuknya pun hampir mirip-mirip. Beda dengan di Indonesia, ketika orang bisa dengan mudah menyebutkan beda antara Borobudur, Prambanan, dan Sarkem.
Kuil besar tersebut tertutup rangka besi pada stupanya, nampak seperti sedang direnovasi. Wajar saja, mengingat kini hanya tersisa sekitar 2.200 kuil dari kurang lebih 10.000 yang dibangun pada abad 11 hingga 13 , sehingga perawatan dan pemugaran kuil sangat diperlukan untuk menjaga kelestariannya.
Dave membawa kami terbang rendah, hampir setinggi stupanya. Dan saya langsung mencolek salah seorang bule bertopi abu-abu dan berjambang tipis yang berdiri pada kompartemen sebelah. “Can you help me to take my picture?” Tanya saya sopan, sambil memberikan kamera padanya.
“Sure!“
Setelah kira-kira setu jam mengangkasa, Dave mengumumkan bahwa balon akan segera memasuki landing position dan memberikan ten minutes camera time untuk menyelesaikan aktivitas foto-foto di udara. Saya yang merasa belum puas pun segera mengambil gambar sebanyak-banyaknya, apa saja yang tertangkap kamera, termasuk ketiak basah Dave, si Englishman gemuk, tua, dan berwajah sangar.
Salah satu hal paling keren dari penerbangan balon udara, adalah, kamu tak akan tahu di mana tempat mendaratnya, karena faktor yang paling mempengaruhi pendaratan adalah arah angin. Bisa saja di komplek kuil, di ladang milik warga, ataupun di pinggiran sungai, you will never know until it happens. Dan untuk itulah seorang Dave dibayar mahal, untuk melakukan pendaratan sempurna di tempat yang tak terduga.
Melalui penyeranta yang selalu dipegangnya, Dave melakukan koordinasi dengan rekan-rekannya di darat. Dari jauh, saya melihat sebuah bus yang juga digunakan untuk menjemput kami, bergerak ke arah estimasi lokasi pendaratan. Ketika aba-aba pendaratan diteriakkan Dave, para penumpang bergegas duduk pada kompartemen masing-masing, menyenderkan kepala ke belakang, dan memegang erat tali yang terletak di hadapannya. Termasuk saya.
Balon bergerak secara vertikal ke bawah, mendekati tanah. Dan tak sampai satu menit hingga saya mendengar bunyi tersebut.
DUG!
SRETTTT!
Keranjang balon udara menempel statis di tanah, sementara balonnya masih membumbung tinggi. Dave meminta kami turun satu persatu, untuk menuju ke meja makan dadakan, di mana telah disiapkan sarapan ringan mulai dari roti, buah-buahan, dan sampanye yang bisa diisi ulang. Saya menikmati sepotong roti dan segelas jus sambil menatap balon udara raksasa yang perlahan mengempis dan menipis dari kejauhan.
Sebelum benar-benar berakhir, Dave, si Englishman gemuk, tua, dan berwajah sangar membagikan sertifikat tanda kelulusan karena telah berhasil mengikuti penerbangan balon udara bersama Balloons Over Bagan. “It’s your name written in Burmese language.” Jelasnya sambil terkekeh, karena kami tak tahu apakah yang tercetak dalam aksara Burma tersebut adalah nama kami atau nama Adam Levine.
Ah, akhirnya saya mengubah pendapat saya tentang Dave, karena ternyata dia tak sesangar yang saya kira.
QUESTIONS
Beberapa waktu lalu, ada beberapa pertanyaan yang masuk melalui akun Instagram saya, menanyakan hal-hal tentang Balloons Over Bagan, di mana salah satunya datang dari Easther Anindya, yang menanyakan hal-hal sebagai berikut (keterangan: hijau untuk pertanyaan, dan merah untuk jawaban).
1. Transportasi dari tengah kota menuju tempat balon udara. Waktu tempuh, biaya, alternatif transportasi dan rekomendasi soal transportasi.
1. Transportasi semuanya telah disediakan oleh pihak Balloons Over Bagan, jadi tidak perlu khawatir akan itu. Cukup pastikan bisa bangun pagi sesuai jadwal jemputan.
2. Cara pendaftaran supaya bisa naik balon udara, HTM dan ketentuan yang boleh naik balon udara itu, misal : berat badan maksimal, tinggi badan minimal, dsb. Harus berkelompok kah? Atau sendiri juga bisa tapi join sama yang lain? Apakah bisa dilakukan pendaftaran sebelumnya atau on the spot.
2. Cara pendaftaran bisa reservasi via email, HTM tergantung musim dan harinya, tinggi tidak dibatasi, namun ada berat badan maksimal yang harus dipenuhi (karena kalau terlampau berat akan dihitung sebagai dua orang), bisa sendiri seperti saya, dan sebaiknya TIDAK on the spot.
3. Pada saat hendak masuk ke dalam keranjangnya itu, persiapan apa saja yang harus dilakukan? Adakah perlengkapan khusus yang harus digunakan untuk keamanan kita?
3. Persiapannya adalah mematuhi instruksi, perlengkapan khusus, cukup kenakan pakaian saja, jangan bugil karena di atas sedikit berangin.
4. Pada saat balon mulai mengudara perasaan seperti apa? Dan pemandangan apa saja yang bisa dilihat dari sana? Hal-hal apa saja yang boleh dilakukan dan yg tidak boleh dilakukan.
4. Perasaan dan pemandangan sudah disebutkan pada artikel, sementara yang boleh dilakukan adalah menikmati penerbangan, dan yang tidak boleh dilakukan adalah memanjat balon udara atau mengambil foto dari luar balon udara.
5. Durasi saat naik balon udara dan cara pengoperasian balon udara.
5. Durasi, dimana-mana berkaitan dengan stamina. Dalam hal ini stamina dipengaruhi oleh bahan bakar dan arah angin, berkisar 45 menit sampai 60 menit. Cara pengoperasian, bukan wewenang saya untuk menjelaskan.
6. Pada saat selesai, hal apa saja yang perlu diperhatikan.
6. Apabila sendiri, tenang saja. Apabila bersama pasangan, jangan sampai pasangan tertinggal dalam keranjang.
[BALLOONS OVER BAGAN]
FMI Centre, Room No. 806 & 807, Level 8, No. 380,
Bogyoke Aung San Road, Pabedan Township, Yangon, Myanmar.
(+95-1) 240363, 240373, 246933, 246988, 240400 (EXT – 1806/1807)
http://www.easternsafaris.com/balloonsoverbagan_home.html
res@balloonsoverbagan.com
wuih seumur-umur belum pernah naik balon udara, ahaha
itu seperti Festival balon udara Cappadocia di turki ya =))
LikeLike
Iyaaa, mirip di Turki cuma lebih sepi aja, hehe.
Kalau mau yang deket ya bisa ke Myanmar atau Laos 😀
LikeLike
Akhirnya… Balloons over Bagans.. Fresh from the oven, dan siap santap juga ya, mas.
Aku agak heran, mas. Sampean sekarang kan lagi liburan. Selain itu, kalo gak lagi liburan kan kerja.. Tapi sempet banget ya, buat update artikelnya. Bukan heran, sih, tapi.. Aku kagum.. Terus berkarya ya, mas.
LikeLike
Ahahaha, iya akhirnya keluar ya postingannya.
Hehehe, iya kebetulan pas bawa laptop kemarin. Thanks ya, Lis. Udah sembuh belum?
LikeLike
Sama-sama, mas…
Tuh, kan.. Punya idola yang perhatian itu memang bikin senang.. Hahaha *Allah SWT melipat gandakan pahala atas kebaikanmu berbagi kebahagiaan, mas. Ameen*
Ini masih istirahat di rumah, mas 🙂
LikeLike
Seru banget kayaknya naik balon udara, ya 😀 kalo aku udah gede, aku mau naik balon udara ah kayak kak Ariev ;D
LikeLike
Emang ka..kamu belum gede?
Ayo naik balon, seru loh! 😀
LikeLike
kata temen aku kalo umurnya udah sampe 20thn baru udah gede, kalo 18thn masih kecil katanya :D. Ayo, tapi naik balon udaranya bareng kak Ariev ya 😀
LikeLike
Wow keren banget deh foto-fotonya! Pengen banget suatu saat ajakin kiddos naik balon udara, terserah mau dimana aja pokoknya naik balon udara. Terus sambil nyanyi lagi Sherina “sungguh indahnya lintasi dunia…” hahaha 🙂
LikeLike
Akkk, makasih Kak Tes!
Di Indonesia ada gak sih yang rutin? Kayaknya cuma ada sesekali gitu ya. Tapi kalau bawa anak-anak, harus dipegangin terus supaya gak lompat. 😀
LikeLike
Selamat pagi dari Yangon! http://backpackerlee.wordpress.com/2014/02/03/the-temples-of-bagan-a-lifetime-highlight/
LikeLike
Selamat pagi, Tuan!
Currently in Yangon?
LikeLike
Brengsekkkkkk banget postingan ini >__<
secara gue cuman puas liat dari kejauhan balon-balon berterbangan eh situ malah naik ke atas…. tar gue bales balon terbang di Cappadocia Turki #eh
LikeLike
MWAHAHAHAHA!
Berarti gue artisnya ya kalau gitu? Dilihat tapi tak melihat. *hazeg*
Iya cobain gih yang di Turki itu, kayak cendol kayaknya saking ramenya, haha.
LikeLike
Pas lihat foto yang di slide show kelas Akber kemarin, aku pikir ini di Cappadocia Turki loh, Mas. Ternyata Myanmar ya. Semoga tar kesampaian bisa kesana, amin! 😀
LikeLike
Iyaaa, ini Myanmar kok. Lebih dekat daripada Turki kan, hihi.
Aamiin! 😀
LikeLike
KAMPRET emang postingan ini !! senin siang, jam kerja, laporan numpuk, malah nyasar kesini… etapi mayan juga ding, bisa refreshing dikit, walau malah jadi blingsatan gak betah di kantor…
thumbs up buat cerita2 Myanmar nya. envy !
LikeLike
Mas.. maaf 😦
Haha, ayo ke Myanmar sama istrinya sekalian! Thanks udah mampir, Mas!
LikeLike
Idem dg Kak Tesya, pengen ajak kiddos naek balon udara. Barengan yuk spy kita bisa pepotoan, kak Ariev yg jagain kiddos ;D
LikeLike
Asiikk, kalian naik balon aku fotoin dari bawah deh.
Tapi … aku dibayarin ke sana kan?
LikeLike
*dadah-dadah dengki sama Ariev yang lagi foto-foto di atas balon*
AKU MAU JUGAAAAK (T_T)
LikeLike
HAHAHAHA!
*dadahin dari atas balon*
LikeLike
*sambit*
LikeLike
okeeeh, si myanmar ini keliatan makin keren aja deh 😀 *makin pengen kesana deh kakaa~~~*
LikeLike
Iyap, emang keren broooh. Yuk ke sana yuk, sebelum ke Jepang lagi 😀
LikeLike
mauuu, nunggu dolar turun dikit deh -,- ini dolar naiknya aje gile, gak mengasihani traveler sama sekali 😐
LikeLike
Eh beroooo, tanggal 21-23 ada di Bali gak? 😀
LikeLike
wah, aku di jakarta terus sekarang 😀 kan udah moving ke jakarta beberapa bulan lalu 😀
LikeLike
Waah, kirain broh, bisa dong kita ngopi-ngopi kalau gitu hihi. Di daerah mana sih? 😀
LikeLike
boleh – boleh 😀 ngekost sih setiabudi, tapi ngantornya di deket semanggi 😀
LikeLike
Wah, deketan tuh! Aku di Pejompongan ngantornya. Sama si Putri Normalita sekalian aja ngopi-ngopinya, haha!
LikeLike
ahahaha, boleh – boleh biasanya wikend sering muter2 cari tempat nangking 😀 sekalian aja ngopi – ngopi bareng 😀
LikeLike
Nah cucok banget tuh, tapi lebih cucok lagi kalau weekdays, hahaha! 😀
LikeLike
mau coba juga dong
LikeLike
Coba juga dong, mau?
LikeLike
Saya menurut, walau mungkin akan lebih menarik jika sang peraga adalah seorang model wanita, bukan seorang Englishman gemuk, tua, dan berwajah sangar….hahaha…ketawa baca yang ini…saya hanya ngiri aja dah kak,..ngiri sengirinya bisa naik balon…..
LikeLike
Itu motivasi kak, biar bisa naik balon juga, kayak saya yang termotivasi ke Lombok habis baca blognya 😀
LikeLike
hahaha boleh jugaaa atuh…berharap semoga di indonesia ada beginian..,amin…biar makin hot yang mau ke Lombok share akh http://caderabdul.wordpress.com/2013/12/12/gili-kapal-pulau-seluas-kamar-terumbu-karang-seluas-lapangan-bola/ or http://caderabdul.wordpress.com/2013/07/24/yuk-intip-gili-trawangan-pulau-kampung-bule/ atau nuansa pegunungan seperti ini http://caderabdul.wordpress.com/2013/12/20/pintu-rinjani-sembalun-1156-mdpl/
LikeLike
Asemik!
LikeLike
Ariev, foto-fotonya bagus deh 🙂 Glad to know you enjoy it!
LikeLike
Yeay, itu berkat kamu juga, kak! Hihi.
Thank you 😀
LikeLike
huwaaaaaa punya cita2 naik baloon di Cappadocia Turki sebenernya, ternyata myanmar ada juga yaaah. Masukin list aaaah, ka ariv jangan sering-sering bikin orang envy doooooooong !!!hehee
LikeLike
Iyaaa, lebih dekat ke Myanmar kaaan?
Aku harus gimana biar kamu ndak envy? 😦
LikeLike
iya deket, tapi yg deket ajah belum jodoh ;/
aku juga baca tuh yg kamu ke jepang, (trus bukunya langsung dipinjem fahmi *japan-addict juga*)
envy-nya bayar pakek sushi asli jepang deeeh.hahahaa
LikeLike
Fahmi yang komen di postingan ini juga? Haha.
Beneran mau sushinya? Tamago aja ya, :p
LikeLike
iyaa kak, mas catperku iku looh.. emang dia yg lebay cerita soal makanan enak dijepang atau emang aslinya aku gak tau deh. Tamago kan cuma telurr, woooooooo mau ngibul nih ahahaaa
LikeLike
MWAHAHAHA, KOK KAMU TAHU SIH TAMAGO?
😀
kapan-kapan mau ketemuan sama mas catperku ah, minta diajarin ngeblog.
LikeLike
AHAHAA iyadong, wong sering berburu kuliner jepang.
Iya kapan-kapan meet up yah, bertukar ilmu aku kan masih anak bawang dibanding kalian ;/
LikeLike
LET’S! Agendakan dong sama Mas Fahmi juga!
LikeLike
Alamakjanggg, yg di turki aja blm naik, ehhh di asia ternyata ada. Baru tau nih. Nice inpo ariv. Trgantung nasib akan membawaku ke turki duluan atau myanmar yak hahahaha
LikeLike
Ahahaha, iyaa di Myanmar ada yang gak kalah keren! Aamiin, semoga Turki duluan 😀
LikeLike
baru tau kalo di myanmar ada *nabuung*
LikeLike
Iya adaaaa! *sumbang gopek*
LikeLike
Koq keren sik? *langsung mupeng*
LikeLike
Aduh, makasih loh! *langsung GR*
LikeLike
Wah keren banget!
Begitu baca yang “…balon kami tidak berwarna hijau, sehingga terhindar dari kutukan lagu Balonku Ada Lima.” refleks deh nginget-nginget liriknya :))
*Salam kenal, saya baru beberapa hari belakangan rutin baca backpackstory, hehehe*
*lanjut baca yang lain*
LikeLike
AKKKK, TERIMA KASIH!
Salam kenal Dessy, terima kasih sudah membaca backpackstory yaaa 😀
LikeLike
Ratenya mahal juga ya ternyata. 😕
LikeLike
Lumayan Chik, tapi keren sih. Hihi.
LikeLike
Riev, jadi kepengen bgt tiba2 naik balon udara. Kl naik balon biasa dulu ga bisa ya? 😦
Masuk bucket list ah! Makasi yaah udah dibikin ngileerr 😀
LikeLike
Bisaaaaaa! (kalau balonnya kuat)
*elapin ilernya*
LikeLike
Om.. mau naik balon om..
Kalo pas kesana sama pacar, terus berantem, dorong aja yak? 😐
LikeLike
Kak, jahat banget sih kak 😦
…dibakar di apinya aja.
LikeLike
terus abunya ditiup dari atas ya kak?
Fuuuuuhhhh…~~~~
LikeLike
bagan, salah satu destinasi yang ada dalam wish list aku, riev ..
terima kasih, karena tulisan ini menegaskan ulang, bahwa bagan memang harus (segera) dikunjungi .. 😀
@noerazhka | http://www.noerazhka.com
LikeLike
Aamiin, semoga bisa segera ke sana Mbak!
Dan memang, Bagan memang harus dikunjungi at least once in a lifetime 😀
LikeLike
bisa minta itenary nya nggak mas?pengen nyontek 5 hari kan ya?
LikeLike
Emailnya apa Mbak?
LikeLike
baru membaca notif..basi bnget ya email nya pu2t_risdanareni@yahoo.com mas..bulan november mau k sna.mohon bimbingannya..hahahaha
LikeLike
Siap!
LikeLike
Semoga tahun ini kesampaian jg naik balon udara kayak lo mas 😀 *jampa-jampi*
LikeLike
Aamiin, pasti bisa! Selamat nabung ya.
LikeLike
tarif sekali terbang berapa dollar nih??.. pengen juga tuh,, bermodalkan sudah punya paspor
LikeLike
Tarifnya tergantung musim, sama kelas yang dipilih mas. Bisa diemail ke mereka untuk tarifnya.
LikeLike
mas knapa sih situ selalu merenggut impianku terlebih dahulu..LOL!!!damn cool ihh naek balon udara di Bagan..belum kesampaian..:(
LikeLike
Hahaha, untung cuma impian yang direnggut, jadi kamu bisa bermimpi yang lain-lain lagi. Hayuklah ke Bagan!
LikeLike
*bookmark-in*
LikeLike
azeg.
LikeLike
Ripp, aku nambahin pertanyaan boleh ya. :p
Kemarin kamu reservasi Balloons Over Bagan via email juga ya? Dijemput… dijemput dari Yangoon gitu? Trus bareng-bareng mereka pergi ke Bagan? Karena aku liat di peta, jarak antara Yangoon ke Bagan itu lumanyun juga ya. :))
LikeLike
Wooo, yakali dijemput di Yangon, di Bagan lah!
Reservasi sih via email, atau dari web mereka kan ada juga bukan kolom reservasinya?
LikeLike
Hahaha… lha makanya eike bingung. Wkwkwk… Aku baru buka web mereka aja, belom liat kolom reservasi segala macem. Yak, matur tengkyu buat infonya Repp. :)))
LikeLike
Menarik cerita nya
LikeLike
terima kasih 🙂
LikeLike
gue pengen dari dl tapi belum kesampian
LikeLike
Pengin apa masbro?
LikeLike
Aaaakkk! Blegedes tenan ini artikelnya bikin mupeng abis! Dari dulu kepengen banget bisa naik balon udara. Saking kepengennya, pas jaman SMA pernah ngebayangin berangkat sekolah anti mainstream naik balon udara. Hahahaha 😂😂
LikeLike
Wahaha, udah sono ke taman mini, ada tuh balon udara 😛
Bisa lah ke sekolah pakai balon udara, kayak di film UP.
LikeLike
Emang ada balon udara di taman mini? Miapa mas? 😱 Kok gue baru tau yah 😔.
Iya waktu itu abis nonton film up langsung baper makin pengen naik balon udara. Hahaha 😅
LikeLike
Ada tapi naik turun doang kagak terbang hahahaha.
UP itu emang film yang bikin baper, gue yang manly aja nangis :((((
LikeLike
Yaaah, nggak seru dong kalo gitu mah.
Karena yang manly juga punya hati, mas. 😄
LikeLike
Keren broooo…gw rencana bareng istri dan anak kesana antar Oktober dan Nopember, kalo untuk anak kecil usia hampir 2 tahun boleh gak ya naik balon udaranya?
LikeLike
Nah kalau untuk anak 2 tahun coba ditanyakan langsung deh ke operatornya. Tapi kasihan juga kalau anak kecil nanti gak bisa lihat, kan itu ember balonnya tinggi hehe.
Semoga lancar ya tripnya 😀
LikeLike
kak naik balon udara di bulan bisa tidak ya? apa ada bulan2 tertentu?
LikeLike
(((Naik balon udara di bulan)))
LikeLike