“POKOKNYA AKU MAU TURUN!” Isabella menjauhi kursinya sambil berteriak, sementara pria di sampingnya mencoba menahan dengan memegang tangannya. “LEPASKAN ALBERTO!” Tampiknya keras sembari berusaha melepaskan pegangan tangan pria tersebut.

“TAPI ISABELLA, KITA KAN SEDANG DI ATAS PERAHU!”

Isabella terdiam, sementara perahu masih membawa mereka mengarungi Sungai Melaka, bersama juga dengan Bongky dan Wati, dua orang figuran yang ikut serta pada kisah ini.

Dengan sekuat tenaga, Isabella berhasil melepaskan pegangan tangan Alberto, dan bergerak mendekati nakhoda perahu, sebelum mengambil ancang-ancang untuk melompat keluar dari perahu yang sedang bergerak di gelapnya malam.

“JANGAAAN!”

Malacca River

Malacca River (Photo: Bongky)

[Disclaimer: Kisah ini sungguh-sungguh terjadi, walaupun nama pelaku sengaja disamarkan, serta ditambah sedikit dramatisasi kisah, walaupun penulis bukan seorang Gemini.]

Sudah setahun lebih Alberto mengenal Isabella lebih jauh, dan mengikuti anjuran kebanyakan orang yang mengatakan, “Bawalah pasanganmu ketika traveling, supaya kamu dapat mengetahui sifat aslinya.”, maka Alberto pun mengajak Isabella ikut serta dalam perjalanannya, bersama dengan Bongky dan Wati, sahabat karib Alberto.

Rute perjalanan mereka kala itu cukup simpel, cuma seputaran Asia Tenggara yang dimulai dari Singapura, kemudian Malaysia, sebelum beranjak mengunjungi Kamboja. Sebuah rangkaian perjalanan yang didukung dengan harga tiket pesawat ke Singapura yang cukup murah, yang mereka dapatkan dari sebuah situs perjalanan seperti Wego.

Pada awalnya, perjalanan ini nampak normal dan biasa-biasa saja. Mereka datang dengan pesawat paling malam dari Jakarta, menginap di dalam Bandara Changi sebelum menjelajah Singapura selama seharian. Kala itu, mereka tidak  menginap di Singapura demi alasan efisiensi waktu, namun hanya menitipkan barang-barang mereka pada sebuah hostel di kawasan Little India.

Semuanya masih berjalan baik-baik saja, hingga pada suatu perjalanan dengan MRT ke Jurong East, Bongky bertanya kepada Alberto.

“Eh, mantan gebetan kamu, si Maria Fernanda itu apa kabar? Dia di Singapura kan?”

DHEG!

Jantung Alberto berdetak mendengar nama itu, pun dengan jantung Isabella yang ternyata mendengar pertanyaan Bongky. “Umm, iya.” Jawab Alberto, sementara Isabella meliriknya tajam, walapun Alberto pura-pura tak mengacuhkannya.

“Tapi sekarang dia sedang gak di Singapura.”

“Oh.”


Maria Fernanda, adalah nama seorang wanita yang pernah digilai oleh Alberto di masa lalu, dan Isabella tahu akan hal tersebut. Dahulu, sebelum masa-masa pedekate Alberto ke Isabella, Alberto seringkali bercerita tentang Maria Fernanda kepada Isabella, tentang perjuangannya yang gigih, namun gagal. Tapi itu cerita dulu, karena saat itu Alberto sudah bersama Isabella, dan seharusnya telah melupakan Maria Fernanda. Seharusnya.

Kisah Alberto dan Isabella. Dari curhatan, menjadi gebetan, kemudian jadian. Sebuah siklus pacaran khas anak muda masa kini.

Pelajaran #1: Sebaiknya tidak usah bercerita tentang wanita lain kepada gebetan, atau calon gebetan. Apabila sudah terlanjur cerita sebelum menjadi gebetan, segera batalkan misi.

Saat itu, hubungan Alberto dan Isabella nampak baik-baik saja. Hingga pada suatu kesempatan di Science Centre, Alberto mengajak Isabella bicara namun Isabella tidak mempedulikannya. Hal itu terus terjadi sampai lokasi tujuan mereka berikutnya, yaitu Marina Barrage.

“Aku salah apa?”

Isabella diam.

“Kok kamu diam?”

Isabella tetap diam, seperti Melly Goeslaw di lagu Diam. Diam yang bukan berarti emas, karena Isabella adalah seorang embak. Oke, maaf.

Pelajaran #2: Diamnya seorang wanita adalah pertanda dia sedang marah, dan apabila ditanya tetap diam, maka itu pertanda dia sedang marah banget.

Sudah merupakan tabiat kebanyakan wanita untuk meninggalkan prianya kebingungan tanpa jawaban, namun itu tidak membuat Alberto kehilangan akal. Dia segera meminta Wati untuk mencari apa yang terjadi sebenarnya, dan Wati pun melaksanakan tugasnya dengan baik.

“Dia ngambek, karena kamu nyebutin nama Maria Fernanda.”

Waduh!

Marina Barrage
Pelajaran #3: Jangan sekali-kali menyebutkan nama wanita lain di depan pasangan, apalagi nama tersebut pernah digebet di masa lalu. Jangan, kalau masih mau selamat dunia akhirat.

Pendingin bus yang membawa mereka ke Melaka malam itu, entah mengapa terasa lebih dingin dari biasanya, terutama bagi Alberto. Dia duduk di samping Bongky, bukan di samping pak sopir yang sedang bekerja, sementara Isabella berada di samping Wati. Keduanya (Isabella dan Wati, bukan Bongky dan sopir.) nampak sudah terlelap ketika bus memasuki highway yang memisahkan Singapura dan Malaysia.

“Memangnya, kamu masih berhubungan dengan Maria Fernanda?” Bongky membuka pembicaraan malam itu.

Pria itu menoleh ke arah Isabella dan Wati, yang terlihat semakin pulas, dengan adanya suara dengkuran Wati “Jadi begini ceritanya, Bong.”. Alberto memelankan suaranya, supaya tidak terdengar oleh pak sopir yang sedang bekerja.

Berikutnya, Alberto mulai menceritakan kembali kisahnya dengan Maria Fernanda, kisah yang kandas sebelum sempat bahagia tersebut.

“Tapi kamu masih berhubungan sama dia?”

“Ya kalau dia hubungi, ya aku balas. Kalau enggak, ya enggak.”

Hari hampir berganti ketika bus malam mulai memasuki Melaka, sementara Alberto dan Bongky pun masih asyik mengobrol tanpa sadar kalau ternyata ada yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan mereka.


Alunan lagu ‘Antara Anyer dan Jakarta’ sayup-sayup terdengar dari radio taksi yang serak, sembari mengiringi perjalanan mereka dari Melaka Sentral menuju River View Guest House. Malam itu, tak ada lagi percakapan antara Alberto dan Isabella. Juga antara Bongky dan sopir bus yang sedang bekerja.

Hanya ada sambutan hangat dari Raymond, si pemilik penginapan, yang menjelaskan di mana kamar yang akan mereka tempati, termasuk makanan gratis yang tersedia di meja. “You can eat any foods on this table.” Ucapnya. Namun tak ada yang lapar malam itu, semuanya ingin segera terlelap.

Pagi harinya, mereka dibangunkan oleh suara hujan yang deras. Praktis, mereka tak dapat ke mana-mana pagi itu, sedangkan kegiatan yang dapat dilakukan hanyalah memakan pisang milik Raymond di dapur. Sementara itu, Alberto memilih mengobrol dengan Bongky, sementara Isabella lebih memilih diam di kamar.

Pelajaran #4: Boys, hati-hatilah dengan diamnya seorang wanita. Karena bisa saja dia sedang memikirkan sebuah pembunuhan berencana.

Siang itu, selepas hujan reda, mereka mulai menjelajah Melaka. Dimulai dari pintu belakang penginapan yang terhubung langsung dengan Sungai Melaka yang biasa saja namun bersih, melewati Masjid Kampung Kling, menuju Jonker Street –surganya makanan di Melaka, yang seharusnya dikunjungi pada malam hari, namun diubah menjadi siang hari karena lapar.

Pada sebuah restoran bernama Ah Mah Fish Cake, mereka melabuhkan perutnya siang itu. Isabella masih saja bersikap dingin terhadap Alberto, yang apesnya sedang mengalami gangguan pencernaan, sementara Bongky dan Wati masih bersikap lempeng-lempeng saja sebagai tokoh figuran.


Setelah perut kenyang, mereka kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Berhubung Melaka adalah kota yang kecil, maka hampir semua objeknya bisa didatangi dengan berjalan kaki, apabila mampu. Yang menjadi highlight mereka pada siang yang terik tersebut adalah sebuah komplek bangunan merah yang dikenal dengan nama Red Square.

Yang pertama adalah bangunan bernama Stadthuys, yang menurut bahasa Belanda artinya adalah balai kota. Bangunan yang memiliki menara jam di depannya ini adalah sebuah bangunan peninggalan Belanda pada masa pendudukannya di tahun 1650. Dahulu bangunan ini digunakan sebagai kantor oleh Gubernur Belanda, sebelum berpindah ke tangan Inggris pada abad ke-19 dan dijadikan sebagai sekolah.

Di samping Stadthuys, terdapat juga bangunan berwarna merah yang tak kalah menarik, yaitu Christ Church Melaka, yang sayangnya pada hari tersebut tidak dapat dimasuki oleh umum.

Christ Church Malacca

Christ Church Malacca

Pada halaman Gereja Anglikan abad ke-18 yang merupakan gereja katolik tertua di Malaysia yang masih dipergunakan ini, Alberto mencoba untuk mengajak Isabella berbicara, bertanya lagi atas sikap tak acuhnya, sambil meminta maaf. Namun yang didapatnya hanya diam.

Karena lelah dan sedikit putus asa, Alberto memilih bermain becak hias bersama Wati.


Perjalanan berlanjut dengan mendaki St. Paul Hill yang terletak tak jauh dari Stadthuys. Bukit tersebut dulunya adalah sebuah bukit suci, di mana terdapat sebuah gereja bersejarah yang berdiri pada tahun 1521, yaitu St. Paul’s Church. Ide awal pendirian gereja ini adalah bangunan kapel sederhana yang didedikasikan untuk Bunda Maria, yang juga dikenal dengan bahasa Portugal ‘Nossa Senhora da Annunciada‘ atau dalam bahasa Inggrisnya ‘Our Lady of the Hill’. Sementara dalam Bahasa Indonesia berarti ‘Wanita Kita di Bukit’.

Pertanyaannya, mengapa menggunakan bahasa Portugal untuk menamai gereja tersebut? Jawabannya, karena gereja tersebut didirikan oleh seorang Portugal yang bernama Duarte Coelho –yang entah apakah merupakan leluhur Paulo Coelho, karena wujud syukurnya kepada Tuhan setelah berhasil selamat dari badai di Laut Cina Selatan.

Kerennya orang zaman dulu, mereka yang selamat dari bahaya kemudian bersyukur dengan membangun gereja. Beda dengan politikus Indonesia yang selamat dari penjara, namun mereka justru korupsi lagi.

St. Paul's Church Malacca

St. Paul’s Church

Di reruntuhan gereja ini, Alberto mencari-cari Isabella yang ternyata menghilang dari pandangannya, namun tidak menemukannya. Alhasil, Alberto justru sibuk memfoto Wati yang berpose seksi bersama batu nisan dan prasasti.


Setelah menemukan Isabella, mereka menuruni bukit menuju A Famosa, sebuah benteng peninggalan Portugal, yang berarti ‘The Famous’. Benteng tersebut merupakan salah satu dari beberapa peninggalan Eropa di Asia Tenggara, dan saat ini hanya tersisa sebuah meriam dan sebuah bangunan gerbang kecil yang bernama ‘The Porta de Santiago’ pada komplek bangunan itu.

Namun bukan benteng itu yang menarik perhatian Wati dan Isabella, melainkan seorang tukang henna yang mangkal di bawah pohon beringin pada bukit kecil itu. Singkat kata, akhirnya mereka memutuskan untuk mentato anggota tubuh mereka dengan henna. Bukan, bukan pusar ataupun puting kok.

Melacca Henna


Hari sudah semakin sore, ketika mereka menyambangi menara tertinggi di Melaka yaitu menara Taming Sari. Berikutnya tinggal menyusuri Jalan Merdeka dan menuju Maritime Museum, yang terletak dekat dengan titik awal keberangkatan Melaka River Cruise yang merupakan tujuan berikutnya.

Seharusnya malam itu dapat menjadi malam yang romantis bagi Alberto, namun kenyataan mengatakan lain. Nyatanya hingga malam hari, Isabella masih urung berbicara dengannya. Paling-paling cuma dengan isyarat mata dan gerakan tangan, itu juga hambar dan seadanya, masih mending penerjemah bahasa isyarat pada Dunia dalam Berita.

Melaka River Cruise

Melaka River Cruise

Sambil menunggu jadwal keberangkatan perahu, mereka mengisi perut dengan menyantap satay celup yang terletak di dermaga. Selain itu, waktu yang masih kosong ternyata juga dimanfaatkan Alberto dan Wati untuk memanfaatkan Bongky, sang fotografer guna memfoto mereka di pinggiran sungai berlatarkan pantulan lampu Melaka.

Sementara Isabella, saat itu menghilang lagi entah ke mana.


Tak disangka, penumpang perahu malam itu cukup banyak, sehingga mereka harus berdesak-desakan dengan para penumpang lain, termasuk rombongan biksu yang tiba-tiba muncul entah dari mana. Misterius, seperti halnya perasaan wanita.

Rute perahu malam itu sebenarnya cukup sederhana, menyusuri Sungai Malaka, dari Maritime Museum hingga Spice Garden, dengan melewati bangunan-bangunan bersejarah di pinggiran sungai. Jarak tempuh normal adalah 45 menit hingga 1 jam, dengan panjang rute sejauh 5,5 kilometer.

Di atas perahu, Alberto kembali berusaha mendekati Isabella, bertanya perihal dinginnya sikap Isabella. Kali ini, setelah menatap mata Isabella lama, dan ditambah kemilau lampu yang dipantulkan para biksu, Isabella mulai angkat bicara. Sebaris kata-kata yang mungkin akan diingat Alberto seumur hidupnya.

“Aku semalam dengar obrolan kamu dengan Bongky di dalam bus.” Isabella berdiri, dan bergerak menjauhi Alberto di dalam perahu kecil tersebut.

Aih matik. Berikutnya drama pun dimulai.

Pelajaran #5: Sebaiknya tidak usah membicarakan wanita lain dengan teman apabila sedang bersama pasangan, walaupun pasangan sedang tidur, atau pura-pura tidur.

“LEPASKAN!”

Isabella kembali berseru, sambil mengambil ancang-ancang ingin melompat keluar dari perahu, sementara sebelah tangan Alberto memegang tangannya. Alberto yang kebingungan kemudian memanggil Wati dan Bongky, memintanya untuk menenangkan Isabella.

“Ini sebentar lagi sampai, Bel.” Ucap Wati.

“POKOKNYA AKU MAU TURUN!”

“Iya sebentar ya.” Alberto kembali angkat bicara. Pria itu kemudian meminta nakhoda perahu yang sedang bekerja untuk menepikan perahunya. Berhenti di dermaga terdekat, yaitu Kampung Morten.

Berhasil. Perahu tersebut dapat menepi, dan Isabella berusaha turun secepat kilat.

Alberto mengejar, disusul Wati, lalu Bongky. Sementara para biksu dan nakhoda perahu juga mengejar, dengan matanya.


Kampung Morten, sebenarnya masuk dalam daftar tempat yang rencananya akan dikunjungi oleh mereka. Keunikan kampung yang merupakan satu-satunya perkampungan Melayu di Bandar Melaka ini adalah para penduduknya yang masih memegang tradisi lama dan tidak terlalu banyak berubah akibat pergantian zaman. Selain itu, rumah-rumah penduduk di kampung ini memiliki kekhasannya sendiri karena masih berbentuk Rumah Melayu lama bermaterialkan kayu, dengan bentuknya yang khas.

Saat ini, Kampung Morten dikenal juga sebagai museum hidup, untuk para turis yang ingin melihat langsung aktivitas warga Melayu tempo dulu. Termasuk Alberto, yang sudah penasaran dengan kampung tersebut sejak terbang dari Jakarta.

Namun kenyataan berkata lain. Alberto harus mengejar Isabella yang berlari menyusuri sungai, sementara hatinya mengatakan ingin mampir di Kampung Morten.

Kampung Morten

Ferris Wheel, near Kampung Morten. (Photo: Bongky)

“Ini, bawa ini.” Bongky memberikan kunci pintu belakang penginapan kepada Alberto. “Kejar dia dan ajak ngobrol baik-baik.”


HAP!

Mirip cicak di dinding, Alberto menangkap lengan Isabella, setelah berhasil mengejarnya. “Penginapannya ke arah sini.”

Langkah Isabella melambat, dan Alberto pun menyamai langkahnya. Mereka kini berjalan bersama di pinggiran Sungai Melaka yang temaram. Romantis harusnya, kalau tidak sedang terjadi masalah.

“Kamu kenapa sih?” Alberto kembali membuka obrolan. Pertanyaan yang sama, yang sudah ratusan kali ditanyakannya hari itu.

Setelah beberapa saat, akhirnya Isabella luluh juga, hingga akhirnya dia bercerita akan kegundahan yang dialaminya, akan obrolan-obrolan yang didengarnya di bus. Tentang Maria Fernanda.

“Ini semua karena Bongky.” Alberto menjelaskan, perihal mengapa dia menyebut lagi nama Maria Fernanda. “Maria adalah teman Bongky juga, oleh karena itu wajar apabila dia menanyakan kabarnya. Sungguh, bukan dari aku.”

Isabella tetap bergeming dengan pendiriannya, entah mengapa penjelasan tersebut belum membuatnya puas.

Pelajaran #6: Ingat selalu Pasal 1 bahwa senior selalu benar, dan Pasal 2 yang menyatakan bahwa apabila senior melakukan kesalahan, lihat kembali Pasal 1. Pada sebuah hubungan percintaan, wanita adalah senior.

“Aku minta maaf kalau ini membuatmu kesal.” Iba Alberto. “Kalau perlu, besok aku minta Bongky untuk menjelaskan semuanya.”

Pelajaran #7: Jangan pernah menyerah untuk meminta maaf, dan usahakan selalu yang terbaik untuk sebuah hubungan. Karena pada dasarnya, semua hal bisa dibicarakan dengan baik-baik.

“Tak usah.” Jawabnya sambil cemberut. “Temukan saja aku dengan Maria Fernanda.”


Esok harinya, Alberto meminta Bongky untuk memberikan penjelasan kepada Isabella, tentunya dengan penjelasan yang sudah diatur pada malam sebelumnya.

“Pokoknya bilang, kalau yang mulai ngomongin Maria Fernanda itu kamu, bukan aku.”

“Oke!” Sahut Bongky, mengiyakan permintaan sahabatnya.

Melaka

Where are they going?

Pagi itu, mereka meninggalkan Melaka menuju Kuala Lumpur dengan wajah berseri karena sudah tidak ada lagi masalah yang menyelimuti perjalanan mereka.

Dari peristiwa hampir putus di Melaka, Alhamdulillah berkat doa dan dukungan teman-teman yang lain, akhirnya beberapa bulan setelah itu Alberto mengumumkan bahwa dia secara resmi sudah putus dari Isabella. Akhirnya, mereka hidup bahagia untuk selama-lamanya.

Sebuah siklus relationship dari curhatan, menjadi gebetan, kemudian jadian, hingga akhirnya berujung perpisahan.

Pelajaran #8: Jangan selalu memaksakan hubungan, apabila sudah tidak cocok, lalu mengapa masih dipaksakan? Kalau hanya untuk saling menyakiti, lalu untuk apa meneruskan?