Ketika traveling, menggunakan moda transportasi seperti taksi atau mobil sewaan adalah hal yang sebisa mungkin saya hindari, karena biaya yang biasanya tak murah. Namun apabila terpaksa, karena mengejar waktu atau kebanyakan uang misalnya, apa boleh buat, mau tak mau saya harus menggunakan opsi terakhir ini.

Beberapa tahun belakangan, beragam pengalaman seru dengan mobil ketika traveling telah saya lalui. Mulai dari kecelakaan ketika berlibur ke Ujung Genteng, hampir muntah dalam perjalanan berliku ke Vang Vieng, hingga ditolak naik taksi di Tokyo. Termasuk beberapa pengalaman berikut ini:

Mui Ne, 2012

It’s a new car, only used for one kilometer.” Ucapnya seraya membukakan pintu untuk kami, dan bagasi untuk Ahwan barang bawaan kami. Saya memperhatikan mobil tersebut, benar-benar mobil baru, fresh from the dealer.

Yes, I know it from its smell.” Jawab saya yang disambut tawa renyah Mr. Ly. Saya duduk di jok depan mobil, sementara Mr. Ly ada di samping kiri saya. Iya, di Vietnam, setir mobil adanya di sebelah kiri sesuai dengan ideologi negaranya. Berlawanan dengan mobil di Indonesia pada umumnya. Waktu itu kami terpaksa menyewa mobil untuk mengantarkan kami ke Mui Ne, karena padatnya jadwal liburan, dan sudah tak ada transportasi malam ke Mui Ne dari Ho Chi Minh pada malam hari.

Mr. Ly mengatakan, bahwa perjalanan ke Mui Ne akan memakan waktu kurang lebih enam jam perjalanan dan saya kemudian meminta maaf karena pesawat kami mengalami delay sehingga membuat dia menunggu. “It’s okay.” Ujarnya.

Hoang Kim Golden Resort

Hoang Kim Golden Resort

Mobil sudah memasuki Mui Ne, ketika tangan nakal Mr. Ly membangunkan saya. Debur ombak terdengar di kejauhan, berpadu dengan gemerisik nyiur di pinggir pantai. Saya membuka jendela saya, mencari alamat hotel yang telah saya pesan sebelumnya melalui internet, dan meminta Mr. Ly berhenti ketika tiba di alamat hotel yang dimaksud.

Mr. Ly menghentikan mobilnya di depan hotel tersebut. “Klik.” Dia menutup seluruh kaca jendela, dan mengunci semua pintu mobil dengan central lock. Saya bengong, dan Ahwan melongo. Dengan senyumnya, dia berucap “Give me the payment, 100 dollars.”. Saya kemudian memberikan uang sewa mobil tersebut kepadanya, dan memutuskan untuk memberikan tip karena kebaikannya tadi, sebesar 100.000 Dong, atau saat itu senilai 50.000 rupiah. Dengan muka alim Akil Mochtar, saya memberikan uang tersebut ke dia “This is for you.”.

Pria itu terkekeh, kali ini dengan senyum yang terlihat sangat licik, “Give me 10 dollars more.” Serunya. Saat itu saya merasa kalau saya dijebak, dan dimanfaatkan. Setelah meraba paha saya, kenapa justru saya yang diminta membayar? Pandangannya yang buas menatap tubuh saya inci demi inci, dan saat itu pintu mobil masih terkunci. Saya takut ternoda, ya Allah.

Kolkata, 2013

BRAK!

Hari telah gelap di Netaji Subhas Chandra Bose International Airport ketika pintu belakang taksi kuning kami ditutup serempak. Pintu bagian kiri dibanting oleh seorang pemuda tinggi berkemeja dengan rambut ikal dan kulitnya yang legam, sementara seorang pria gemuk menutup kasar pintu sisi kanan kami. Keduanya membelalakkan matanya ke arah bangku belakang, tempat saya dan Ojie duduk dengan perasaan yang bercampur aduk, antara cemas atau pengin pipis. Tatapan mata mereka tajam mengarah kepada kami.

Give me Dollars!” ucap si gemuk membentak, sementara si pemuda memasukkan tangannya ke dalam mobil melalui kaca jendela yang memang tidak tertutup rapat. Dia membuka telapak tangannya, memaksa kami mengeluarkan uang, “Or Ringgit!” Hardiknya, setelah dia dan komplotannya membukakan bagasi taksi, dan membiarkan kami memasukkan barang bawaan ke dalamnya.

Situasi semakin mencekam kala beberapa anak kecil ikut mengerubuti taksi kami sambil berteriak meminta uang dengan bahasa India. Wajah-wajah polos yang dipaksakan supaya terlihat garang, menempel di kaca taksi, mengitari kami. Kami terjebak di dalam taksi, masih dengan busana lengkap, berharap ini hanya sekadar mimpi.

Kolkata Taxi

Kolkata Taxi

This car is broken.” Seorang pria India lainnya tiba-tiba mendekat dan berkata dari luar mobil dengan Bahasa Inggris yang patah-patah. “You have to change the car.

“Hah?” Kami saling bertatapan dengan ekspresi bingung, mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Pria tersebut belum beranjak dan masih berdiri di sisi mobil.

Ada apa lagi ini?” batin saya was-was.

Now get out!” Serunya, sambil membuka handle pintu. Belum ada lima menit kami duduk di dalam mobil—setelah melalui saga pemalakan yang terjadi, kini seorang pria lain datang, dan meminta kami turun. Dengan berat hati, kami turun dari taksi dan berpindah ke taksi lain, yang terletak tak jauh dari situ. Dan tentu saja kami menolak, ketika segerombolan orang mencoba membawakan barang bawaan kami.

Pria tersebut ternyata adalah supir taksi kami, dan ketika dia sedang berusaha men-starter taksinya, taksi yang sebelumnya dibilang rusak berjalan dengan mulusnya bersama tiga orang wanita Asia, meninggalkan taksi kami yang masih tak dapat menyala.

Mandalay, 2014

Seorang pria bersarung dengan Bahasa Inggris yang lancar mendatangi saya, Eki, dan Hardi di Terminal Bus Mandalay. Seperti yang sudah kami duga, dia datang untuk menawarkan jasa taksinya. Namun kami masih berembuk tentang apa yang akan dilakukan berikutnya, menerima pinangan si pria, atau mencari pria-pria lain yang lebih menggoda.

Karena rayuan manis dan perkatannya yang cas-cis-cus, kami akhirnya luluh dan bersedia menggunakan jasa sang pria dengan kesepakatan tertentu. Saya duduk di jok depan, sementara Eki dan Hardi berada di jok belakang mobil sedan tersebut. Seorang kawan si pria yang sedari tadi meringis membantu kami memasukkan tas punggung ke dalam bagasi, sebelum akhirnya dia ikut masuk ke dalam bagasi dan duduk dengan memeluk kakinya di samping tas kami.

Don’t worry, he’s my friend.” Jelas si pengemudi, yang membiarkan kami terheran-heran. “His name is So So.

Mandalay Hill

The guardian of Mandalay Hill

Saya sempat menduga bahwa So So hanya akan menebeng sampai kota, sebelum kami berkeliling Mandalay. Namun ternyata dugaan kami salah, dia masih ikut ketika kami check-in di hotel, masih tetap di sana ketika kami berkeliling ke beberapa kuil di sana, dan bahkan masih hidup ketika kami berhenti pada sebuah restoran di pintu masuk Mandalay Hill.

Uh, sorry.” Si pria pengemudi memanggil saya “I have an issue in the terminal. So I have to leave you.”

Saya melongo “WHAT?

But, don’t worry.” Dia menambahkan “So So will be your driver.” Yang disambut So So sambil meringis. Feeling saya mengatakan bahwa dia tak bisa Berbahasa Inggris, dan memang benar ternyata. Terbukti bahwa dia tak menanggapi perkataan yang saya katakan.

Berikutnya, So So memarkir mobilnya di kaki Mandalay Hill, sementara kami makan siang sebelum kemudian menyamar seperti warga lokal dengan memakai Thanaka bersama para pekerja restoran tersebut.

Sesaat sebelum mendaki 1.729 anak tangga di Mandalay Hill, kami mencari So So lagi, namun dia tidak ditemukan. Menghilang bersama mobil dan beberapa barang kami yang tertinggal dalam mobil.

Bali, 2015

Untuk yang satu ini saya tidak akan mengajak kamu merampok mobil, atau menipu turis namun justru akan mengajak kamu jalan-jalan dengan menggunakan Toyota New Rush selama 3 hari 2 malam di Bali dalam ajang #AdrenalineRush, dan menikmati serunya berbagai macam Adrenaline Sport di sana!

Cara mengikutinya, daftar dulu di Rush Blog Competition, lalu ceritakan “Kegiatan ekstrim apa yang akan kamu lakukan dengan menggunakan mobil Toyota Rush?” 

Event ini akan berlangsung mulai dari 21 Oktober 2014 hingga 7 Desember 2014 pukul 22:00. So, pastikan kamu tidak ketinggalan untuk mengikutinya. Oh iya, untuk tulisannya pastikan bahwa jumlah paragraf minimal adalah 4 (empat) paragraf atau kurang lebihnya 1.500 karakter.

So, tunggu apa lagi?

Ketika traveling, menggunakan moda transportasi seperti taksi atau mobil sewaan adalah hal yang sebisa mungkin saya hindari, karena biaya yang biasanya tak murah. Namun apabila gratis, terlebih jika menggunakan Toyota New Rush, saya pasti akan ada di urutan terdepan!