
10 Alasan Mengapa Sebaiknya Kamu Tak Perlu Membelikan Oleh-oleh, Nomor 5 Akan Membuatmu Tercengang!
arievrahman
Posted on November 30, 2018
Halloween dan Thanksgiving bukanlah budaya kita; budaya kita adalah meminta oleh-oleh kepada kawan, kerabat, dan keluarga yang akan dan sedang jalan-jalan. Benarkah demikian? Lebih sering mana kamu mendengar kawan, kerabat, dan keluargamu berkata “Jangan lupa oleh-olehnya!” dibanding mengucap “Hati-hati di jalan.”, “Take care and have fun!“, “Safe flight!“, ataupun “Titip salam buat Pangeran Charles!” ketika mereka mengetahui kamu akan jalan-jalan?
Atau malah, jangan-jangan perkataan “Jangan lupa oleh-olehnya!” adalah sebuah standar basa-basi yang diucapkan ketika mengetahui seseorang yang kamu kenal akan dan sedang jalan-jalan? Ataukah itu ucapan lain untuk menyatakan “Hati-hati di jalan” seperti saya yang biasa berkata “Sudah makan belum?” untuk menunjukkan rasa sayang. Tapi kalau memang ini adalah sebuah basa-basi, maka ini adalah sebuah basa-basi yang buruk.
Sama buruknya seperti pedagang cendera mata yang terus memaksamu membeli sesuatu yang mereka dagangkan, walaupun kamu sudah bilang tidak. Walaupun tidak lebih buruk dibanding kamu di iklan layanan masyarakat yang berkata tidak, pada(hal) korupsi.

Pedagang cendera mata di Perbatasan Kenya – Tanzania
Seperti laiknya rayuan pedagang cendera mata yang menyebalkan, tangisan mantan yang mengajakmu untuk balikan, ataupun doktrin dari para pengantin bom, permintaan membawa oleh-oleh tersebut secara tidak langsung akan masuk ke dalam pikiran dan relung hati yang terdalam, yang kemudian menjadi sebuah beban tersendiri yang akan terus menghantui si pejalan sepanjang liburan.
Pejalan ini, sebut saja saya, adalah seseorang yang memang kerap mendapatkan permintaan untuk membelikan oleh-oleh setiap kali saya jalan-jalan. Bayangkan, kalau misalkan pada 2017 saya jalan-jalan sesering ini, berapa banyak permintaan oleh-oleh yang saya dapatkan?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oleh-oleh berarti “sesuatu yang dibawa dari bepergian; buah tangan”. Walaupun sudah disebutkan bahwa oleh-oleh berarti sesuatu yang dibawa dari bepergian, namun mengapa mereka menolak kalau saya berikan pakaian yang kotor untuk dicuci, dompet yang kosong untuk diisi, dan fisik yang lelah untuk dipijat?
"Oleh-olehnya mana?" "Tempelan kulkas gak ada?" "Kok gak bawa makanan khas sana?"
Saya kan jalan jalan pakai uang sendiri dan pakai jatah cuti sendiri, tapi mengapa kalau tidak membawa apa-apa, mereka yang marah? Herman deh. Herman Kardon.
Sebagai seorang pejalan, saya mempunyai 10 alasan, mengapa tidak sebaiknya kamu membelikan oleh-oleh bagi kawan di kantor, kerabat di rumah, dan keluarga di kampung halaman, yaitu:
1. Memberikan Oleh-oleh Bukanlah Sebuah Kewajiban
Entah sejak kapan perihal memberikan oleh-oleh ini menjadi sebuah kewajiban di Indonesia, di mana seseorang yang meninggalkan (untuk pergi ke daerah lain), diharapkan, atau kalau tidak diharuskan, membawa pulang oleh-oleh untuk yang ditinggalkan. Perasaan, mantan-mantan saya tidak seperti itu tuh? Kalau mau meninggalkan, ya meninggalkan saja, tidak harus memberikan apa-apa selain kesedihan di dalam hati.
Kan aneh.
Lagian, memberikan oleh-oleh kok dijadikan kewajiban. Kewajiban itu salat lima waktu dan berbakti kepada orang tua. Lalu wajib belajar sembilan tahun, juga wajib menaati peraturan lalu lintas. Kalau memberikan oleh-oleh menjadi kewajiban, harusnya kamu berhak dong mendapat ganti berupa reimbursement atas semua biaya yang timbul sepanjang perjalanan, dan bisa di-mark-up seperti kunjungan kerja anggota dewan yang tidak benar.
Paling-paling, kalau kamu bawa oleh-oleh pun cuma diberikan ucapan terima kasih, atau bisa-bisa masih ada yang nyeletuk “Kok cuma ini?”
2. Mencari Oleh-oleh Itu Merepotkan
“Aku gak usah diberikan oleh-oleh.” Kata seorang teman. “Tapi aku minta dikirimkan kartu pos dari sana.”
YEEE SAMA AJA ONCOM! Memangnya dipikir mencari kartupos zaman sekarang itu mudah? Okelah kartu pos mungkin hanya seharga beberapa sen, tapi kan kita harus membeli perangko lagi –berpikir apakah akan dikirim biasa atau kilat atau kilat khusus, menempelkannya dengan air liur, lalu mencari kotak posnya, kalau ketemu. Lagian, ini kan sudah bukan era The Marvelettes (1961) atau The Carpenters (1975) yang merengek meminta Mr. Postman untuk mencari surat cinta dari sang kekasih di dalam tasnya.
“Kamu gak mau aku e-mail saja?”

Habis beli oleh-oleh di Hard Rock Cafe, Baku, Azerbaijan
Bayangkan juga kamu sedang akan jalan-jalan, lalu mendapat daftar titipan permintaan oleh-oleh, dengan jenis barang yang aneh-aneh, dan alamat toko yang berbeda-beda. Atau contoh sedikit ekstremnya, ketika kamu sedang bersiap menunaikan ibadah umrah atau haji, lalu orang-orang sekitar datang kepadamu dan menitip doa, supaya diangkat penyakitnya, dilancarkan jodohnya, ataupun dijauhkan sembelitnya.
Sementara kita tahu, bahwa kita memiliki…
3. Waktu yang Terbatas Ketika Jalan-jalan
Sebagai seorang karyawan, saya, mungkin juga kamu, pastinya hanya memiliki waktu yang terbatas untuk jalan-jalan. Mana cuti cuma 12, yang sudah diirit-irit dan terpaksa terpotong karena tipes, lalu ketika hendak melakukan perjalanan impian ke Jepang selama seminggu, ada yang berkata “Eh, gue nitip Tenga dong!”
Masa iya, saya harus meluangkan waktu liburan yang sangat precious ini hanya untuk mencari barang titipan kamu yang bejat itu di Adult Shop Akihabara? Bagi kebanyakan orang Indonesia, biasanya sepertiga waktu liburan akan dihabiskan untuk mencari oleh-oleh. Sementara bagi saya, sepertiga waktu malam saya habiskan untuk tidur.

Pusat perbelanjaan di Myeongdong, Seoul, Korea Selatan
“Iya, ntar gue cariin.” Jawab saya. “Tapi gak janji ya, senemunya saja.”
“Yah, jangan gitu dong, Bro.” Jawabnya kembali “Please dong, cariin.”
“Iye, iye, ntar gue cariin.”
“Nah, gitu dong.”
“Tapi duitnya, mana?”
“Pakai duit lu dulu dong, bro!”
ESIBANGSAT!
4. Belum Tentu Kita Membawa Banyak Uang
Ya, berjalan-jalan bagi kita, para sobat misqueen, tidak dapat disamakan dengan ulah Crazy Rich Surabayan ketika liburan dan melakukan sesi pemotretan pre-wedding di lima benua. Saya yang hanya melakukan sesi pemotretan pre-wedding di lima waktu salat merasa minder menonton video tersebut.
Kita jalan-jalan saja nabungnya lama, kadang sampai irit makan dan banyak minum, masa situ main nitip-nitip saja dan minta ditalangin dahulu. Memangnya kita tukang talang air? Belum kalau titipannya adalah tas branded dari La Valle Village. Sudah antrenya panjang, belum tentu kalau sudah di dalam tokonya, kita masih memiliki kemampuan finansial untuk membelinya.
Coba saya kenal Jouska dari dulu, ya.

Branded Outlets di La Valle Village, Paris, Perancis
Berjalan-jalan, bukan berarti pergi membawa uang banyak seperti halnya Pablo Escobar dan jamaah haji asal Mamuju. Ketika liburan, saya biasa membawa uang secukupnya, dan menyisakan sebagian di ATM yang dapat diambil kapan saja, sepanjang ada ATM-nya. Untuk mengambil uang di ATM ini tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan orang yang sedang berzikir, karena kita harus mencari mesinnya, memasukkan kartunya, berusaha mengingat-ingat PIN ATM yang pasti beda dengan password Instagram, dan mengambil uang yang ada di dalamnya, tentunya ditambah service charge yang lumayan apabila melakukan pengambilan di luar negeri.
Itu juga kalau masih ada uangnya, nah kalau sudah habis untuk bayar KPR, bagaimana? Daripada membelikan oleh-oleh, bukankah lebih baik kalau uangnya kita pakai di jalan Allah? Menyumbang masjid atau menyantuni anak yatim, misalnya.
Uang habis, tenang, masih ada kartu kredit. Kalau masih ada limitnya. Okelah, katakan kamu sudah berhasil dapat oleh-oleh, maka yang perlu kamu ingat berikutnya adalah…
5. Tidak Semua Orang Suka Diberikan Oleh-oleh
Ya, kasus yang aneh tapi nyata, seperti misteri hilangnya Edi Tansil dan tahi lalat Eno Lerian, bahwa tidak semua orang di Indonesia ini suka diberikan oleh-oleh.
Saya pernah memberikan mantan saya sebuah snow-ball dari destinasi yang saya kunjungi, karena saya tahu dia mengoleksi snow-ball dari negara-negara yang pernah dikunjunginya. Namun alih-alih senang, dia malah kesal ketika saya belikan snow-ball tersebut, karena dia berprinsip bahwa snow-ball yang dikoleksinya, harus dibeli sendiri dari tempat yang pernah dia kunjungi, bukan pemberian orang lain.
Sejak saat itu, saya berniat memberikannya Dragon Ball. Namun sayang, kami keburu putus sebelum sempat mengumpulkan ketujuh bola naga dan memanggil dewa naga untuk memintanya mengembalikan tahi lalat Eno Lerian.

Pedagang jersey KW di emperan Santiago Bernabéu, Madrid, Spanyol
Well, mungkin memang oleh-oleh bukan diciptakan untuk semua orang, mungkin memang tidak semua orang berhak dan pantas untuk mendapatkan oleh-oleh, dan mungkin memang…
6. Oleh-oleh Hanya Ditujukan untuk Mereka yang Spesial
Sudah selayaknya, oleh-oleh hanya ditujukan untuk mereka yang spesial, untuk mereka yang memiliki arti di hidup ini. Saya biasa membelikan mama kain atau kerajinan khas dari destinasi yang saya kunjungi, dan membelikan magnet kulkas untuk saya sendiri. Murah meriah, yang penting ada kenang-kenangan.
Terakhir, saya membelikan sebuah lukisan di bawah ini, untuk bos saya yang baik, yang selalu mengizinkan saya untuk cuti, sepanjang kerjaan sudah selesai.

Pedagang oleh-oleh di Tashkent, Uzbekistan
Kalau semua orang dibelikan oleh-oleh, maka tidak ada yang spesial dong? Ya begitulah, kamu perlu tahu bahwa kita semua diciptakan sama, tidak ada yang spesial, kecuali Indomie Rebus rasa Ayam Spesial dengan bungkus warna oranye. Lalu, orang yang dibelikan snow-ball tadi juga tidak spesial dong, Bang?
Maaf, saya no comment. Saya sedang memikirkan tentang oleh-oleh, tolong jangan ditambah lagi dengan …
7. Membuat Beban Moral dan Menambah Beban Pikiran
Hal lain yang mungkin tidak kamu sadari adalah bahwa titipan oleh-oleh dapat membuatmu memiliki beban moral serta menambah beban pikiran bagi kita para pejalan. Tidak membawa pulang sesuatu, dapat menyebabkan rasa bersalah, perasaan tidak enak, risiko terkena ghibah di kantor, serangan mulut netizen, dan gangguan psikologis lainnya.
Lalu bagaimana solusinya? Apakah terpaksa membeli oleh-oleh? Ya, kalaupun terpaksa, paling tidak niatkan ikhlas karena Allah Ta’ala, dan doakan bahwa dengan oleh-oleh yang dibeli, kamu dapat membantu perekonomian lokal sehingga usaha kecil menengah dapat tumbuh, hingga menjadi unicorn.

Seniman lokal di Moshi, Tanzania
Kalau mau enak sih, cuekin saja semua titipan oleh-oleh tersebut, sehingga kamu dapat liburan dengan tenang dan nyaman tanpa beban moral dan beban pikiran. Kalau masih tidak kuasa menolak, pertimbangkan pula bahwa oleh-oleh yang kamu bawa itu dapat…
8. Menambah Berat Tentengan dan Kadang Membuatmu Terpaksa Menambah Jatah Bagasi
Saya terbiasa membawa tas lipat untuk menampung segala macam kebutuhan ketika traveling, seperti misalnya untuk tempat pakaian kotor, untuk membawa peralatan mandi yang basah, hingga sebagai media penyimpanan tambahan apabila saya terpaksa membawa banyak oleh-oleh. Saya pernah membelikan banyak sekali titipan magnet di Azerbaijan, yang mengakibatkan tas lipat yang saya gunakan robek karena tidak mampu menahan berat oleh-oleh tersebut, padahal paling hanya 1-2 kilogram saja beratnya.
Bayangkan, bagaimana kalau ibu-ibu yang berniat membawa pulang kurma dari Arab seberat puluhan kilo ini? Kalau ada kecoa nyelip kan gak ketahuan.

Toko Kurma di Madinah, Arab Saudi
Dengan barang bawaan yang bertambah, maka otomatis berat bagasi ikut bertambah. Lalu bagaimana kalau jatah bagasi kita terbatas? Tujuh kilo untuk barang bawaan di kabin, dan dua puluh kilo untuk bagasi, sementara barang bawaan termasuk oleh-oleh yang akan dibawa pulang sudah mencapai lima puluh kilo?
Ya mau tidak mau, solusinya adalah menambah, atau membeli tambahan jatah bagasi lagi. Yang nitip oleh-oleh mana mau tahu perihal ini, kan yang penting tinggal ongkang-ongkang kaki, terima beres. Kalau gak dibawain oleh-oleh? Ya tinggal dighibahin.
Sebagai gambaran, berikut adalah biaya kelebihan bagasi AirAsia untuk penerbangan domestik, yaitu Rp117.000,- per kg dan Rp155.000,- s.d. Rp190.000,- per kg untuk rute internasional.
9. Perihal Bea Masuk dan Pajak di Bandara
Untuk mengakali titipan oleh-oleh dan permintaan untuk mencarikan barang tertentu, saya pernah membuka layanan ‘jastip’ ketika berlibur ke Jepang tahun lalu. Dari jatah lima hari liburan, sekitar dua hari saya habiskan untuk mencari barang-barang titipan orang tersebut. Ya, daripada dititipi oleh-oleh tapi tidak dikasih duit, mending saya bisniskan sekalian, bukan?
Dari bisnis jastip tersebut, alhamdulillah saya berhasil mendapatkan keuntungan melebihi UMR Jakarta. Bayangkan kalau saya juga berbisnis MLM, pasti akan berlipat ganda uang saya, kalau tidak kena tipu upline dan terjebak Skema Ponzi.
Jastip harus mahal, karena waktu, tenaga, juga pikiran kita yang berharga harus dikorbankan untuk mendapatkan barang titipan tersebut.
Risiko lain yang perlu diingat dari membawa banyak barang dari luar negeri ke Indonesia adalah, kemungkinan adanya pengenaan bea masuk dan pajak impor di bandara ketika kedatangan kita di Indonesia. Hal ini yang mungkin tidak dipahami oleh mereka yang meminta oleh-oleh dan mengharap dibelikan barang titipannya. Karena cebong mana ngerti?

Hasil Jastip Jepang
Untuk kamu yang ingin tahu bagaimana ketentuan bea cukai dan pajak yang berlaku bagi barang-barang yang akan masuk ke Indonesia, kamu dapat membaca Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-203/PMK.04/2017 tanggal 27 Desember 2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
Well, kurang lebihnya adalah bahwa barang bawaan yang diberikan fasilitas pembebasan bea masuk adalah barang bawaan dengan nominal sebesar USD500/orang/kedatangan. Pusing? Tidak perlu kau hiraukan, karena pada akhirnya…
10. Jalan-jalan adalah Proses Menyenangkan Diri Sendiri
Perjalanan, sejatinya adalah sebuah proses aktualisasi diri, di mana kamu akan ditantang untuk menggunakan semua aset yang ada pada diri kamu, semaksimal mungkin, untuk meraih sesuatu yang mungkin bernama kebahagiaan, atau kepuasan batin, you name it. Perjalanan adalah sebuah proses untuk menyenangkan diri sendiri, bukan orang lain.
Kalau pada akhirnya dengan menyenangkan orang lain, kita dapat bahagia, maka lakukanlah, belilah oleh-oleh yang banyak, dan lupakan apa yang sudah dikatakan artikel ini pada poin 1-9. Karena bagi saya, kebahagiaanmulah yang utama.

Pedagang matryoshka di Izmailovo Market, Moscow, Russia
Bagi saya, oleh oleh terbaik yang bisa saya dapat dari seseorang yang pergi traveling adalah pengalaman yang didapatkannya, cerita yang diletupkan berapi-api tentang bagaimana dia menikmati perjalanannya dengan mengatasi berbagai tantangan yang ditemuinya. Kisah bagaimana sebuah perjalanan dapat mengubah hidup seseorang, adalah oleh-oleh paling berharga yang bisa saya dapatkan, bukan magnet kulkas, gantungan kunci, ataupun papan selancar mini bertuliskan ‘Bali’.
PS: Artikel ini ditulis 'just for fun' tanpa bermaksud menyakiti atau menyindir pihak-pihak tertentu. Peace, love, and gaul.
kak mau oleh-oleh.. awas kalau gak…
LikeLike
Huvttt, mau apasiii~
LikeLike
dan biasanya yang minta oleh oleh itu orang yang ngga dekat dekat amat sama kita 😅
LikeLike
Wakakaka, ada benarnya sih ini :)))))
LikeLike
Wah….senyum-senyum sendiri bacanya, pengen nge-share di medsos pasti langsung ada yang tersindir 😉. Saya suka kasih oleh-oleh buat temen sebagian (aja) di kantor, tapi ya engga ke personal ngasihnya, beli sesuatu yg bisa buat sebagian, misalnya coklat, teh sachet, tapi itu pun harus ‘siapa cepet dia dapet’. Tapi kalau ada yang niat nitip, ya saya terang-terangan minta duitnya dulu plus ongkos jalan sekian persen itupun dengan catatan belum tentu dapet titipannya tergantung dari berbagai macam faktor. Sadis ye… 😁.
LikeLike
Hahaha, ayo share di medsos kak! Ini mau aku share di FB tapi masih mikir mikir hahaha.
Terima kasih juga untuk sharingnya, emang sabaiknya kita bisniskan saja yang pada nitip nitip ini haha. Biar beban berkurang 😀
LikeLike
Apalagi dibilang nya gini bang
“Jangan lupa oleh-oleh yah , kalau gak ada gak boleh pulang”.
Lah dia yang ngatur kita pulang apa gak. Emang dia siapa yah bang ?
Wkwkwkkwkw.
LikeLike
wkwkwk anjir, emak kita aja kagak begitu. Dia aja suruh pulang kagak usah nongol lagi wkwkwkwk.
LikeLike
nomer pitu bukane anu ra ndue duwit ya mas? hahaha
LikeLike
hahaha, bahasa aluse wae wkwk.
LikeLiked by 1 person
Maka dari itu, kadang aku kalau pergi suka diem diem sih. Tau tau upload foto habis dari tempat A,B,C gitu. Biar nggak dimintain oleh-oleh. Anu saya sobat miskin, wkwk
LikeLike
Aku susah nih mau diem-diem, huhuhu. Satu tahu, jadi sekantor tahu.
LikeLike
Kalau kita spesial untuk orang itu, nggak dimintain juga dibawain. Intinya jangan ngerepotin deh, ikut iuran bayaran dia liburan kagak 😛
LikeLike
Nahhhh! Tul! Kalau spesial pasti kita inget kok kalau pas lagi jalan, hahaha. Tapi seru juga ya kalau ada yang jalan-jalan tapi dibayarin yang pada nitip oleh-oleh 😀
LikeLike
Awal2 sering traveling memang suka kesel vanget kalau dititpin oleh2. Makanya sekarang tiap abis beli tiket kemana gitu diam aja.. lalu ngajuin cuti dengan dalih utusan keluarga..
Keluarga dimanaa?? Alhamdulillah keluarga saya dimana2 dan keluarga siapa aja saya akuin dehh. Yg penting bs jalan2..
Wkwkkwkkwkwkk
LikeLike
(((cuti dengan dalih urusan keluarga))) hahaha nice one, aku belum cobain sih.
wkwkwkwkwk
LikeLike
Daku pernah jalan jalan mas, dititipin cari sendal, semua rencana liburan hambur. Harus muter sana sini, suami cemberut, Dirga nangis kecapekan, dan ketika sendalnya gak dapat sesuai dengan keinginan “Si penitip”, dia nya yang marah hihihi.
Sejak saat itu, kalau liburan gak pernah mikir oleh oleh, hihihi
LikeLike
Wahahaha cuma gara-gara sandal, liburan berantakan, cerita yang seru!
Emang jangan dipikirin haha, yang pertama harus dipikirin adalah diri sendiri :))
LikeLike
Untuk menghadapi ocehan para penagih oleh-oleh yang kadang kata-katanya suka bikin elus-elus dada ini memang kitanya harus punya mental dan iman yang kuat. 🙂 Lama-lama sih saya kebal, dan para penagih oleh-oleh yang ada di sekitar saya pun juga tau sepedes apapun mereka ngomong gak akan ngaruh ke saya, hehe..
LikeLike
(((mental dan iman yang kuat))) mentalnya sih ada, imannya yang lemah hahaha. Emang The Art of Not Giving A Fuck ini ada benarnya yah 😀
LikeLike
Terkadang saya bingung ketika punya niatan untuk membawa oleh-oleh dari daerah tujuan jalan-jalan. Bingung oleh-oleh apa yg mau diberikan… terlebih untuk manfaatnya…masa dari dulu cuma tempelan kulkas…itu kalo punya niatan dari sebelum brngkt pengen bawa oleh-oleh.. tapi kalo nggk ada niatan, pasti nggak beli oleh-oleh sama sekalihehe
LikeLike
Wehehehe, kadang kepikiran begitu juga sih, tapi terus berpikir “Ya udah deh daripada gak ada, beliin tempelan kulkas lagi”.
LikeLike
Teman2 sepertinya udah tahu kalau saya nggak akan bawain mereka sesuatu. Jadi udah pada biasa aja pas gw muncul abis ilang dari kantor. Kalo dighibah, biarin aja asal mereka bahagia
LikeLike
Wakakaka, keren-keren! Yang susah emang kalau kitanya sendiri yang gak enakan ya 😀
LikeLike
bener, jalan2 itu untuk diri sendiri bukan orang lain hahahaa
LikeLike
Iyak betul! Yang penting diri sendiri bahagia dulu kan.
LikeLike
Bener banget, di salah satu poin disebut “oleh-oleh memang hanya untuk yang spesial”.. soalnya selama ini memang cuma orang tertentu yang gw kasih oleh-oleh 🙂
LikeLike
Hihi, jadi aku gak spesial nih? Hahahaha
LikeLike
Pernah waktu liburan di Eropa, tiba-tiba ada teman SMA yang sudah lebih dari lima tahun ga komunikasi sama sekali kirim pesan lewat FB dan minta dibeliin sesuatu.
Kalau dia kirim duit sih ga masalah, lha ini ga pernah ngobrol tiba-tiba minta dibeliin barang. Gatau aja selama liburan sering makan indomie biar hemat 😦
LikeLike
Ahh ku juga kayak gini pas ke Europe kemarin temen yg nyapa aja ga pernah tiba2 pada langsung nyapa2 sambil nitip.
LikeLike
wkwkwkwk~ aqu maw nitip juga dong kaaak!
LikeLike
Whaaattt! Bisa-bisanya, lima tahun gak komunikasi tiba-tiba minta sesuatu. Jadi sekarang masih dianggap teman gak? Haha. Atau akhirnya terpaksa dibeliin barangnya? Liburan mah biasanya gabungin sarapan sama makan siang sekalian hahaha.
LikeLike
Bener banget! Sudah saatnya di pendidikan etika di sekolah diajarkan supaya orang nggak nitip oleh-oleh.
LikeLike
Hahaha ide bagus tuh! Masukin ke kurikulum PMP.
LikeLike
Ketika ongkos pas pas an ditagih oleh oleh pula. Rasanya seperti di palakin preman …hhaa
LikeLike
LOL! Kejadian juga kemarin ketika kartu ATM ga bisa dipakai di Nepal sementara belum beli oleh-oleh buat kantor haha. Kzl.
LikeLike
Kalo emak yang nitip sih wajib dibelikan… ibu negara gitu loh.. diatas segalanyaa 😂
LikeLike
Kalau emak sih sudah otomatis masuk list hahaha. Pasti dibelikan walau ga minta sekalipun, kalau inget tapi wkwkwkw.
LikeLike
Hai bagi kalian yang ingin liburan murah dipadang silahkan kunjungi website kami http://www.wisatamurahpadang.com/ atau hubungi +62 812 9386 7466
LikeLike
Ajakin aku liburan di Padang kakaaak~
LikeLike
Padahal online shop dan jastip udah bertaburan di dunia persilatan yha….
LikeLike
Iyaa, tapi tanpa oleh-oleh apalah rasanya mz~
LikeLike
Bener juga sih. Apalagi disaat budget yang pas pasan. Tetapi jangan lupa beli asuransi perjalanan online agar perjalannya lebih aman dan nyaman.
LikeLike
Siap bosquuuu! Asuransi selalu ada donggg, walaupun susah klaimnya.
LikeLike
Pernah ke Paris pas boxing day temen nitip Longchamp, e buset…semurah2nya harga pas blackfriday itu mah budget gw makan 🤣
LikeLike
huahahahaha, pernah juga nyariin Longchamp di La Valle, tapi barangnya ga bagus-bagus malah norak, tapi ada aja yang beli hahaha.
LikeLike
story of my life banget. :)))
biasanya yang minta oleh-oleh itu yang jarang jalan-jalan sih, jadi kurang ngerti juga betapa repotnya mencari dan keluar duit buat beli oleh-oleh.
untungnya aku cukup suka bawain oleh-oleh gyahahaha
LikeLike
Hahaha yakan samaaa :))))
Bener juga sih, kalau yang sering jalan-jalan biasanya malah ga pada minta apa-apa, paling pengin lihat foto-foto aja sama dengerin cerita ketika jalan-jalan.
TERUS MANA OLEH OLEH BUAT AKUUUUU?
LikeLike
Sheet mask aja ya…
LikeLike
ntar malah dijualin sama Gladies hahaha
LikeLike
Sebenarnya mereka itu cuma mau gratisan. Buktinya pas ada yang buka jasa titip, eh hampir tidak ada yang menyahut.
Eh, saya nonton Planet Remaja juga loh! #lahterus?
LikeLike
Haha, siapa sih yang ga suka gratisan :))
Lah, apa kita seumuran? Haha!
LikeLike
Ejie mungkin termasuk orang yang ga pernah mau dititipin oleh-oleh, mas. Soalnya nomaden gitu dan pulangnya ga tentu. Di titik akhir, paling ejie belikan buat mama, papa, adek di rumah aja. Biar bisa dicemilin bareng. Itu pun ngga wajib. Hhheheh…
Mereka cuma nanya, “Kapan pulang?” Karena keselamatan anaknya lebih penting dari oleh-oleh.
LikeLike
Wah, emang Ejie tinggalnya di manakah sekarang? Ngekost atau gimana haha. Kalau jalan-jalan sih emang suka lama yah.
Keren orang tuanya hihi 😀
LikeLike
Domisili tetap, di rumah ortu, mas. Cuma karena keseringan tinggal jauh dari ortu kali yak dulu, dan latar belakang kerja yg banyak di lapangan, jadi mereka maklum.
LikeLike
Siap Ejie! Kapan-kapan kita ngobrol lebih banyak lagi ya!
LikeLike
Iya nih bener banget. Ngasih sangu enggak, minta oleh2 kenceng. Lah sini aja makannya ngirit,nginep cari hotel murah, sengaja naik transportasi publik biar hemat, kadang malah oleh2nya bisa ngabisin 25% budget. Huhuhu sedih akutu
LikeLike
Wakakaka, ada gitu yang ngasih sangu ke temennya yang jalan-jalan? Haha.
Aku juga sedih kak kalau diginiin terus huhuhu.
LikeLike
Dan banyak juga yang ngiranya diri mereka spesial sehingga memaksa kita membelikan oleh-oleh untuk mereka 😦 so sad
LikeLike
Yak betul! Knowing that we’re not that special is the key~
LikeLike
mau perdin dari kantor pun ditagih oleh2.
lha gimana… duit makan perdin aja cuman cukup buat makan di kota tujuan.
pusing sama netijen…
LikeLike
Xixixi, paling jauh perdin ke mana bu? Saya biasa sih bawa yang murah-murah aja cemilan kalau jalan dinas haha.
LikeLike
Eh aku pernah nulis jangan meminta oleh-oleh jugaaa, hihii
Aku sih suka beliin oleh-oleh, sepanjang sedang ada duit lebih dan cuma orang tertentu. Misal keluarga dekta, tetangga dekat, dan teman dekat.
LikeLike
Wakakaka, mana coba tulisannya aku bacaaa~
Iya, kalau mereka yang spesial mah ga perlu minta juga pasti dibeliin yaa~
LikeLike
Membaca semua tulisan di atas, saya heran, kok tak ada yang pernah minta oleh-oleh ke saya ya? Apakah itu berarti saya kurang populer di lingkungan saya? 😦
LikeLike
Wahahaha, maka beruntunglah dirimu. Next time, aku yang minta ya 😀
LikeLike
Suka nih tulisan-tulisan begini. Berasa dari hati banget. :p
Tapi yang nomor 5 bener juga sih. Pernah ngasih oleh-oleh… eh yang dikasih malah cemberut karena gak suka.
APA DIA TIDAK TAHU SAYA SUDAH CAPEK YHA.
LikeLike
Hahaha, dirimu masih sering nulis ga sih mz?
YHA KAN KARENA TERNYATA GA SEMUA ORANG SUKA DIKASIH OLEH OLEH YHA.
LikeLike
Video Lucu !!!
Silahkan kunjungi website kami di
https://sukacurhat.com
dijamin ketawa terus !!!
LikeLike
okesiap!
LikeLike
Kalo saya sih no 6 kak, buat orang sepesial..
Broker forex
LikeLike
Jadi siapa aja kak yang sudah pernah jadi orang spesial itu? 😀
LikeLike
Kalau saya suka bilang “kalau nitip oleh-olehnya ‘ngomong doang’ nanti oleh-olehnya ‘omongan’ juga ya …alias cerita perjalanan , free banget deh ngasihnya , kan seneng berbagi pengalaman dan ilmu hehehehe , tapi kadang ngasih juga kalo budget masih longgar , suka nggak tega liat wajah teman teman hehe
LikeLike
Wehehehe, wah nice suggestion tuh. Jadi kalau ada salam tempelnya akan dibelikan? Hahaha.
Iya bener sih, suka ga tega memang kalau jalan-jalan tapi gak belikan sesuatu buat orang kantor, jadinya ya budget sedikit bengkak lagi 😀
LikeLiked by 1 person
bener banget si, apa lagi kalau mau pulang kan capek di tambah beban oleh oleh ekek
LikeLike
Iyaaa, nyari oleh-olehnya udah capek, bawa pulangnya apalagi hahaha.
LikeLike
sama nih bang sebel sendiri kalo ada yang minta oleh-oleh, udah tau bawa Uang dikit tetep aja dimintain 😦
LikeLike
Wahaha, lain kali minta uang duu sama temennya kak! 😀
LikeLike
terima kasih. salam kenal dari travesia
LikeLike
Salam kenal kembali, sukses selalu.
LikeLike
terima kasih atas info y menarik buat di baaca
LikeLike
terima kasih kembali sudah meluangkan waktu untuk membaca 🙂
LikeLike
Kalau aku sih.. Cari oleh2 hanya untuk orang spesial saja bg….
LikeLike
Ashiaappp! Sama dong ya kalau gitu~
LikeLike
Perihal oleh-oleh ini kadang bikin nyebelin sih.
Tapi gue belajar cuek sih, kan “Perjalanan adalah sebuah proses untuk menyenangkan diri sendiri, bukan orang lain.” kan…..
Mulut netizen emang setajam silet. 😂😂
LikeLike
Iyakkk, oleh-oleh suka membuat beban kalau dipikirin haha. Yes yes, intinya kita harus senang dulu baru bisa menyenangkan orang lain, kan? 😉
Cuekin aja mulut netizen hahahaha.
LikeLike
Setuju banget aku mas…
Aku aja yg cuma sekedar mudik Jakarta – Jogja tiap 3 bulan,, ada aja yg minta oleh oleh. Sekantor pada nanyain oleh-oleh. Lah kalo aku turuti semua, ya repot. Budget buat beli oleh-oleh bisa seharga tiket. Belum lagi ntar repot juga bawanya, namanya juga naik transportasi umum. Dan saya sendirian. Udah bawa barang2 pribadi yg berat, titipan emak buat sodara di Jakarta, eh masih ada juga titipan oleh-oleh. Ampuunnn netizen… Wkwkwk
Dan emang sih mereka yg pada asal minta oleh-oleh itu tu orang2 yg gak pernah traveling.
LikeLike
Ahahahaha, thanks sudah sependapat dengan saya!
Iya, prahara oleh-oleh ini seakan ora uwis uwis ya bagi traveler Indonesia, yang selalu direpotkan oleh banyaknya permintaan oleh-oleh. Ngasih duit engga, doain jarang, minta oleh-oleh terus hahahaha. Ya mari kita doakan supaya mereka lebih sering traveling yaaa 😀
LikeLike
Betul semua pointnya Mas, kalau saya kalau mau pulang nggak pernah bilang tanggal Pasnya, SUNGGUH MEREPOTKAN hahhah
LikeLike
hahahaha, iya mending diam diam yaa biar ga ditanyain dan dimintain macam macam :)))))
LikeLike