backpackstory
  • Home
  • Domestic
    • Aceh
    • Bali
    • Banten
    • DKI Jakarta
    • Jawa Barat
    • Jawa Tengah
    • Jawa Timur
    • Kalimantan Timur
    • Kalimantan Utara
    • Kepulauan Bangka Belitung
    • Kepulauan Riau
    • Lampung
    • Maluku
    • Maluku Utara
    • Nusa Tenggara Barat
    • Nusa Tenggara Timur
    • Papua
    • Papua Barat
    • Riau
    • Sumatera Selatan
    • Sulawesi Tengah
    • Sulawesi Utara
    • Sulawesi Selatan
  • Foreign
    • Armenia
    • Australia
    • Azerbaijan
    • Belgium
    • Bhutan
    • Brunei Darussalam
    • Cambodia
    • China
    • England
    • France
    • Georgia
    • Hong Kong
    • India
    • Iran
    • Italy
    • Japan
    • Kenya
    • Laos
    • Macau
    • Malaysia
    • Myanmar
    • Nepal
    • Netherlands
    • North Korea
    • Philippines
    • Russia
    • San Marino
    • Singapore
    • Scotland
    • South Korea
    • Taiwan
    • Tanzania
    • Thailand
    • Timor Leste
    • Turkey
    • United States of America
    • Uzbekistan
    • Vietnam
  • Mamacation
  • Events
  • Miscellaneous
    • Accommodation
    • Culinary
    • Others
    • Survival Kit
    • Transportation
  • Visa
    • Visa Amerika
    • Visa Armenia
    • Visa Australia
    • Visa Azerbaijan
    • Visa Cina
    • Visa Georgia
    • Visa India
    • Visa Iran
    • Visa Jepang
    • Visa Kenya
    • Visa Korea Selatan
    • Visa Myanmar
    • Visa Nepal
    • Visa Rusia
    • Visa Schengen
    • Visa Taiwan
    • Visa Tanzania
    • Visa Timor Leste
    • Visa Turki
    • Visa UK
  • About
    • Achievements
    • Clients Portfolio
    • Country List
    • Stage Performance
Backpacking in Georgia

Bagaimana Menjadi Seorang Traveler: Sebuah Panduan Jalan-jalan untuk Pemula

arievrahman

Posted on July 31, 2020

Halo, perkenalkan nama saya adalah Muhammad Arif Rahman, dan ini adalah tahun kesepuluh sejak saya memutuskan untuk membuat paspor pertama dan keluar dari zona (tidak) nyaman saya di kantor, untuk kemudian berjalan-jalan menikmati dunia, baik di dalam dan luar negeri. Traveling, adalah sebuah hal yang saya sebut sebagai investasi yang akan membuatmu kaya seumur hidup.

Dari traveling, atau berjalan-jalan, sebuah aktivitas yang mungkin bagi sebagian orang dianggap tidak ada gunanya dan terkesan menghambur-hamburkan uang ini, saya mendapatkan beberapa pelajaran yang sangat berharga, yaitu:

A. Traveling Memberikan Pengalaman Tak Terlupakan yang Tak Dapat Dinilai dengan Uang

Mulai dari diajak makan oleh keluarga India dalam perjalanan kereta dari Delhi ke Mumbai; menonton langsung pertandingan sepakbola antara Newcastle United –tim bodoh yang saya bela sejak dulu melawan Arsenal yang tentu saja hasilnya kalah, di St. James’ Park, hingga tak sengaja bertemu dengan Yang Mulia Paduka Fadli Zon di Georgia, adalah pengalaman yang tak mungkin saya dapatkan ketika saya hanya duduk sambil melihat padang gurun hijau dengan langit biru dan gumpalan awan kapas putih yang beriring di layar monitor Windows XP komputer kantor.

Semuanya priceless!

B. Traveling Mengubah Saya yang Pemalu dan Minder Menjadi Lebih Berani Ketika Bertemu dengan Orang Baru

Traveling, sejatinya adalah tentang seni bertahan hidup dan survival, ketika saya traveling sendiri ataupun dalam grup kecil pada suatu tempat asing, maka saya dituntut untuk dapat menyelesaikan segala masalah yang saya temui dalam perjalanan seorang diri, tanpa bisa mengandalkan orang lain, orang tua, maupun Bapak Fadli Zon.

Fadli Zon in Georgia

Fadli Zon in Georgia

Dari orang yang pemalu dan tidak mampu memulai sebuah percakapan dengan lancar, kini saya sudah cukup banyak berubah. Sudah cukup percaya diri ketika bertemu orang lain, sudah bisa berbicara dalam bahasa Inggris untuk percakapan sehari-hari, dan sudah dapat bertahan hidup walaupun traveling sendirian. Semua karena traveling yang mengubah hidup saya, dan juga karena skincare yang mengubah wajah saya.

Categories: Survival Kit

Tagged: Jalan-jalan, panduan, pemula, traveler

12 Comments

+Read more

Border Azerbaijan Georgia

Nasib Sial di Perbatasan Azerbaijan – Georgia

arievrahman

Posted on June 29, 2020

“Sorry.” Ucap seorang pria yang berada di dalam loket imigrasi Azerbaijan pada hadapan saya. Dengan kumis tebal, mata belo, dan seragam militer yang berwarna hijau lumut siapa saja mungkin gentar apabila berhadapan dengannya. “Indonesian is not allowed to use e-Visa here.”

“What?” Saya menatap matanya sekilas, ganteng juga, tapi maaf, saya sudah beristri. “I am sorry?”

“Yes, Indonesian is not allowed to enter Georgia, using e-visa.” Ucapnya lagi, sambil mengembalikan paspor milik saya dan Adi, rekan seperjalanan saya kali ini. Dari Azerbaijan, kami berencana untuk meneruskan perjalanan ke Georgia selama dua hari satu malam, sebelum lanjut lagi ke Armenia selama empat hari tiga malam dan kembali ke Indonesia via Iran.

Setelah menempuh jalur darat selama sembilan jam dari Baku dan mengantre loket imigrasi sejak pukul lima pagi selama lebih dari setengah jam, kami sebenarnya tinggal selangkah lagi untuk memasuki Georgia dengan bermodalkan e-visa Georgia yang sudah kami peroleh sebelumnya, tapi keadaan ternyata berkata lain. “So, what should we do now?”

Sial.

Border Azerbaijan Georgia

Pria tersebut berdiri untuk keluar dari loketnya “Follow me!” dan meminta kami untuk mengikutinya ke pojok ruangan. Dengan wajah tampan yang mungkin dihasilkan dari percampuran Rusia – Turki, tubuh atletis semampai, dan kulit putih bersih berbulu lebat, petugas imigrasi di perbatasan Azerbaijan-Georgia ini sebenarnya bisa saja merantau ke Indonesia dan menjadi bintang iklan untuk menggantikan Hamish Daud; namun mungkin dia masih terlalu cinta dengan negaranya, atau belum bertemu dengan Raisa.

Di sudut ruangan, si pria yang berikutnya saya sebut sebagai Ahmed ini mengatakan sekali lagi bahwa memang pemegang paspor Indonesia tidak diizinkan untuk melintasi perbatasan dengan e-visa.

Categories: Azerbaijan, Foreign, Georgia

Tagged: Azerbaijan, Baku, Caucasus, Georgia

15 Comments

+Read more

arievrahman in Qatar

Baca Ini Dulu Sebelum Kamu Memutuskan untuk Menjadi Trip Buddy Whatravel

arievrahman

Posted on May 31, 2020

Salah satu pertanyaan yang kerap masuk ke kolom Direct Message saya maupun Whatravel di Instagram, adalah tentang bagaimana cara supaya dapat menjadi Trip Buddy Whatravel. Ya, trip buddy, sebuah istilah yang mungkin baru saja kamu dengar di satu dua tahun belakangan, sebuah istilah yang dipopulerkan oleh Whatravel, sebuah startup perusahaan perjalanan di Indonesia yang mengusung tagline sebagai Your Friendly Travel Partner. Sebuah startup perusahaan perjalanan yang saya dirikan bersama beberapa orang partner lainnya.

Walaupun disebutkan berdiri sejak tahun 2017, namun cikal bakal Whatravel ini sudah dimulai setahun sebelumnya, ketika Adis Takdos memutuskan untuk merintis bisnis perjalanan miliknya seorang diri. Bisnis ini kemudian dinamai Whatravel, supaya mirip dengan blog perjalanan yang membesarkan namanya, yaitu Whatever Backpacker, dan tetap seirama dengan bisnis-bisnis lain miliknya yang menggunakan kata WHAT sebagai awalan namanya. Iya, bisnis-bisnisnya yang kebanyakan bangkrut itu.

WHAAATTT?!

Whatravel Founders

Whatravel Founders (Nugie – Adis – Nicsap)

Pada penghujung 2016, saya yang dalam proses aktualisasi diri, secara sadar dan sengaja membuat tiga buah konsep ide business plan yang masih berhubungan dengan dunia perjalanan, di mana salah satu idenya adalah membuat agen perjalanan open trip yang lain daripada yang sama. Ide-ide tersebut saya tuangkan dalam presentasi Power Point yang sungguh alay dan tidak akan membuat perusahaan venture capital manapun tergerak hatinya untuk mendanai ide tersebut. Ya mungkin bisa kalau sambil menjual derita di kitabisadotcom.

Namun untungnya, saya bertemu Adis di awal tahun 2017 pada sebuah malam penuh gigitan nyamuk di teras rumah mertua di Bandung. Adis datang dengan pengalamannya membawa tamu Whatravel 1.0 ke luar negeri, sementara saya menyambutnya dengan ide bisnis open trip yang dapat membuat bisnis ini semakin besar. Bermula dari kolaborasi Whatravel X Backpackstory, hingga kemudian kami melebur menjadi satu di Whatravel.

Categories: Miscellaneous, Survival Kit

Tagged: Open Trip, trip buddy, whatravel

32 Comments

+Read more

Candi Gedong Songo

Tidak Ada yang Namanya Kebetulan, Benarkah?

arievrahman

Posted on April 30, 2020

Delapan tahun lalu, saya berkenalan dengan seorang wanita pada sebuah acara launching buku yang saya tulis bersama dengan teman-teman, di mana perkenalan tersebut hanya berlangsung ala kadarnya, tidak sempat bertukar nomor telepon ataupun PIN BB, melainkan hanya saling mengetahui nama saja –yang tentu saja saya langsung lupakan beberapa hari setelahnya. Maklum, Aquarius.

Tiga tahun setelahnya, kami bertemu lagi, melalui sebuah pertemuan yang singkat namun cukup berkesan, karena kami jadi lebih sering mengobrol setelah pertemuan tersebut, di mana saya sudah tidak lupa nama lagi. Tak lama, kami berpacaran, dan memutuskan untuk menikah di tahun berikutnya. Ketika berpacaran, saya baru ingat bahwa wanita yang saya pacari adalah wanita yang sama, yang saya temui ketika acara launching buku tersebut.

Apakah pertemuan saya dengan wanita tersebut adalah sebuah kebetulan? Ataukah sebuah rangkaian dari perjalanan hidup yang memang sudah dituliskan oleh-Nya? Bagaimana kalau ternyata tidak ada yang namanya kebetulan, karena semua-mua-mua yang terjadi di dunia ini sudah diatur oleh Tuhan?

Because, maybe, everything happens for a reason.

Candi Gedong Songo

Pada saat artikel ini ditulis, saya sudah hidup berumah tangga bersama wanita yang saya ceritakan di atas tersebut selama empat tahun, dan dikaruniai seorang anak yang lucu seperti bapaknya. Mungkin pertemuan di awal yang dikatakan kebetulan, bukanlah merupakan kebetulan, karena merupakan sebuah kepingan puzzle dari cerita perjalanan hidup saya yang sudah digariskan Tuhan.

Sama halnya seperti cerita tentang mengapa keluarga kecil kami (saya, istri, anak, dan Mama) bisa berkumpul bersama semasa pandemi ini, yang saya rasa bukan merupakan sebuah kebetulan.


Categories: Events

Tagged: corona, COVID-19, kebetulan, MWC 2020, trip buddy, whatravel

23 Comments

+Read more

Kisah Drukpa Kunley dan Chimi Lhakhang Monastery

arievrahman

Posted on March 31, 2020

Kalau ada lomba melukis penis di dinding, saya bisa bilang bahwa orang Indonesia akan kalah dengan orang Bhutan, terutama yang berasal dari desa Chimi Lhakhang, di daerah Punakha. Lukisan penis buatan orang Indonesia yang sering kali kita lihat di dinding-dinding toilet umum atau di kolong jembatan layang pada umumnya hanya menggambar satu objek lonjong tidak penuh dengan sepasang objek berbentuk lingkaran di ujung yang lainnya. Kadang, ditambahkan pula garis di ujung objek lonjong yang tertutup untuk menggambarkan ujung penis, serta beberapa garis atau coretan tidak beraturan di sepasang objek berbentuk lingkaran yang merupakan perwujudan dari skrotum, atau kantung buah zakar, atau supaya lebih mudah, saya sebut sebagai (pembungkus) biji.

Pertanyaannya, apabila ada beberapa pasang biji bernyanyi bersama, apakah namanya? Ya betul, The Bee Gees (plural).

Berbeda dengan di Indonesia di mana lukisan penis yang kerap saya temukan di dinding ini seperti buah karya anak-anak STM yang iseng, lukisan penis pada desa Chimi Lhakhang ini begitu spesial, layaknya masterpiece seniman-seniman Italia pada masa jayanya. Bukan, bukan Mario Balotelli yang saya maksud. Lukisan penis di Bhutan ini sangatlah menarik, dilukis besar-besaran di tembok rumah tanpa perlu malu dilihat tetangga, dibuat berwarna-warni dengan warna ceria layaknya anak TK yang baru saja belajar menggambar, serta dipercantik dengan ornamen-ornamen menarik pada lukisan penisnya seperti ditambahi mata yang lentik, diberikan sayap, hingga dihiasi dengan sapuan-sapuan awan yang menunjukkan penis terbang di udara.

Sangat megah, sangat indah, sangat menawan. Ini adalah desa yang mengagungkan penis seperti Boyolali dengan susu sapinya, Ungaran dengan Tahu Baxonya, atau Depok dengan … dengan … apa ya?

Chimi Lhakhang Village
Baca Cerita Sebelumnya: Drukpa Kunley dan Desa Penuh Phallus di Bhutan

Seperti yang dijanjikan Sha, guide lokal kami di Bhutan, pagi itu kami kembali lagi ke Chimi Lhakhang Village, namun dengan tujuan utama untuk mengunjungi Chimi Lhakhang Monastery, yang menjadi awal mula cerita penis ini berasal, bukan untuk mengantarkan ibu-ibu berfoto ceria di depan lukisan penis raksasa, yang tentunya dapat membuat suaminya kehilangan rasa percaya diri.

Categories: Bhutan, Foreign

Tagged: Bhutan, Drukpa Kunley, Punakha

23 Comments

+Read more

« Older entries    Newer entries »


post title here

Banners for Blog Indonesia Terbaik 2019


Travel Blogs Award 2018

Travel Blog Awards 2017 – Winners

Top Posts & Pages

  • 18 Hal yang Harus Dibiasakan di Amerika
  • Sebuah Perjalanan Panjang Bernama Pernikahan (4) - Malam Pertama dan Sebuah Epilog
  • 12 Benda yang Harus Dibawa Saat Liburan Musim Dingin
  • 10 Hal yang Mungkin Kamu Ketahui tentang Korea Utara
  • Langkah-langkah Mengurus Visa Amerika

Archives

Blog Stats

  • 5,101,063 serious hits

Donate to Backpackstory

Donate Button with Credit Cards

Enter your email address to become a serious reader and receive notifications of new posts by email.

Join 57,388 other followers

Follow backpackstory on WordPress.com

Recent Comments

arievrahman on First Time in Vietnam (2)…
simpleman 889 on First Time in Vietnam (2)…
8 Cara Traveling Mur… on Ibarat Perjalanan Menuju Air T…
8 Cara Traveling Mur… on Sebuah Perjalanan Panjang Bern…
8 Cara Traveling Mur… on Uji Nyali di Manado

Twitter Updates

  • RT @garandra: *numpang lewat* https://t.co/nxcjcoHIQ7 9 hours ago
  • Mari kita panaskan timeline dengan burger wagyu harga under 50k. Masih R&D phase yaaa! twitter.com/areloghy/statu… https://t.co/ScE0BpmTLH 10 hours ago
  • twitter.com/dausgonia/stat… https://t.co/yHjJaQqdtz 10 hours ago
  • Okek ntar gue buatin yang pake kecap! twitter.com/kikiwpramitha/… 12 hours ago
  • Uhhuyyyy 😍❤️ twitter.com/agneesls/statu… 12 hours ago
Follow @arievrahman

Official Facebook Page

Official Facebook Page
  • View arievrahman’s profile on Facebook
  • View arievrahman’s profile on Twitter
  • View arievrahman’s profile on Instagram
  • View arievrahman’s profile on LinkedIn

Return to top

© Copyright Backpackstory 2012-2019

Website Powered by WordPress.com.

Cancel