Saat ini, saya mungkin adalah salah satu kreator konten di YouTube yang memiliki subscribers sedikit, namun mendapatkan badge verifikasi dari YouTube. Bukan, hal ini bukan karena saya keren, memiliki konten islami, atau ada main belakang dengan orang di YouTube; melainkan karena saya pernah memiliki sebuah proyek bersama dengan Google, tepatnya pada platform Google+ di tahun 2014 silam. Sebuah proyek yang membuat semua kanal saya yang berkaitan dengan Google, termasuk YouTube, menjadi terverifikasi.

Pada tahun 2014, saya mendapatkan mandat dari Google untuk mengunjungi destinasi pilihan di Indonesia, dengan diberikan budget tertentu, –beberapa juta Rupiah tepatnya. Nantinya hasil dari aktivitas tersebut, harus diunggah ke akun media sosial yang saya miliki, terutama Google+. Iya, platform yang baru saja tutup usia tahun ini karena tidak berkembang, setelah sekitar delapan tahun menemani kita semua di dunia media sosial ini.

Saat itu, saya yang merupakan seorang karyawan dengan jatah cuti terbatas terpaksa memutar otak, memikirkan bagaimana cara supaya tetap bisa jalan-jalan kece di Indonesia dengan keterbatasan cuti tersebut. Apabila para influencer lain memutuskan mengunjungi destinasi seksi di Indonesia selama berhari-hari, namun tidak dengan saya yang hanya bisa pergi di akhir pekan. Hingga akhirnya, tercetuslah sebuah ide, “Bagaimana kalau saya mengunjungi ujung-ujung Indonesia, yaitu Sabang dan Merauke, dalam tempo dua minggu, atau dua kali akhir pekan?”

Mengapa Bisa Mendapatkan Lencana Terverifikasi dari YouTube?

Sebuah ide yang mendapat persetujuan dari Google Indonesia, yang kemudian memberangkatkan saya ke ujung barat dan timur Indonesia dengan sebuah misi berupa Pencarian Tugu Kembaran Sabang-Merauke, sebuah misi yang ternyata gagal saya lakukan (gagal mencari tugunya, bukan gagal berangkat), sebuah misi yang membuat akun YouTube saya menjadi terverifikasi hingga saat artikel ini ditulis, dan berharap YouTube tidak khilaf dan mencabut badge tersebut.

Backpackstory Merauke

Waktu berlalu, tahun dan presiden juga turut berganti; saya yang pada awalnya meremehkan YouTube sebagai sebuah media sosial menjadi menyesal karena tidak menekuninya sedari dulu, padahal sudah ada modal yang sangat penting yaitu Verified Badge. Sungguh, apabila saya sudah bermain video sejak 2014, mungkin saat ini saya sudah bersanding dengan Atta Halilintar ataupun Ria Ricis. Namun mungkin memang ini adalah jalan Allah supaya saya tidak menjadi riya dan takabur apabila bergelimang harta.

Astaghfirullah, naudzubillah min dzalik. Bilang saja gak mampu mengikuti mereka, cuy! Pada tahun 2016, beberapa bulan setelah menikah, saya sempat berpikir untuk menseriusi YouTube, dan bahkan saya sudah sempat mengedit sendiri beberapa video hasil perjalanan, termasuk membuat vlog pertama bersama Neng! Sebuah vlog yang membuat saya geli sendiri ketika menontonnya kembali.

SUNGGUH SANGAT ALAY SEKALI SAUDARA-SAUDARAKU SEBANGSA SETANAH AIR DAN SEIYA SEKATA!

Ada beberapa pertimbangan yang membuat saya ingin menekuni video, atau lebih tepatnya vlog kala itu, yaitu:

  1. Vlog sedang menjadi tren, yang membuat saya sebagai seorang content creator menjadi tertantang untuk mengetahui lebih dalam seputar vlog dan YouTube;
  2. Keinginan mengasah ilmu seputar editing video karena siapa tahu akan bermanfaat, sementara ilmu yang bermanfaat adalah salah satu dari tiga amalan yang tak akan habis pahalanya hingga akhir zaman;
  3. Ada banyak peristiwa yang akan sayang rasanya apabila tidak diceritakan dalam bentuk video, seperti misalnya pengalaman traveling, atau event seperti sunatan masal. Seperti yang banyak orang bilang, show don’t tell, yang dapat diartikan sebagai “Tunjukkan (dalam bentuk video), jangan (cuma) katakan (dalam bentuk tulisan)”.
  4. INGIN KAYA YA ALLAH! Sebuah pertimbangan yang membuat saya tidak kaya-kaya hingga sekarang, karena motivasi berkarya yang paling benar adalah bukan untuk kaya, melainkan untuk berbagi. Masha Allah!

Tiga Alasan Yang Membuat Saya Berhenti Menjadi Vlogger Saat Itu

Setelah mengedit dan mengunggah banyak sekali video namun kurang dari sepuluh, saya memutuskan untuk menyerah pada tahun 2017 karena tiga buah alasan utama, yaitu:

  1. Tidak percaya diri. Sebagai seorang introvert, saya masih merasa canggung untuk berbicara di depan kamera, karena seakan seluruh dunia menatap saya saat itu.
  2. Tidak punya banyak waktu. Sebagai seorang pekerja kantoran yang memiliki beberapa kegiatan lain seperti blogging dan bisnis, saya merasa tidak punya banyak waktu untuk menekuni video, apalagi untuk berolahraga. Yang terakhir adalah sebuah alasan mengapa saya tidak sixpack lagi setelah berhenti fitness pada tahun 2008.
  3. Tidak berbakat. Sebagai seorang content creator, saya merasa bahwa video ini bukanlah bidang saya. Menulis sih oke, tapi membuat video? Saya rasa saya tak bisa lebih keren daripada video Diwan Makan Bakso yang videonya sudah ditonton jutaan orang di Indonesia.
YouTube: arievrahman

Waktu kembali berlalu, tahun berganti walaupun presiden masih tetap, keinginan dan semangat menekuni bidang video kembali tersimpan dalam sanubari, walaupun nyalanya masih belum padam. Dalam perjalanan, saya bertemu beberapa kawan lama yang kini menekuni YouTube dan dunia pervloggingan, dan sedikit demi sedikit mulai meninggalkan blogging, dunia yang dulu pernah membesarkan namanya.

Alasan yang paling sering saya dengar, tentu saja uang, sama seperti yang disenandungkan ulang oleh Nicky Astria di akhir tahun 1980-an.

Tiada bukan, tiada lain
mereka mencari cara tepat
untuk mendapatkan uang
oh… uang…
oh… lagi-lagi uang

“Memangnya berapa dapatnya sebulan?” Saya bertanya pada sahabat saya itu, penasaran.

“Ya lumayan.” Jawabnya, diplomatis. Sementara saya terus mendesaknya untuk memberikan angka yang benar. “Sebulan bisa dua digit, lah.”

*^#&(H(*%!! WHATTT? Sebulan dua digit? Sudah seperti gaji pegawai dengan masa kerja bertahun-tahun.

“Iya.” Tambahnya lagi. “Dan itu belum termasuk kalau endorsement. Kalau ada brand yang meminta gue mempromosikan produknya di YouTube, ya bisa dua digit lagi.”.

*^#&(H(*%!! WHATTT??!! PANTAS SAJA ATTA HALILINTAR BISA SEKAYA BILL GATES! Bill Gates zaman dahulu, waktu masih sekaya Atta Halilintar sekarang.

Sebuah Titik Balik untuk Menjadi Seorang Vlogger

Bukan, titik balik saya untuk kembali menekuni video dan menjadi seorang vlogger bukanlah karena uang (semata). Kali ini saya kembali dengan niatan untuk berbagi. Biarlah uang mengikuti, kalau bisa. Kalau tidak bisa, ya anggap saja menjadi ladang amal dan pahala. Masha Allah lagi.

“Money is not everything, but you are nothing without money.

Titik baliknya adalah ketika saya mengikuti sebuah kompetisi dari Wrangler Jeans Indonesia, di mana kompetisi tersebut mengharuskan saya untuk traveling guna membuat beberapa konten video untuk kemudian diunggah di YouTube juga Instagram. Sama seperti lima tahun sebelumnya, saya yang memiliki waktu terbatas, kembali memutar otak untuk mencari destinasi mana yang menarik guna dijadikan video sesuai dengan challenge yang diberikan oleh Wrangler.

Melihat challenge yang diberikan, di mana saya harus membuat video tematik dengan tema: TrueDenim, TrueCulture, TrueView, TrueFoodie, dan TrueFriend, maka saya memutuskan untuk mengunjungi Medan guna mendapatkan video-video tersebut. Dengan perencanaan yang matang selama beberapa hari mengenai konsep video tersebut, dan hasil kolaborasi dengan videografer lokal yang ciamik (sebut saja namanya Wakjon), saya berhasil terpilih menjadi pemenang kompetisi True Wanderer 2019 dari Wrangler Jeans dengan hadiah berupa paket perjalanan ke Amerika Serikat dan sejumlah uang tunai beberapa ratus Dollar. Dollar Amerika Serikat tentunya, bukan Dollar Zimbabwe.

True Wanderer 2019

Karena mengikuti kompetisi tersebut, semangat saya untuk menjadi seorang vlogger yang hampir padam, kini berangsur pulih kembali, apalagi dalam perjalanan tersebut, saya berhasil mendapatkan pelajaran berharga dan solusi atas permasalahan yang saya hadapi sebelumnya.

  1. Tidak percaya diri. Solusi bagi saya, ternyata adalah jangan berbicara langsung di depan kamera yang diarahkan sendiri seperti sedang selfie, melainkan dapat meminta bantuan orang lain untuk mengambilkan videonya, seperti seorang reporter berita sedang bertugas. Ternyata selama ini, saya cuma tidak mau berbicara sendirian, dan lebih suka kalau ditemani. Dasar introvert!
  2. Tidak punya banyak waktu. Editing memang adalah proses yang melelahkan dan memakan banyak waktu bagi pemula seperti saya, yang hanya bisa mengedit video ala kadarnya melalui Final Cut Pro, namun dengan menggunakan jasa videografer bayaran, saya dapat mengatasi masalah ini.
  3. Tidak berbakat. Ah masa? Seiring berjalannya waktu, saya yang tumbuh menjadi seorang generalis, berpendapat bahwa semua hal itu dapat dipelajari, termasuk tentang membuat konten perjalanan dalam bentuk video dengan baik. Kalau tidak bisa dipelajari, maka saya bisa menggunakan jasa orang lain untuk membantu saya.

Di bawah ini adalah contoh video yang diambil dan disunting oleh Wakjon. Berbeda level dengan yang pernah saya buat beberapa tahun silam.

Permasalah saya memang dapat teratasi, namun bukan berarti tidak ada permasalahan baru yang muncul. Sebuah permasalahan baru yang bernama “BIAYA”. Ya, dengan menggunakan jasa videografer lain untuk mengambil video termasuk melakukan proses editing, maka saya harus merogoh kocek pribadi untuk dapat mempekerjakan mereka secara profesional demi hasil yang berkualitas.

Saya memang dapat mempelajari proses editing video, namun apakah saya punya banyak waktu untuk melakukannya? Tentu tidak. Sementara di saat yang bersamaan, saya memerlukan konten video dalam waktu singkat. Tentu saja untuk menghemat waktu, kita harus mengeluarkan biaya lebih.

Bukankah seperti itu rumusnya?

Datang Senang Pulang Kenyang (DSPK Project): Sebuah Proyek Video Kuliner

Akun sudah terverifikasi, keinginan untuk membuat konten video sudah kembali menggebu-gebu, video-video baru sudah mulai bermunculan pasca kompetisi Wrangler, lalu selanjutnya apa? Apakah saya hanya cukup menjadi vlogger seasonal, yang membuat konten ketika dibayar atau ketika sedang menjadi quiz hunter?

Oh, tentu tidak Fulgoso. Sama seperti pada Backpackstory, kali ini saya mencoba untuk fokus dan konsisten pada konten video, dengan cara berkolaborasi dengan para videografer supaya dapat rutin menghasilkan konten untuk diunggah di YouTube. Jangan lupa like, comment, dan subscribe, ya guys!

Lalu konten seperti apakah yang akan rutin saya unggah di YouTube? Salah satu proyek lama yang bersemi kembali adalah proyek untuk membuat konten vlog mengenai kuliner nusantara, yang kali ini saya beri nama “Datang Senang Pulang Kenyang” atau DSPK Project yang mencoba fokus untuk mengulas kuliner halal legendaris di tanah air sambil berkolaborasi bersama videografer lokal tiap kotanya.

Hingga saat artikel ini ditulis, saya sudah mengunjungi lima kota di Indonesia khusus untuk mencicipi kulinernya sembari membuat video, yaitu Pekanbaru, Medan, Malang, Cirebon, dan Banyuwangi. Sementara dalam waktu dekat ini, kemungkinan saya juga akan mengunjungi Balikpapan, dan beberapa kota lain, apabila ada rezeki lebih. Donasi, dapat juga dilakukan melalui akun PayPal saya, ariev.rahman@yahoo.com, eh.

Saat ini, target saya adalah untuk menikmati 1.000 ragam kuliner legendaris di Indonesia yang akan saya lakukan dalam tempo yang sesantai-santainya, tidak diburu waktu, karena proyek ini berasaskan kesenangan dan hobi jalan-jalan sambil kulineran. Kecuali apabila ada sponsor, mungkin akan lain ceritanya.

Berminat menjadi sponsor, bisa juga hubungi saya via email di ariev.rahman@gmail.com, eh.

Mengapa Makanan?

Karena semua orang butuh makan, karena semua orang akan mencari makanan ketika traveling, dan karena makanan adalah salah satu hal paling utama yang paling sering saya cari ketika traveling. Memang saya bukanlah seorang culinary expert seperti almarhum Pak Bondan “Mak Nyuss”, namun paling tidak saya dapat berharap, apabila kamu melihat wajah saya di video bisa langsung berasa “Mak Nyess” seperti sensasi menginjak ubin masjid setelah sekian lama tidak beribadah di sana.

Datang Senang Pulang Kenyang: Medan

Jujur, saya tidak terlalu banyak paham dengan detail makanan, di mana yang saya bisa ceritakan mungkin hanyalah ‘enak’ dan ‘enak banget’ ataupun ‘keasinan’ dan ‘kemanisan’ tanpa menyebutkan ‘keputihan’, warna piringnya, maksud saya. Namun saya yakin bahwa perihal teori ini dapat terus diasah dan dipelajari seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman.

Sebisa mungkin, saya akan terus menggali cerita dari makanan tersebut, termasuk dari pemilik bisnisnya apabila diberikan kesempatan.

Mengapa Videographer Lokal?

Karena hanya lokal yang mengerti lokal. Merekalah yang paling paham dengan apa yang ada di kotanya, apa yang berlaku di sana, bagaimana cara berkomunikasi dengan baik dengan penduduk lokal, apa saja do’s and dont’s di kota mereka, termasuk hanya merekalah yang bisa membawamu ke hidden gems tiap-tiap kota tersebut.

Tidak hanya videografer, pada beberapa kesempatan, saya juga mengajak teman-teman yang ada di tiap kotanya untuk berkolaborasi bersama pada proyek video ini, menjadi culinary guide yang mengantarkan saya ke lokasi-lokasi kuliner legendaris tersebut.

Wakjon Medan

Lantas, apakah yang saya maksud kolaborasi tersebut adalah hanya dengan barter value dan exposure? Oh tentu tidak Saudara, saya belumlah sebeken Awkarin dan sebesar Kumparan, maka saya selalu menawarkan kepada para talent lokal ini untuk mengajukan ratecard atas jasa mereka, di mana saya akan membayarnya secara profesional. Sambil berharap diskon tentunya.

Sebisa mungkin, saya akan mempromosikan jasa mereka melalui konten-konten video yang sudah kami buat bersama di akun Instagram dan YouTube saya yang masih belum seberapa ini. Harapannya, apabila saya maju, maka merekapun juga akan ikut maju. Karena sekarang bukanlah era kompetisi melainkan era kolaborasi, di mana kita tidak mencari pemenang, melainkan mencari cara untuk dapat menang bersama-sama.

Tujuan Jangka Panjang DSPK Project

Secara jangka panjang, selain untuk membuat ensiklopedia kuliner tanah air, saya juga berharap dapat melestarikan kuliner lokal legendaris yang mungkin sudah hampir punah sekarang. Ada jenis kuliner yang peminatnya menurun seperti Orem-orem di Malang ataupun Sate Kalong di Cirebon, ada usaha kuliner legendaris yang terancam punah karena tidak ada penerusnya seperti halnya Nasi Cawuk Bu Mantih di Banyuwangi ataupun Es Kopyor 4848 di Cirebon, juga ada hidden gem yang belum banyak orang tahu seperti Kopi Luwak Bang JT di Cirebon yang letaknya tersembunyi di dalam restoran Empal Gentong.

Semuanya menarik dan nikmat untuk dikunjungi! Maka sayang kalau kuliner ini sampai punah seperti Burung Dodo dan cinta pertama saya.

Es Kopyor 4848 Cirebon

Harapannya, semoga niat saya untuk terus berkreasi dalam membuat video ini jangan sampai punah selayaknya kuliner Indonesia yang sedang saya coba untuk lestarikan. Semoga saja ini bukan tren sesaat, melainkan sebuah kebiasaan baik yang harus dilakukan secara terus menerus, walaupun tanpa sponsor yang membiayai.

Selain kuliner, saya juga sembari mengembangkan konten video lain seperti traveling (tentu saja), event, dan review gadget. Mumpung ada Vincensius Gerard, partner videografer merangkap editor video saya di Jakarta yang akan membantu saya dalam mengeksekusi ide-ide dan keinginan tersebut. Ya supaya verified badge saya tidak mubazir, karena siapa tahu saya dapat Silver Button ataupun Gold, Diamond, dan Ruby seperti halnya PewDiePie nanti.

Well, keinginan di atas tidak akan dapat terwujud kalau saya hanya diam saja, tanpa mulai membuat video bersama kolaborator lainnya. Omong-omong, ada ide ke mana enaknya tujuan kuliner saya berikutnya?

Cek juga ulasan seputar kuliner yang pernah saya kunjungi di Instagram DSPK Project!