Dari 250 juta lebih penduduk Indonesia, saya termasuk salah satu orang yang menganggap remeh Toyota Agya. Bodinya yang mungil, cc –kapasitas mesinnya yang kecil, dan harganya yang murah –sehingga digolongkan sebagai mobil LCGC (Low Cost Green Car) membuat saya pesimis bahwa mobil ini bisa dipakai untuk perjalanan jauh ke luar kota. “Ah, mungkin hanya bisa untuk antar jemput anak sekolah saja.” Saya membatin. “Kalaupun bisa dipakai untuk ke Bekasi atau Kelapa Gading, nyaman gak ya?”

Anggapan saya, bisa benar, bisa juga salah, karena saya hanya manusia biasa yang tak luput dari dosa dan hadas besar. “Agya punya gue enak-enak saja kok.” Kata Stejo, seorang yang akan menjadi teman seperjalanan saya hari itu. “Biasa gue bawa ke luar kota pula.” Tambah cewek yang tinggal di Kalideres, Jakarta Barat dan bekerja di Bintaro, Tangerang Selatan ini.

“Luar kotanya, Kalideres ke Bintaro?” Yeah, right. “Tapi kan kita hari ini mau ke Cirebon dan Kuningan!”

“Nanti coba elu tes sendiri deh, kalau gak percaya.” Sungutnya, sambil memberikan sebuah kunci milik Toyota Agya TRD-S tahun 2017 berwarna merah mengilap yang diparkir di halaman dealer Toyota Trust di Kawasan Niaga Bintaro Sektor 7, Jalan MH Thamrin Blok B No. 2, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, itu. Ya, hari itu, saya akan menantang Toyota Agya ini untuk bepergian ke luar kota, dengan menempuh jarak lebih dari 200 kilometer sekali jalan, dari Bintaro ke Cirebon, dengan menambahkan Kuningan ke dalam daftar perjalanan kami. Kuningan Jawa Barat, bukan Kuningan in the South Jakarta, guys.

 

Saya mengitari si merah satu kali tanpa sempat beribadah tawaf, dan mulai mengagumi kemolekan tubuhnya, tanpa bermaksud seksis. Dari luar terlihat mulus, tidak terlihat bekas operasi seperti halnya tahi lalat Eno Lerian. Namun bagaimana dengan kondisi mesinnya? Saya kan juga harus mencobanya –kalau kata anak zaman sekarang, test drive dulu, sebelum dibeli.

“Kalau mobil bekasnya Toyota Trust sih dijamin mantul!” Seru Stejo, seolah bisa membaca pikiran saya, seperti Alan Parsons.

Sekilas tentang Toyota Trust

Ya, kamu tidak salah membaca. Mobil Toyota yang akan kami gunakan hari itu adalah mobil bekas yang dipasarkan oleh Toyota Trust sebagai Certified Used Car. Wah sertifikasi? Kok seperti label halal MUI? Tenang, yang dimaksud bersertifikasi di sini adalah mobil bekas yang dijual sudah melewati proses inspeksi secara ketat dan detail pada 170 titik (tidak termasuk Titik Sandhora) oleh para appraiser tersertifikasi. Termasuk juga dijaminnya seluruh kelengkapan mobil dan keaslian dokumen. Itulah mengapa mobil bekas yang dijual mendapatkan garansi mesin dan transmisi selama 20.000km atau selama 1 tahun yang disetujui oleh PT Toyota-Astra Motor (TAM) sebagai Agen Pemegang Merek (APM) Toyota di Indonesia.

Mantap, bukan? Beli mobil bekas tapi masih mendapat garansi resmi Toyota. Oh iya, garansi ini diberikan untuk kendaraan yang berusia maksimal 4 tahun atau jarak tempuh maksimal 100.000 km untuk memastikan kondisi fisiknya tetap prima. Melalui pemeriksaan yang ketat dan menyeluruh, mobil bekas tersebut dijamin tidak akan memiliki bekas tabrakan, sementara sasisnya dalam kondisi aman serta layak pakai. Bukan hanya itu, mobil bekas ini juga dipastikan tidak pernah terendam banjir, maupun tercebur di Bundaran HI, serta tidak ada masalah di area kaki-kaki, seperti di sistem kemudi dan suspensi.

Toyota Trust Bintaro

Memangnya, mobil bekas di Toyota Trust datang dari mana saja? Jadi begini, mobil-mobil di sini datang dari para calon customer Toyota yang ingin membeli mobil baru secara trade-in di jaringan dealer resmi Auto2000. Mobil-mobil yang dijadikan trade-in inilah yang kemudian disertifikasi oleh Toyota Trust sebelum dijual ke khalayak ramai. Penjualnya bisa mendapatkan mobil Toyota baru dari Auto2000, sementara pembelinya bisa mendapatkan mobil bekas yang tersertifikasi dari Toyota Trust.

Sungguh skema bisnis yang unik dan menarik! Apabila kamu tertarik dengan layanan ini, kamu bisa secara mandiri mengisi data-datanya di website Auto2000 melalui fitur layanan trade-in, atau bisa pula komunikasi langsung dengan wiraniaga Auto2000 untuk mendapatkan panduan dalam rangka pemanfaatan layanan Toyota Trust.

Toyota Trust Bintaro

Toyota Trust, sebagai penyedia mobil bekas bersertifikasi dan layanan trade-in dengan Auto 2000 yang sudah beroperasi sejak April 2017, juga menyebutkan bahwa ada lima poin penting yang harus diperhatikan saat membeli mobil bekas, yaitu:

  1. Parts mobil masih asli, bukan KW Super.
  2. Ban masih tebal, bukan terkikis usia dan pengalaman.
  3. Rangka mobil aman, bukan bekas kecelakaan seperti mobil ambulans angker di Bandung.
  4. Mesin mobil masih dalam kondisi baik, bukan sakit kronis.
  5. Bodi masih mulus, tanpa lecet-lecet akibat menerobos demo di depan Gedung MPR.

“Oke, perihal bodi, rangka, dan mesin gue rasa sih aman.” Saya menyimpulkan setelah mengetahui profil Toyota Trust. “Tapi perihal irit, apakah si Agya ini irit? Secara sekarang kan banyak sobat misqueen yang sayang duitnya untuk beli bensin.”

“Ya kita coba saja, gimana?”

“Coba gimana maksud elu?” Saya menatap Stejo dengan sebelah alis terangkat.

Perjalanan Road Trip ke Cirebon

“Kita coba isi sekali dari sini, lalu kita lihat sampai sejauh mana Agya ini bertahan dalam perjalanan ke Cirebon dan Kuningan.”

Waks! Gila lu! Nanti kalau gak cukup bagaimana?”

“Ya kan tinggal isi di jalan.” Jawab Stejo. “Hahaha.”

Pagi itu, kami berangkat setelah mengisi bahan bakar beroktan 92 –sesuai anjuran yang tertempel pada tangki bensin si merah, dengan metode ‘full-tank’ yang membuat indikator bahan bakar menjadi penuh terisi delapan strip dengan estimasi jarak pakai sekitar 359 kilometer sementara jarak Jakarta – Cirebon saja sudah 200 kilometer lebih. Dengan kapasitas penampungan bahan bakar yang hanya sekitar 30 liter, saya masih harap-harap cemas sampai sejauh mana Toyota Agya TRD-S ini akan bertahan.

 

Sebelum berangkat, saya sempat melontarkan pertanyaan perihal keiritan Toyota Agya kepada netizen di Instagram, dan respon yang maksud cukup membuat saya optimis, bahwa kami akan bertahan lama hari itu. Kami di sini berarti saya dan si merah, bukan saya dan Stejo.

Dengan pertanyaan “Kira-kira kalau isi full-tank, tanpa bensin campur (dorong), apakah cukup untuk ke Cirebon dan Kuningan?” Berikut adalah beberapa komentar yang masuk:

@rrestika_: Cukup lah. Cilegon – Bandung (Tol Cilegon Timur s.d. Tol Pasirkoja) saja cuma habis 3 strip doang, itu juga gara-gara macet di Jakarta – Bekasi – Karawang.

@daawidia: Cukup banget, aku full-tank bisa PP Bekasi – Bandung plus muter-muter Bandung. Averagenya di 19 Kilometer per liternya.

@hafizachmad: Cukup banget. Sebagai pemakai dan pencinta Agya, mobil ini adalah pilihan yang tepat.

@ade.ibadurrohman: Kalau full-tank mah bolak-balik masih bisa. Hahaha.

Benar-benar komentar yang melegakan hati, seperti isi ceramah KH Zainuddin MZ, yang memiliki inti pengendalian diri.

Toyota Agya Cirebon

Saat itu adalah Minggu pagi, dan kami cukup terkejut ketika tiba di Rest Area kilometer 57 hanya dalam waktu sekitar satu jam perjalanan dari Bintaro. Biasanya kalau saya menyetir ke Bandung di hari Sabtu, satu jam itu hanyalah jarak tempuh dari Jakarta ke Bekasi, sebelum terjebak macet.

Setelah menghabiskan segelas kopi, perjalanan berlanjut ke arah jalan tol paling membosankan di Indonesia, yaitu tol Cipali atau Cikopo – Palimanan yang memiliki panjang 116 kilometer dengan pemandangan jalanan yang lurus tanpa adanya satwa-satwa liar yang berlarian ke sana ke mari di bawah rindangnya pohon baobab.

Jalanan lurus, berarti kesempatan saya untuk menggeber si merah dengan maksimal. Saya menekan pedal gas di mobil berkapasitas 1.200 cc ini dengan sekuat tenaga, hingga speedometer menunjukkan angka 130; namun nyali dan bayangan wajah Mamalah yang menghentikan saya untuk mengebut lebih kencang. Menariknya, walaupun dipacu sedemikian kencang, Toyota Agya ini tetaplah stabil di jalan, tanpa guncangan seperti di kapal cepat Karimunjawa, dan tetap nyaman seperti pundak Putri Marino.

Kami tiba di Cirebon dua jam kemudian, setelah sebelumnya sempat berhenti untuk toilet break pada salah satu rest area di Tol Cipali. Di Cirebon, posisi strip bahan bakar masih menunjukkan lebih dari setengah bar. Cukup mantap, untuk mobil yang saya remehkan.

Mengecek Kendaraan di Auto 2000 Cirebon

“Kita mampir di Auto 2000 Cirebon dulu ya!” Ajak Stejo ketika si merah keluar dari Tol Cipali. “Kayaknya sih gak jauh dari kota.” Tambahnya sambil membuka aplikasi peta digital di smartphone.

“Lah, memangnya kenapa sih mobilnya?”

“Ya, namanya juga mobil bekas, cuy.” Stejo memberikan aba-aba untuk berbelok ke kanan. “Siapa tahu ada apa-apa.”

Hmm, ya betul juga sih, lebih baik dicek dulu, toh mobil bekas Toyota dari Toyota Trust kan berhak mendapatkan servis berkala secara gratis di bengkel resmi Auto2000 untuk servis kecil dan servis besar masing-masing sebanyak 1 kali. Maka jadilah kami melipir ke Auto 2000 Cirebon di Jalan Brigjen Darsono Nomor 10c, Tuk, Kedawung, Cirebon, Jawa Barat.

 

Di hari Minggu, di mana PNS sedang libur, bengkel Auto 2000 tetap buka mulai pukul 09.00 hingga 15.00, lewat dari itu, kamu bisa juga menghubungi layanan Astra World 24 jam di nomor 1-500-898 apabila ada masalah pada kendaraan Toyota milikmu.

Benefit lain yang didapat sebagai pengendara mobil Toyota adalah terdapatnya layanan pengecekan kondisi kendaraan di Auto 2000 secara gratis yang meliputi pengecekan elektrikal, lampu-lampu, aki, power window, radiator, hingga tekanan angin roda. Proses ini hanya memakan waktu setengah jam sudah termasuk gratis cuci mobil.

Sambil menunggu, kamu bisa beristirahat sejenak di ruang tunggu yang dilengkapi dengan fasilitas TV layar lebar, colokan, musholla, juga free coffee & snacks! Lumayan bukan main ke Auto 2000, dapat cek mobil gratis, cuci mobil gratis, lalu makanan dan minuman yang juga gratis. Sobat misqueen can relate these!

Auto 2000 Cirebon

Pada akhir kunjungan, kami sempat berbincang dengan Mas Adit selaku Service Advisor Auto 2000 Cirebon, yang memberikan tip-tip singkat bagi kami yang akan melakukan road trip dengan mobil.

“Intinya, kalau mau road trip kamu jangan lupa untuk selalu mengecek tekanan angin dan momen roda.” Jelas Mas Adit dengan senyumnya yang menawan. “Tekanan angin di ban dapat berpengaruh ke bahan bakar yang boros. Lalu momen roda, yaitu kekencangan baut-baut pada roda sangat bermanfaat ketika kamu akan berkendara dengan kecepatan tinggi.”

“Siap Mas! Tipsnya sangat bermanfaat sekali. Habis ini kami akan lanjut ke Kuningan. Ada rekomendasi tempat yang bagus di sana, Mas?

“Kalau ke Kuningan, harus main ke Palutungan!”

Menjajal Empal Gentong dan Nasi Lengko khas Cirebon

Untuk ke Kuningan, kami yang buta arah dan sedang malas bergantung dengan teknologi, kali ini mengandalkan bantuan Ferdi Kusuma, teman baik saya yang berdomisili di Cirebon. Siang itu, Ferdi datang ke Auto 2000 untuk kemudian bergabung dengan saya dan Stejo.

“Fer, gue lapar nih.” Sapa saya, tanpa didahului Assalamualaikum, yang sudah diucapkan dalam hati.

“Memangnya mau makan apa?”

“Gue sih mau nyobain Nasi Lengko.” Saya menjawab sambil membayangkan foto Nasi Lengko yang saya dapatkan di Google. “Kayaknya Stejo kepengin Empal Gentong.”

“Iya nih, penasaran sama empalnya Cirebon!” Timpal Stejo. “Ada gak ya, tempat yang jual makanan-makanan rakyat itu?”

“Ada sih.” Ferdi menjawab sambil memainkan handphone-nya. “Sebentar gue kontak yang punya restoran dulu.”

TSADESSSTTTT!

Empal Gentong H Apud

Tempat yang dimaksud Ferdi, ternyata adalah Rumah Makan Empal Asem – Empal Gentong H. Apud (H di sini, bukan kepanjangan dari Harry ataupun Hermawan) yang terletak di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 24, Battembat, Tengah Tani, Cirebon, Jawa Barat. Rumah makan ini menyajikan berbagai macam kuliner khas Cirebon seperti Empal Gentong, Empal Asem, Nasi Lengko, juga Tahu Gejrot, walaupun saya tidak menemukan Batik Trusmi di sana.

Kisah empal gentong di sini, bermula dari perjalanan ayah Haji Mahfudz (Apud) pada tahun 1994 yang saat itu menjajakan makanan  berupa empal bersantan di dalam gentong dari tanah liat yang dipikulnya sambil berkeliling Kota Cirebon. Saat itu belum ada ojek online, sehingga penjual makanan memang hanya bisa mengandalkan tenaga dan tekadnya saja. Setelah pensiun dari berjualan makanan yang kini dikenal sebagai empal gentong tersebut, resepnya pun diturunkan ke Haji Apud yang memutuskan untuk membuka restoran Empal Asem – Empal Gentong H. Apud pada 2009 hingga sekarang.

Perut kenyang, hati tenang, maka acara selanjutnya adalah bertualang.

Mendaki Palutungan di Kuningan

“Lu duduk depan ya Fer.” Pinta saya sambil mempersilakan Ferdi masuk dari pintu sebelah kiri. “Nanti tunjukin jalan ke Kuningan.”

“Siap!” Jawabnya lugas, seperti poster kampanye AHY yang sempat berdiri megah di jalanan ibukota. “Memangnya mau ke mana saja nanti?”

“Gue sebenarnya pengin lihat ikan dewa di Cibulan.” Saya menjawab dengan ragu-ragu, sambil melirik jam tangan. “Tapi masih keburu gak ya? Secara sekarang sudah hampir jam 3 sore.” Iya, yang benar pukul, bukan jam.

“Kalau jam segini, mending langsung Palutungan saja.” Jawabnya. “Perjalanan ke sana bisa satu jam lebih. Belum kalau mau ke Curug Putri.”

“Oh gitu ya.” Saya pun pasrah. “Ya, syukur-syukur di sana bisa bertemu Putri, Marino.”

Perjalanan ke Palutungan, merupakan perjalanan yang mengasyikkan, karena kami disuguhi pemandangan cantik sepanjang perjalanan. Pemandangan yang cantiknya mengalahkan pemandangan Tol Cipali. Sesekali kami membuka jendela mobil, untuk merasakan segarnya udara di wilayah yang menjadi kaki gunung Ciremai itu. Mendaki Palutungan yang berada di ketinggian sekitar 1.100 meter di atas permukaan laut ini, sungguh bukan merupakan tantangan bagi si merah Toyota Agya. Semua medan bisa dilibasnya.

Anggapan saya yang meremehkan Toyota Agya, perlahan pudar dengan sendirinya. Pada pukul empat lebih, kami tiba di area parkir hutan pinus Palutungan, di mana Curug Putri hanya berjarak beberapa ratus meter dari sana. Sungguh hal yang sia-sia dan berpotensi mendapatkan azab Allah apabila kami sudah tiba di Palutungan, namun tidak menyempatkan diri untuk mengunjungi Curug Putri.

Maka berjalanlah kami di hutan Palutungan, yang konon dulu merupakan sarang lutung (monyet) ini, hingga tiba pada sebuah air terjun mungil yang mengalir anggun diiringi kicauan burung dan ditemani hijaunya pepohonan di sekitarnya. Itulah Curug Putri, yang menjadi tujuan penutup perjalanan kami hari itu.

Curug Putri Palutungan Kuningan

Well, sebenarnya bukan penutup perjalanan yang sesungguhnya sih, karena kami masih menyempatkan untuk makan malam bersama di Nasi Jamblang Mimi Pitri sebelum bertolak lagi ke Jakarta malam itu, karena besok Senin. Dari Palutungan, indikator bahan bakar sudah menunjukkan empat strip, yang berarti bahan bakar sudah berkurang setengah.

Lepas Palimanan, indikator bahan bakar sudah mulai berkedap-kedip dengan logo tangki bensin berwarna kuning menyala. Pada pukul sebelas malam, ketika indikator jarak tempuh menunjukkan angka 448 kilometer yang menjadi penunjuk panjang perjalanan kami hari itu, bahan bakar si merah resmi habis.

Saat itu, kami sedang mengendara keluar dari Pintu Tol Kalijati guna menghindari kecelakaan yang terjadi beberapa kilometer di depan kami. “Di sini, pombensin terdekat di mana ya?” Saya bertanya ke Stejo yang tertidur pulas.

Toyota Agya

Walaupun hanya satu hari, namun perjalanan ke Cirebon dan Kuningan hari itu telah mengubah pandangan saya tentang Toyota Agya, dari yang sebelumnya hanya mobil untuk antar jemput anak sekolah, sekarang menjadi mobil tangguh untuk menjemput anak sekolah, di Cirebon. Sungguh sebuah mobil mungil yang sangat mantul.

Saat ini, Toyota Agya tipe TRD-S dapat kamu dapatkan dengan harga baru sekitar 150 juta Rupiah, atau harga bekas berkualitas sekitar 105 juta Rupiah, hanya di Toyota Trust. Apabila ingin melihat mobil-mobil bekas berkualitas dan bergaransi Toyota Trust, kamu dapat mengunjungi akun Instagram Catalog Toyota Trust, dan apabila ingin bertanya-tanya seputar produk dan layanan Toyota Trust, kamu bisa langsung menyapa mereka di akun Instagram resmi Toyota Trust.

Setelah ini, jalan-jalan ke mana lagi ya dengan Toyota Agya?