
Tahun 2019 menjadi tahun penutup dari perjalanan traveling saya dalam satu dekade terakhir. Memulai jalan-jalan pada tahun 2010 karena tidak sengaja –yang ternyata malah membuat saya ketagihan, saat ini, satu dekade kemudian, saya telah mengunjungi lebih dari 40 negara yang tersebar pada lima benua di dunia, juga puluhan provinsi yang ada di Indonesia. Berbagai cara dan metode pun saya lakukan untuk berjalan-jalan, mulai dari menabung hingga mengikuti kuis, mulai dari jalan-jalan sendiri hingga membawa rombongan Whatravel, juga mulai dari menebeng hingga mendapatkan sponsor. Mungkin cuma tinggal pesugihan yang belum saya coba hingga saat ini.
Pertanyaannya, apakah ini akan berakhir? Well, kalau melihat perjalanan saya selama tiga tahun terakhir, maka kamu akan mendapatkan tren perjalanan yang kurvanya menurun. Mulai dari tahun 2017, di mana saya menantang diri sendiri untuk bisa pergi ke luar negeri setiap bulannya, yang alhasil membuat saya menjadi miskin harta namun kaya pengalaman. Kemudian, pada tahun 2018, negara yang saya kunjungi dalam setahun jumlahnya berkurang, walaupun memang menjadi semakin berkualitas destinasinya.
Lalu bagaimana dengan 2019 sendiri? Ternyata memang semakin berkurang lagi jumlah negara yang saya kunjungi tahun ini. Sebelum masuk ke kaleidoskop perjalanan saya pada 2019, mari kita melihat apa saja peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia dan juga dunia pada tahun lalu.
Di Indonesia, tahun 2019 terjadi beberapa peristiwa seru, di antaranya adalah pernikahan Syahrini dan Reino Barack, pemilihan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, juga penyelundupan Brompton dan Harley-Davidson di dalam pesawat Garuda Indonesia. Sementara di dunia mancanegara, tercatat adanya beberapa peristiwa luar biasa yaitu kebakaran Gereja Notre-Dame di Paris, pertikaian yang semakin memanas antara Presiden Amerika Serikat, you know who dengan Korea Utara dan juga Cina, hingga kerusuhan di Hong Kong yang tak kunjung usai.
Semua peristiwa yang mungkin saja menjadi pertanda, akan adanya awal yang baru.
Januari: Apakah Saya Akan Menjadi Bapak?
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, di mana saya biasa jalan-jalan jauh ke luar pulau atau ke luar negeri, tahun ini saya tidak bisa ke mana-mana. Bukan, bukan karena saya tidak punya cuti atau tidak punya uang –ya walaupun alasan kedua itu cukup benar, namun alasan utamanya adalah karena Neng sedang hamil besar, dan sudah sepantasnya saya menemaninya sebagai seorang suami yang sudah menikahinya secara sengaja tiga tahun silam.
Lalu bagaimana ganti jalan-jalannya? Selayaknya bisnis yang sedang stuck, saya harus memutar otak untuk pivot supaya bisa tetap fun walau sedang tak bisa jauh-jauh dari keluarga. Lalu solusinya adalah: Whatravel Indonesia Proudly Presents: Heritage Walking Tour in Tangerang.

Inilah awal mula Whatravel yang biasa mengadakan trip ke luar negeri, membuat acara walking tour pertamanya, dengan destinasi Tangerang Kota –bukan Tangerang Selatan. Semua demi menjawab kegelisahan saya yang sedang tak bisa jalan-jalan jauh. Lumayan, saya yang berperan sebagai trip buddy saat itu, jadi bisa jalan-jalan gratis, ke tempat menarik, dan bisnis saya Whatravel tetap mendapat pemasukan. Not bad lah, ya?
Plus bonusnya, saya bisa bertemu dengan Bapak Udaya Halim, seorang tokoh kebudayaan legendaris yang mendirikan Benteng Heritage Museum bersama teman-temannya pada 2011 silam.
Februari: Sepertinya Makin Tidak Bisa ke Mana-mana
Bulan ini, perut Neng menjadi semakin besar, yang bukan pertanda karena busung lapar, melainkan merupakan pertanda bahwa saya semakin tidak bisa ke mana-mana. Prediksi kelahirannya adalah antara Januari akhir, atau Februari awal, atau di waktu kapan saja yang ditakdirkan oleh Allah. Waktu yang sebenarnya tidak bisa diprediksi oleh manusia, sehingga yang bisa kita lakukan hanyalah menunggu.
Pertanyaanya, apakah yang bisa kita lakukan ketika menunggu?

Saya, tentu saja mengadakan lanjutan walking tour lagi di Whatravel, kali ini di Jakarta, dengan tema imlek, yang bertepatan jatuh di bulan Februari 2019 ini. Menariknya, saya tidak sendirian kali ini karena kami juga berkolaborasi bersama Jessica Veranda dan Sendy Ariani dari Hainick Creative untuk mengadakan walking tour bersama. Inilah awal mula saya turun langsung di Whatravel untuk jalan bersama dengan para talent dari artist management.
Bagaimana, cocok bukan? Kerjasamanya, bukan saya dengan dua orang bidadari di atas.
Maret: Bulannya Prabu Panerus Kabecikan
Bapaknya yang Aquarius, meminta anaknya jadi Aquarius, sementara ibunya yang Pisces meminta anaknya lahir sebagai Pisces. Sebuah permintaan yang sepertinya diketawakan saja oleh Allah, karena bayi laki-laki montok dan sehat ini justru lahir sebagai Aries, pada sebuah tanggal cantik di penghujung bulan Maret. HAHAHA EAT THAT! Mungkin itulah kata Allah, yang tetap saja kami syukuri, karena berhasil melahirkan sebuah nyawa lagi di dunia dengan sehat.

Namanya Prabu Panerus Kabecikan. Prabu adalah nama depan pemberian kakeknya, sementara Panerus Kabecikan adalah frasa yang saya berikan kepada anak yang diharapkan dapat meneruskan semua hal-hal baik yang ada di dunia pada generasinya. Semoga saja nama yang diberikan tidak terlalu berat, apabila terlalu berat, saya hanya berharap anak ini dapat tumbuh menjadi seorang anak yang tangkas dan juga pemberani.
Bulan Maret 2019, adalah awal baru bagi saya, awal baru menjadi seorang bapak-bapak. Xixixixi, — ya kira-kira begitulah wujud tertawa bapak-bapak.
April: Menjadi Bapak Rumah Tangga
Menjadi seorang bapak, ternyata mengubah banyak hal di dalam hidup saya. Selain waktu yang harus lebih pintar untuk dibagikan, uang yang harus lebih tepat untuk dialokasikan, perhatian pun harus diberikan lebih banyak lagi untuk anak –yang melebihi perhatian ke ibunya, eh.
Demi dapat memberikan perhatian dan meluangkan waktu lebih banyak kepada keluarga, pada bulan April 2019 ini saya mengajukan cuti lama ke kantor, paternity leave, dan ternyata dikabulkan.

Ini adalah awal mula saya mengambil cuti terlama sepanjang perjalanan karier selama belasan tahun menjadi seorang karyawan, sempat berpikir bahwa dengan cuti sebulan tersebut saya bisa jalan-jalan ke mana saja, namun ternyata jalan-jalan terjauh saya hanyalah ke dekat Monas di Jakarta Pusat, untuk menjadi pembicara pada workshop penulisan berita yang diselenggarakan oleh Kemensetneg.
Ya tidak mengapa, untung ada hasilnya, bisa buat beli tiket pesawat, eh popok.
Mei: Sepertinya Menjadi Bapak Membuat Saya Belum Bisa Ke Mana-mana
Sebulan kemudian, saya masih juga belum bisa ke mana-mana. Cuti ada, waktu luang tersedia, namun sepertinya ada perasaan tidak enak yang menghantui apabila saya pergi jauh dari rumah, meninggalkan anak. Mungkin inilah yang disebut dengan kondisi Bapak Blue.

Praktis kegiatan saya bulan ini selain kembali ke kantor, adalah menyempatkan diri menghadiri beberapa event seperti buka puasa bersama bersama 1000 anak yatim pada acara yang diselenggarakan oleh Boy Thohir dan Adaro, juga menjadi pembicara pada beberapa event seperti coaching clinic tentang Digital Marketing.
Lumayan, mungkin inilah awal mula saya mendapatkan sesuatu yang disebut sebagai rezeki bapak-bapak. Xixixi.
Juni: Sepertinya Perjalanan Terjauh Semester I 2019 adalah Mudik ke Bandung
Beberapa bulan kemudian, Ramadan datang, sebuah bulan yang selalu dinanti-nantikan warga Indonesia, bulan yang dijadikan ajang kumpul dan silaturahmi antar keluarga. Awalnya, kami tidak berniat untuk ke mana-mana pada lebaran tahun 2019, melainkan hanya berniat untuk staycation saja di hotel. Namun, kondisi jalan yang didapat dari Google Maps malam itu berkata lain.
JAKARTA – BANDUNG 2 hours 42 minutes!
Kami yang impulsif langsung cabut dari hotel, dan gerak cepat menuju Bandung. Tak biasanya malam-malam menjelang lebaran jalanan sepi, namun mungkin inilah pertanda bahwa kami diminta untuk mudik dan berkumpul bersama keluarga.

Ya, inilah awal mula sebuah perjalanan panjang dengan membawa anak, perjalanan road trip Jakarta-Bandung yang menandai prosesi penahbisan Prabu Panerus Kabecikan sebagai seorang traveler, kalau dia mau, juga kalau dia gak tumbuh menjadi pemuda yang mageran dan lebih suka menghabiskan waktunya di depan YouTube yang lebih dari tivi.
Ternyata membawa anak kecil jalan-jalan tidaklah semudah membawa emaknya, guys. Lesson learned.
Juli: Akhirnya Keluar Pulau Juga
Semua bermula dari sebuah kompetisi yang saya ikuti tahun lalu, sebuah kompetisi yang bertajuk True Wanderer yang diselenggarakan oleh Wrangler Indonesia, sebuah kompetisi yang mengharuskan saya membuat konten dengan beberapa kriteria untuk kemudian diunggah di beberapa platform media sosial yang saya miliki. Tidak seperti peserta lain yang mencari kontennya di kota tempat tinggal, saya menantang diri sendiri untuk berpikir lebih dan memutuskan untuk membuat konten-konten tersebut di sebuah kota yang pernah saya kunjungi 12 tahun sebelumnya.
Sebuah kota bernama Medan, di provinsi Sumatera Utara.
Dari rangkaian perjalanan yang sudah saya lakukan selama ini, saya menyadari bahwa traveling paling menyenangkan adalah ketika saya traveling dalam grup kecil –kalau bukan sendiri, ketika saya menemukan teman-teman baru sepanjang perjalanan yang ikut mewarnai perjalanan tersebut.
Perjalanan ke Medan pada tahun 2019, adalah salah satu perjalanan paling memorable pada tahun tersebut karena merupakan awal mula saya jalan-jalan keluar pulau dan awal mula saya berkolaborasi dengan talenta lokal untuk membuat konten berupa video perjalanan.
Hasilnya? Dari jalan-jalan ke Medan, saya berhasil memenangkan kuis berhadiah jalan-jalan gratis ke Amerika Serikat. I reap what I sow. Plus, iya masih ada plusnya lagi, karena saya menemukan formula baru untuk kolaborasi, dalam bentuk video.
Agustus: Dari Blogging ke Vlogging
Dari niat awal ‘hanya’ ikut kompetisi, ternyata pengalaman membuat konten kuliner di Medan membawa saya ke sebuah proyek personal baru, yaitu mengaktifkan kembali channel YouTube saya yang (walaupun sudah verified, namun) sudah berdebu dan berjamur, seperti Hambalang. Kali ini, saya fokus ke sebuah bahasan, yaitu tentang kuliner.
Hingga lahirnya sebuah playlist khusus kuliner di channel YouTube saya berjudul “Datang Senang Pulang Kenyang”.

Baca: Datang Senang Pulang Kenyang: Sebuah Proyek Video Kuliner
Itulah awal mula saya untuk serius membuat konten dalam bentuk video, atau bisa dibilang, saya mau ikutan ngevlog, gaes! Semoga saja bisa bermanfaat bagi banyak orang, syukur-syukur menghasilkan.
Pada bulan yang sama, saya juga pergi jalan-jalan ke Banyuwangi, untuk mendatangi Festival Kopi Gombengsari, sekaligus untuk mencari konten kuliner, tentu saja. Kan vlogger kuliner, ashiaaapppp!
September: Finally, Going Abroad!
Akhirnya, bulan yang ditunggu-tunggu pun datang juga, bulan di mana untuk pertama kalinya saya pergi ke luar negeri pada 2019. Awal mula traveling lagi, traveling perdana ke luar negeri setelah mempunyai anak. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan, bagi istri di rumah. Xixixi.
Tak tanggung-tanggung, negara yang saya kunjungi di bulan ini adalah salah satu negara paling keren yang pernah saya datangi, negara komunis di timur Asia, negara dengan wanita-wanita yang cantik alami, negara dengan pemimpin yang ditakuti dunia, Korea Utara. Saya bisa bilang, negara ini telah menjadi salah satu negara favorit saya di Asia Timur.
Tonton videonya di YouTube ya!
Selain mengunjungi negara adidaya menurut warga negaranya sendiri tersebut, bulan September juga merupakan bulan yang bersejarah bagi saya, karena saya mendapatkan kesempatan langka untuk menonton Red Hot Chili Peppers, band idola dari zaman SMP dahulu di pertengahan 90-an, langsung di depan mata berbarengan dengan helatan F1 Grand Prix di Singapore!
Ternyata seru juga menonton kakek-kakek seumuran mama ini menyanyi dengan enerjik di depan panggung ya! Sampai lupa umur, mereka.
“I like pleasure spiked with pain and Music is my aeroplane.”
Oktober: Kembali ke Rumah, Anak Menunggu!
Dua kali perjalanan ke luar negeri di bulan lalu, sempat membuat saya rindu dengan rumah, apalagi sekarang sudah ada anak. Mungkin itu juga yang dirasakan bapak-bapak pada umumnya, ketika harus berpisah dengan anak istri, ya walaupun cuma sebentar, tapi rasanya pasti sebentar banget, kalau jalan-jalannya menyenangkan dan tak terlupakan, eh.
Pada bulan ini, saya berkesempatan mengunjungi Balikpapan karena adanya sebuah undangan untuk menjadi pembicara pada sebuah seminar yang diadakan oleh Balai Diklat Kementerian Keuangan (ya namanya sudah bapak-bapak, susah sekarang kalau pergi ke luar kota tanpa alasan yang jelas), yang tentu saja saya gabungkan dengan agenda kulineran demi konten di YouTube.
Balikpapan sendiri adalah sebuah kota yang memiliki kenangan masa lalu bagi saya, yang tentu saja sudah tidak selayaknya dikenang-kenang, tentang siapa yang dulu pernah mengecup kening. Ahelah!
November: Sebulan di Rumah, Lalu Pergi Lagi pada Perjalanan Tak Terlupakan!
Sebulan di rumah, sebuah panggilan tugas kembali memanggil saya. Kalau yang sebelumnya adalah panggilan kedinasan, maka kali ini ada sebuah panggilan kebisnisan, dari Whatravel, yang menugaskan saya menjadi seorang trip buddy, untuk membawa rombongan tak terlupakan. Dua puluh orang ibu-ibu –hampir semuanya berasal dari Medan, dua minggu perjalanan, satu rangkaian petualangan tak terlupakan melintasi tiga negara dengan jalur yang tak umum, yaitu Maroko – Spanyol – Qatar.

Inilah awal mula saya membawa rombongan terbanyak sekaligus terheboh di Whatravel, drama-drama seru pun ikut mewarnai perjalanan ini dan membuat perjalanan ini menjadi salah satu perjalanan yang paling tak terlupakan. Tahun ini, mungkin saya hanya tiga kali ke luar negeri, namun semuanya istimewa.
Mengunjungi Korea Utara, menonton Red Hot Chili Peppers di Singapura, dan mengantar rombongan omak-omak keliling tiga benua! Mungkin rute yang seperti ini cuma ada di Whatravel.
Desember: Penutup Tahun yang Manis, Semoga 2020 Bisa Semakin …
Dengan tidak mengurangi rasa hormat pada tahun 2020 yang sudah hampir berakhir ini, saya menutup tahun 2019 dengan sebuah rapat kerja di Whatravel yang dihadiri oleh seluruh jajaran pengurus dan seluruh karyawan serta karyawati yang bekerja di Whatravel. Iya, inilah wajah-wajah ceria kami sebelum mengetahui apa yang akan terjadi di 2020.

Menyewa sebuah rumah di bilangan Pejaten untuk sebuah rapat karena belum mampu menyewa kamar dan ballroom hotel bintang lima, menikmati makan malam All You Can Eat dengan Gyukaku karena Kintan terlalu mainstream, saat itu kami berharap dan memproyeksikan bahwa tahun 2020 akan memberikan kejutan dan pemasukan yang baik bagi bisnis perjalanan ini. “Seharusnya sih sudah bisa balik modal!” Saya berkata dalam rapat, yang diamini oleh seluruh peserta rapat.
Iya, kejutannya sih benar.
Saat itu, saya berpikir bahwa 2020 seharusnya dapat menjadi awal yang baik bagi kami di Whatravel.
Well, tahun 2019, mungkin saja adalah sebuah awal untuk sebuah akhir, atau bisa jadi adalah sebuah pertanda untuk awal yang baru lainnya, tergantung bagaimana kamu memandang hal-hal ini sebagai threat, atau opportunity.
Salam Super.
Tagged: 2019, Kaleidoskop, whatravel
Sangat Memotivasi tulisannya
LikeLike
terima kasih banyak 🙂
LikeLike
belum lengkap waktu ke banyuwangi ga cobain kuliner nusantaranya yang ciamik mak juos, besok besok wajib di checklist ini bang buat dicicipin yah
https://yukbanyuwangi.co.id/super-enak-melancong-kesini-wajib-cobain-kuliner-banyuwangi.html
LikeLike
sudah dong nyicipin kuliner banyuwangi, malah jadi vlog kuliner di sini https://youtu.be/8v1lBKO1OVo 😀
LikeLike
Berbagi yang sangat bagus. Coba juga restoran di sini: https://www.yummyadvisor.id/jakarta/peringkat-10-restoran-all-you-can-eat-ayce-di-jakarta-dengan-harga-di-bawah-rp-99000/
LikeLike
wahhh, seru banget tuh makan all you can eat yaaa, apalagi yang murah. Thanks infonya kak!
LikeLike