Kualitas atau kuantitas? Sedikit tapi berkualitas, atau banyak tapi tidak berkualitas? Kalau ditanya pertanyaan tersebut, pasti jawaban terbanyak adalah banyak dan berkualitas. Bangsat memang. Memang, kalau bisa banyak dan berkualitas, mengapa harus sedikit? Tapi kan dunia tidak selamanya adalah film Cinderella, karena ada kalanya kita menjadi Tom Hansen di 500 Days of Summer, kan?

Berbeda dengan tahun 2017 di mana saya men-challenge diri sendiri untuk pergi ke luar negeri setiap bulan dengan memertaruhkan karier sebagai travel blogger, tahun 2018 silam saya justru mengurangi tempo tersebut. Inginnya sih pergi sedikit saja namun berkualitas, sebuah alasan yang didukung oleh jatah cuti yang sedikit dan minimnya uang di tabungan setelah 2017 yang menguras semuanya. Sedih? Memang. Tapi inilah fakta bahwa seorang travel blogger tidak selamanya selalu hidup enak dan jalan-jalan terus seperti akun Instagram Do You Travel.

Selain kisah sedih yang saya alami sebagai travel blogger yang jarang jalan-jalan, tahun 2018 juga diwarnai dengan banyaknya insiden memilukan baik yang terjadi di tingkat nasional seperti meledaknya bom Surabaya akibat serangan teroris yang mengatasnamakan agama, gempa dan tsunami di Palu yang membuat rumah-rumah rata dengan tanah, hingga jatuhnya pesawat Lion Air rute Jakarta-Pangkal Pinang di perairan Karawang, Jawa Barat pada Senin, 29 Oktober 2018 yang juga membuat saya kehilangan seorang teman baik.

Di luar negeri, tahun 2018 juga ditandai dengan beberapa peristiwa yang kurang mengenakkan, seperti berita pembunuhan Jamal Khashoggi di Kedutaan Besar Arab Saudi, krisis Venezuela yang semakin parah, hingga skandal Perdana Menteri Malaysia Najib Razak atas hilangnya dana sebesar US$4,5 miliar pada kasus 1Malaysia Development Berhad.

Angka US$4,5 miliar tentu saja bukanlah jumlah yang sedikit, karena apabila saya mendapatkan uang halal dengan besaran seperti itu, pasti 2018 tidak menjadi tahun yang membosankan bagi perjalanan saya.

Januari: Halo Ambon!

Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya memulai 2018 dengan merayakannya dari balkon apartemen sambil sayup-sayup mendengarkan suara petasan dan kembang api yang terbang di udara sebagai pengantar tidur menikmati pergantian tahun. Ada alasan khusus mengapa saya memilih menghabiskan malam tahun baru di Jakarta, yaitu karena alasan finansial.

Ambon

Kabar baiknya, pada bulan ini saya mendapat kesempatan untuk menambah daftar provinsi yang sudah saya kunjungi di Indonesia, dengan mengunjungi Ambon pada akhir pekan, yang merupakan ibukota provinsi Maluku, dengan cara mendarat pada Bandara Pattimura, dengan pesawat udara –bukan pesawat telepon tentunya.

Februari: Anniversary in Sabang

Bulan Februari, atau bulan kasih sayang menurut sebagian orang termasuk saya, dihabiskan dengan merayakan anniversary pernikahan saya dengan Neng, dengan mengunjungi Banda Aceh yang syariah dan Pulau Weh yang alhamdulillah. Bagi saya, itu adalah kunjungan kedua ke Pulau Weh setelah mengunjunginya pada 2014, sementara bagi Neng, itu adalah kunjungan ke berapa ya, saya lupa bertanya.

Yang jelas, pasangan di bawah ini bukanlah kami, karena saya yang mengambil foto sunset-nya sore itu.

Pada bulan ini, saya juga diberikan kesempatan untuk tampil sebagai pembicara pada event Obsat untuk membicarakan hal-hal mengenai keuangan bersama Mas Aakar dari Jouska, yang pada saat itu belumlah sekaya sekarang. Belum pakai Rolex, maksudnya, eh.

Baca: Kaleidoskop 2012 – Hal-hal yang Terjadi Ketika Kiamat Tak Jadi Terjadi

Maret: Finally Africa!

Perjalanan berkualitas saya di tahun 2018 dimulai dari mengunjungi Afrika, yang juga merupakan benua kelima yang saya kunjungi setelah Asia, Australia, Amerika Serikat, dan Eropa. Kunjungan perdana ke Afrika yang didanai dari Whatravel ini, diawali dengan drama mendapatkan e-Visa Kenya, yang berlanjut dengan berhasilnya memperoleh Visa on Arrival Tanzania tanpa adanya Yellow Fever Vaccination, yang kemudian ditutup dengan mengikuti safari di Ngorongoro yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata, namun bisa disampaikan melalui blogpost. Sungguh setelah mengunjungi Afrika, saya merasa perjalanan ke Amerika Serikat dan Eropa menjadi tidak ada apa-apanya.

Setelah menginjakkan kaki pada lima benua di dunia, target saya berikutnya adalah mengunjungi Sembilan Benua di Tapak Sakti.

Selain mengunjungi Afrika bersama partner bisnis saya di Whatravel, pada bulan ini saya juga menyempatkan waktu untuk mengorganisasi sebuah perjalanan edukasi bersama Whatravel yang bertajuk Photowalk Jogja dengan menggandeng cahaya Instagram Arsya Socialjunkee.

April: Bulannya Berbagi

April 2018 menjadi bulan penuh catatan dan rekor bagi saya yang introvert ini setelah mendapatkan kesempatan untuk menjadi pengisi acara pada beberapa event di Jakarta, Majalengka, Garut, dan Banjar Patroman.

Lalu Majalengka mana suaranyaaaa?

Sharing Session @arievrahman

Sebagai salah seorang #SobatKemensetneg, saya juga mendapatkan kesempatan eksklusif untuk mengunjungi Istana Presiden di Cipanas dan menginap pada salah satu bangunan di komplek istana. Sebuah pengalaman menginap yang mungkin belum didapatkan oleh Bapak Prabowo Subianto hingga artikel ini ditulis.

Sebuah pengalaman buruk saya dapat bulan ini ketika menginap di Kampung Sampireun Resort & Spa, di mana pengalaman itu membuat saya kapok dan berjanji tidak akan kembali lagi ke sana, kecuali dibayar mahal, dengan Mazda 6 misalnya.

Baca: Kaleidoskop 2013 – Tahun Sial yang Membawa Keberuntungan

Mei: Kembali ke Kupang

Tiga tahun berselang sejak terakhir kali mengunjungi Kupang bersama Ipink Ibu Penyu yang telah tiada, kini saya kembali lagi ke sana pada kesempatan yang berbeda. Apabila sebelumnya saya mengunjungi Kupang hanya sebagai tempat transit sebelum melakukan road trip di Flores, maka kali ini saya berkesempatan menjelajah Kupang selama tiga hari.

Bukan, bukan untuk mencicipi Se’i Babi yang haram, melainkan untuk mengujungi Kampung Berseri Astra yang memesona.

Kupang

Pengalaman seru lain yang saya dapatkan pada bulan ini adalah ketika mendapatkan undangan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai guna mendatangi Bandara Soekarno-Hatta untuk melihat langsung prosedur pemeriksaan terhadap barang bawaan penumpang termasuk bagaimana berinteraksi dengan tim K-9 yang saat itu sedang bertugas. Sebuah pengalaman yang tak terlupakan, karena saya bisa berada satu frame dengan Rachel Vennya.

Juni: First Tan Country Visit – Uzbekistan

Perjalanan berkualitas lain yang saya lakukan pada 2018 adalah ketika berkesempatan mengunjungi negara Tan yang berada di Asia Tengah, yaitu Uzbekistan. Walaupun sebelumnya saya pernah mengunjungi negara Stan lain, yaitu Korea Selatan, namun pengalaman mengunjungi Uzbekistan menjadi pengalaman yang luar biasa karena dilakukan pada musim panas di Bulan Ramadan, yang dilakukan sekaligus untuk menguji keimanan saya –terhadap wanita-wanita Uzbekistan.

Uzbekistan Restaurant

Ramadan di Uzbekistan, bukan berarti saya berlebaran di sana, karena status cucu dalam keluarga saya bisa dicabut apabila saya tidak sempat pulang kampung ke Pati untuk melaksanakan salat ied berjamaah. Pada bulan ini pula, saya memulai sebuah bisnis baru dengan partner baru, yaitu bisnis umrah di Alexandria Journey.

Sebuah keputusan yang akhirnya saya sesali.

Baca: Kaleidoskop 2014 – Tahun Penuh Pencapaian

Juli: Akhirnya Mampir ke Batu

Setelah belasan tahun bekerja di kantor, ini adalah kali kedua saya mendapat tugas ke luar daerah yang agak jauh dari Jakarta. Setelah sebelumnya diminta untuk mengikuti forum di Manado pada tahun 2013, tahun lalu saya diminta untuk menjadi peserta workshop yang diadakan di Malang, tepatnya di Batu.

Ini adalah kali pertama saya dapat menikmati kesejukan kota Batu, setelah sebelumnya hanya numpang lewat saja karena selalu ramai ketika akhir pekan, kini saya mencatatkan sejarah bagi diri sendiri dengan mengunjungi Batu Secret Zoo.

Batu Secret Zoo

Sebuah kabar mengagetkan juga menyejukkan datang dari Neng bulan itu, sebuah kabar yang berbunyi “Aku hamil, Mas.”. APAAHHHHH???? Gawat, sepertinya saya lupa pakai pengaman malam itu.

Agustus: Istana Negara dan Menyapa Ampana

Satu peristiwa penting yang saya ikuti di bulan Agustus ini adalah ketika diberikan kesempatan untuk mengikuti upacara 17 Agustus di Istana Negara, sebuah pengalaman tak terlupakan yang membuat saya menitikkan air mata, karena datang terlambat dan mendapat tempat di belakang. Walaupun tidak sempat bertemu dan bersalaman dengan bapak presiden, saya yang biasa mendapat tugas membaca Pembukaan UUD ketika SD cukup bangga menjadi salah satu orang yang mendapat undangan spesial ini.

Ya, walaupun tidak memakai baju adat Jawa yang menunjukkan sisi mas-kulin atau baju adat Papua yang menonjolkan kejantanan, namun saya masih bersyukur dapat pinjaman beskap berikut ini.

17an Istana

Pada bulan ini pula, saya merintis usaha baru untuk menjadi konsultan pariwisata di bawah bendera Tamasya Kreasi, walaupun sayang usaha ini tidak bertahan lama karena adanya konflik internal. Namun walaupun demikian, dari Tamasya Kreasi ini saya berhasil Menyapa Ampana dan membawa teman-teman untuk melakukan media trip di Togean.

Pada bulan ini, seharusnya saya dan Neng dijadwalkan untuk bertamasya ke Melbourne, namun karena kehamilan yang dialami, perjalanan ini menjadi tertunda dan dibatalkan.

Baca: Kaleidoskop 2015 – Tahun Penuh Kejutan

September: Day Trip to Cirebon

Bulan September, diawali dengan one day trip dari Jakarta mengunjungi Cirebon sambil menjajal ketangguhan Toyota Agya yang sebelumnya saya anggap remeh. Walaupun hanya sehari, namun kami berhasil mengunjungi beberapa spot kuliner juga wisata alam di Cirebon dan sekitarnya. Pada perjalanan tersebut saya juga belajar menjadi vlogger seperti video di bawah ini, sebuah profesi yang tidak saya seriusi supaya tidak menyaingi Atta Halilintar.

ASHIAAPPPPP!

Setelah lima tahun bekerja di satu lokasi yang sama, bulan ini saya dipindahkan ke lokasi kantor yang lain. Walaupun sudah betah bekerja pada kantor terdahulu, kali ini saya harus keluar dari comfort zone sebelumnya dan mencari comfort zone lain. Harapannya semoga di manapun saya bekerja dapat selalu betah dan bermanfaat bagi yang lain.

Oktober: Night at The Museum

Sebuah undangan menarik saya terima dari Komunitas Historia Indonesia melalui Kang Asep Kambali yang menawarkan untuk mengikuti acara walking tour keliling Museum Sejarah Jakarta. Namun acara tersebut bukanlah acara biasa, karena dilakukan pada malam hari, dengan konsep silent walking tour, di mana para peserta akan diminta mengenakan headphone nirkabel yang langsung terhubung dengan microphone yang dikenakan oleh Kang Asep.

Konon, acara Silent Walking Tour Night at The Museum ini adalah yang pertama di Indonesia.

Museum Sejarah Jakarta - Night at Museum

Berbicara tentang yang pertama, pada bulan ini, bisnis umrah saya bersama Alexandria Journey juga memberangkatkan sekelompok jamaah untuk pertama kalinya ke tanah suci. Sebuah keberangkatan pertama yang juga menjadi keberangkatan yang terakhir dari bisnis ini, karena adanya konflik internal.

Sedih, pastilah sedih, karena sudah kehilangan modal, kepercayaan, dan juga hubungan pertemanan akibat bisnis yang gagal. Tapi life must go on, tanpa perlu ke On Clinic.

Baca: Kaleidoskop 2016 – Seharusnya Menjadi Tahunnya Bahagia

November: Travel Fair Perdana Whatravel

Kamu pernah datang ke travel fair di sebuah mal yang ramai? Atau datang ke travel fair di lokasi yang sepi? Saya yakin kalau untuk pertanyaan pertama pasti kamu sudah pernah, namun untuk pertanyaan kedua, saya menebak kamu pasti belum pernah karena tidak datang ketika Whatravel mengikuti sebuah travel fair yang diadakan di ICE BSD, yang mana SEPI BANGET ANJJJJ. 

Entah karena kurang promosi online, atau lokasinya jauh, atau promo yang ditawarkan di acaranya kurang menarik, sehingga pengunjung yang datang ke sana masih bisa dihitung jari. Sebagai pelaku bisnis, saya dapat mengatakan ini adalah sebuah kerugian, karena sudah keluar modal untuk layouting booth, namun tidak ada konversi ke sales, pun awareness.

Whatravel Travel Fair

Sebuah prestasi saya bukukan di tahun ini di mana artikel saya yang berjudul 10 Alasan Mengapa Sebaiknya Kamu Tak Perlu Membelikan Oleh-oleh menjadi sebuah artikel yang viral, yang mengalahkan ketenaran saya sendiri. Sebuah prestasi tersendiri bagi travel blogger ketka artikelnya bisa lebih viral dari penulisnya.

Desember: Shangri-La & Babymoon

Perjalanan berkualitas terakhir pada 2018, saya lakukan di penghujung tahun, di mana saya mengunjungi Bhutan yang eksklusif, yang merupakan negara di mana tak semua orang yang mau traveling mampu ke Bhutan, dan tak semua orang yang mampu traveling, mau ke Bhutan. Bhutan, adalah negara yang dikatakan sebagai The Happiest Place on Earth, juga negara yang dikatakan memiliki Shangri-La terakhir di dunia karena keaslian dan keeksotisannya.

Dengan menjadi trip buddy dari Whatravel yang membawa tamu sebanyak lima belas orang –yang alhamdulillah menjadi semakin bahagia sepulang dari Bhutan, saya merasa bersyukur telah mendapat pengalaman baru dengan mengunjungi negara ke-41 sepanjang pengalaman traveling saya.

Sebagai ganti perjalanan ke Melbourne yang tertunda dan dibatalkan, saya mengajak Neng untuk mengunjungi Hong Kong dan melakukan babymoon. Adapaun ringkasan mengenai perjalanan kami ke Hong Kong dapat disaksikan melalui video di atas, yang tentu saja tidak akan viral.

Baca: Kaleidoskop 2017 – Tahun Pertaruhan Karier

Apabila pada tahun 2017 saya berhasil mengunjungi 18 negara selama 12 bulan, maka tahun 2018 ini saya hanya mengunjungi enam negara, di mana lima di antaranya adalah negara baru, yaitu Kenya, Tanzania, Uzbekistan, Nepal, dan Bhutan. Seperti yang saya katakan di awal, sedikit tapi berkualitas.

Lalu bagaimana untuk tahun 2019? Sepertinya makin sedikit lagi perjalanan yang akan saya lakukan, karena pada 22 Maret 2019 lalu, saya dan Neng baru saja dikaruniai seorang putra bernama Prabu Panerus Kabecikan yang membuat hidup saya semakin berkualitas. Walaupun di tahun ini saya perkirakan akan  semakin sedikit perjalanan yang dilakukan, namun saya berharap perjalanan tersebut menjadi semakin berkualitas. Seperti saya.