Pernahkah cintamu digantungkan?

Pernahkah kamu terlambat masuk sekolah?

Pernahkah kamu mengalami delay penerbangan? Saya pernah. Dan tanpa mengurangi rasa hormat ke 2 pertanyaan sebelumnya, beginilah ceritanya. 

Semuanya berawal pada suatu siang yang cerah, di Changi International Airport Singapura, Singapura (bukan redundansi, memang ibukota Singapura adalah Singapura). Jam di tangan saya sudah menunjukkan pukul 13:30 dan saya masih harus menyelesaikan urusan GST refund padahal pesawat kembali ke Jakarta dijadwalkan akan terbang pukul 14:25. Setelah urusan lamaran GST beres, saya pun bergegas menuju pelaminan ruang tunggu keberangkatan.


Pukul 14:00

Para penumpang sudah memasuki ruang tunggu, dan pesawat yang ditunggu (sebut saja Air Asia) sudah terlihat di jendela. Kami (saya dan para penumpang, bukan saya dan Pak Kusir yang sedang bekerja. -red) pun segera memasuki lapangan upacara pesawat begitu panggilan telah dikumandangkan.

Pukul 14:25, pesawat telah terisi penuh dan tak terlihat penumpang yang berdiri bergelantungan di dalamnya. Setelah pramugari yang cantik dan pramugara yang tak kalah cantik memperagakan panduan penggunaan alat-alat keselamatan, pesawat pun bersiap lepas landas menuju Jakarta.

“Ngiiiiing…” Mesin di bagian sayap dinyalakan. Sayap pun membuka.

“Jakarta, here I comeeee!”

Suasana di Ruang Tunggu Keberangkatan

Pesawat yang Ditunggu


Pukul 15:00

Pesawat telah terbang dengan tenang, menembus awan, melintasi laut, juga bukit berbunga tempat yang indah. Lalu saya membuka mata, melihat ke luar jendela. CHANGI INTERNATIONAL AIRPORT.

Hah? Apa saya ketiduran selama itu? Dari Singapura ke Jakarta, sampai balik ke Singapura lagi?

“Nguuuuung…” Mesin di bagian sayap dimatikan. Sayap pun menutup. Sebuah suara memecah keheningan siang itu.

“Penumpang yang terhormat, dengan ini diberitahukan bahwa pesawat mengalami gangguan pada sistem hidrolik, sehingga penerbangan terpaksa ditunda. Saat ini kita sedang menuju kembali ke terminal keberangkatan.”

*hening*

Dengan langkah gontai dan hati yang galau kami pun kembali ke ruang tunggu, menanti kabar yang belum pasti. Daripada bengong dan bermain botol, saya pun iseng bermain kamera. Hasilnya? Jangan ditanya, biarkan gambar kabur yang berbicara.

Angkat ah!

Rawrrrr!

Ngintip dulu!


Pukul 16:00

Sebuah kabar mengejutkan pun muncul, pesawat diperkirakan baru akan terbang pukul 18:30. Penumpang pun berteriak “Buuuu… Buuuuu… Buuuu Joko punya Termos Es?” yang dijawab dengan “Namun, sebagai kompensasi kita akan memberikan kompensasi berupa tiket umroh PP selama 13 hari untuk 2 orang makan sore di Food Gallery”. Karena marah itu membuat lapar, maka para penumpang yang marah pun segera bergegas menuju ke Food Gallery (untuk makan, bukan untuk tanah air tercinta Indonesia. -red).

Tempat memuaskan lapar dan dahaga

Pilihan makanan yang disediakan di Food Gallery cukup beragam, ada Nasi Lemak Lembut, Masakan India Arie, Nasi Ayam Kampus, hingga Alon Alon Sup Wanton Kelakon. Dengan kalap saya pun memilih menu-menu yang tersedia di situ, pikir saya kapan lagi makan gratis selain di kawinan. Sesampainya di kasir, saya pun diminta menunjukkan boarding pass saya.

“Haiyaa, mana boarding pass nya laa.”

“Ini, mak cik.”

“Maksimal makanan seharga 8 dollar, tak boleh lebih.”

“Haaah!” *masukkan emoticon patah hati di sini*

Dengan gondok saya mengembalikan menu-menu yang telah dipilih, sehingga hanya inilah yang tersisa. Nasi Ayam dan cincau botolan, lengkap dengan piring, nampan, sendok, garpu, juga sedotan. Huwow!

Nasi Ayam + Cincau (sekitar 8 Dollar)


Pukul 17:00

Setelah kenyang dan tenaga telah terisi lagi, kami pun meninggalkan Food Gallery. Masih satu jam lebih sebelum pesawat dijadwalkan terbang lagi, maka kami pun melakukan aktivitas-aktivitas lain di bandara. Dan karena Changi Airport adalah bandara terbaik nomor satu di dunia selama beberapa tahun versi sleepinginairports (bukan versi on the spot), maka kami pun menemukan beberapa tempat menarik di sini. Mau belanja? banyak pilihan di sini. Nonton film? Ada TV layar lebar dengan sofa yang empuk. Mau tidur? Ada kursi tidur yang nyaman. Mau nikah? Lamar aku dulu Mas.

Belanja di Changi

Nonton film di Changi

Tidur di Changi


Pukul 18:00

Sekitar pukul 18:00, saya dan para penumpang lainnya menuju ruang tunggu keberangkatan (yang sama) dan kami pun menemukan sebuah kejutan di sana.

DOR!! Kaget ga?

Bukan cuma 2×45 menit yang bisa diperpanjang. Delay juga!

Yak, delaynya diperpanjang. Dari pukul 18:30 hingga pukul 21:00. Apes? Mungkin. Peristiwa ini tak urung membuat kami semakin capek, namun apa yang bisa kami perbuat? Hampir tidak ada. Lalu setelah termenung dan tertegun, terdiam dan terpaku, kami pun menemukan sesuatu di dekat situ.

Mesin Pijat Gratis

Seakan Dewa Bandara Changi mengetahui keadaan yang terjadi, di saat kami capek Beliau pun paham. Kemudian Beliau mengutus kursi pijatnya yang cantik bak bidadari datang menghampiri. Ah lumayan, daripada lumanyun, juga masih mendingan lunamaya. Detik demi detik, kaki saya pun semakin menggelinjang karena pijatannya. Awwhhhhhhhhhhhh!

Awwhhhhhhhhhhhh!


Pukul 19:00

Setelah dipijat-pijat, diremas-remas, dan dikocok-kocok, (kaki) saya pun menjadi semangat kembali. Yeah! Namun seperti kebanyakan orang yang datang ke tempat pijat (plus plus), saya juga merasa kotor ya Tuhan! Apakah ini yang namanya dosa? Sepertinya bukan, karena enak. Karena merasa kotor, saya pun menuju tempat yang bernama Musholla *tolong ucapkan Alhamdulillah di sini*. Musholla di Changi letaknya di dekat pintu keluar imigrasi dan seperti kebanyakan musholla di mall-mall Jakarta; musholla ini letaknya di pojok. Yang menarik dari musholla ini adalah namanya, walaupun kata Shakespeare apalah arti sebuah nama tapi saya sangat suka pada nama musholla ini yaitu “Multi Religion Prayer Room”. Ya, siapapun bisa beribadah di sini, tanpa mengenal agama, suku, maupun jenis kelamin.

Multi Religion Prayer Room


Pukul 20:00

Setelah solat (bukan pencitraan) dan beristirahat sejenak, saya pun kembali ke ruang tunggu kedatangan karena tertulis bahwa pukul 20:00 gerbang akan dibuka untuk penerbangan pukul 21:00. Dengan wajah yang tampak lebih tampan dan berseri-seri (bukan pencitraan), saya pun bergabung dengan calon penumpang lain di pintu masuk ruang tunggu tersebut.

Budayakan mengantri, kecuali urusan asmara

Waktu menunjukkan pukul 20:30, namun belum ada tanda-tanda pintu akan dibuka. Sementara kru dari Air Asia pun belum tampak ada yang bersiap di ruang tunggu tersebut. Hanya ada 2 orang petugas bandara yang sama-sama cantiknya di depan pintu tersebut. Mereka mengatakan tidak akan membuka pintu kalau petugas scan dan kru maskapai belum masuk ke ruangan. Para penumpang yang sudah capek pun mendesak agar mereka segera membukakan pintu, sehingga imbasnya mereka terpaksa menghubungi pihak maskapai agar segera datang. Satu celetukan yang saya dengar dari penumpang lain adalah “Wah kayaknya masih lama nih, orang tadi saya lihat kapten, pramugari, sama awak kabin masih threesome makan di tempat kita makan tadi.”

Cantikan mana, hayo?


Pukul 21:00

Rombongan Air Asia mulai berdatangan menuju ruang tunggu keberangkatan, hal ini direspon para calon penumpang dengan tepuk tangan (sindiran) yang sangat meriah. Sekadar informasi: Pilot, pramugari, dan awak kabin tersebut merupakan rombongan yang sama seperti ketika pesawat (dijadwalkan) lepas landas pada siang harinya.

Setelah itu, barulah kami (calon penumpang, bukan calon jemaah haji. -red) memasuki ruang tunggu setelah terlebih dahulu melewati pemeriksaan tubuh dan barang bawaan (barang bawaan seperti tas, bukan “barang” sendiri yang dibawa. -red). Setelah para penumpang duduk manis di ruang tunggu, pihak maskapai mengabarkan bahwa penerbangan diundur lagi sampai pukul 22:00.

Buuuuuuu!


Pukul 22:00

DOR!! Masih belum kaget?

Pesawat masih belum siap diberangkatkan, dan beberapa calon penumpang yang kesal (bukan berarti ada yang tidak kesal) pun mendatangi kru Air Asia sambil meminta kejelasan layaknya sesorang yang menanti kepastian dari (seseorang yang dianggap) sang gebetan. Proses tanya jawab (dengan kru Air Asia, bukan dengan jin muslim. -red) kurang lebihnya berlangsung seperti ini:

“Cuk, wes arepe jam 10 kok pesawat gurung mabur-mabur? Karepe opo’o?”

“Calm down, Sir. The airplane is ready to fly but … “

“But mu kriting? But opo cuk?”

“… but we have to wait the new pilot comes from Jakarta because our previous pilot have exceeded the flight time and he needs to take a rest.”

“Wedus, koen! Aku arepe onok perlu nang Jakarta. Terus wes delay sampek jam sak mene mosok rak ono gantine babar blas?”

“Sir, you can claim your travel insurance when you arrive in Jakarta.”

“Oke, terus iki mabure kapan cuk?”

“Just wait, Sir. Hey you! Please don’t take  photos or  I call the airport police!”

*mematikan Google Translate English – Suroboyoan*

Kru Air Asia yang juga ikut emosi (entah gara-gara putus cinta, atau gara-gara dikepung para calon penumpang yang marah) menunjuk ke salah seorang calon penumpang yang mengarahkan kameranya ke dia.

Tak lama setelah itu, panggilan masuk ke pesawat pun dikumandangkan dan para calon penumpang pun memasuki pesawat (lagi). Untuk beberapa calon penumpang yang tidak mau terbang malam itu karena berbagai alasan termasuk PMS, dapat mengganti jam terbangnya menjadi esok harinya tanpa biaya sepeser pun.

Para calon penumpang yang emosi, tapi ada juga yang sadar kamera.

Kru Air Asia yang emosi (baju hitam yang itu tuh)


Pukul 23.00

Pesawat telah terbang dengan tenang, menembus awan, melintasi laut, juga bukit berbunga tempat yang indah. Lalu saya membuka mata, melihat ke luar jendela. Langit sungguhan! Bukan langit-langit CHANGI INTERNATIONAL AIRPORT.

Kami mendarat di Bandara Internasional Soekarno -Hatta sekitar pukul 01:00, dan tidak ada kompensasi (lagi) atas delay penerbangan tersebut, juga tiada karpet merah yang membentang dari Terminal 3 sampai Kemanggisan. Hanya makan sore seharga 8 dollar untuk keterlambatan selama 8 jam lebih. Harusnya saya bersabar selama 4 hari 4 jam supaya mendapatkan penggantian yang setara dengan 100 dollar. Yang patut disyukuri dari penerbangan itu adalah, bahwa tidak ada rombongan FPI yang turut serta. Alhamdulillah.

Pesawat yang diparkir selama kurang lebih 8 jam.


Epilog

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011

Pasal 2 huruf e: Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap: e. keterlambatan angkutan udara.

Pasal 9 huruf a: Keterlambatan angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e terdiri dari: a. keterlambatan penerbangan (flight delayed).

Pasal 10 huruf a: Jumlah ganti kerugian untuk penumpang atas keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a ditetapkan sebagai berikut: a. keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang.

Berdasarkan pasalception di atas, saya memberanikan diri bercerita mengenai kasus yang saya alami ke Oh Mama Oh Papa Air Asia melalui e-Form mereka. Saya juga menanyakan apakah ada penggantian untuk kasus yang saya alami, dan pop up yang muncul mengatakan bahwa mereka akan menjawabnya dalam waktu sekitar 5 hari kerja. Tik tik tik waktu berdetik, dan lebih dari seminggu kemudian baru saya mendapatkan jawaban yang intinya Air Asia tidak dapat memberikan refund atas kasus yang saya alami.

Merasa belum puas dengan pelayanan semalam jawaban tersebut, saya pun bertanya lagi ke pihak Air Asia Indonesia melalui akun twitter mereka yaitu @AirAsiaID dan mendapatkan jawaban yang kurang lebih sama. Saya sedih.


Pesan Moral

Walaupun pihak Air Asia di Singapura telah mengatakan bahwa asuransi bisa diklaim setelah mendarat, serta Peraturan Menteri Perhubungan juga telah mengatakan bahwa pihak maskapai wajib memberikan penggantian untuk keterlambatan penerbangan selama lebih dari 4 (empat) jam namun pada kenyataannya sangatlah susah memperoleh penggantian tersebut. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa kenyataan memang pahit, saudara-saudara. Saran saya, gunakanlah asuransi penerbangan (dengan sedikit tambahan biaya) seperti Air Asia Insure supaya lebih mendapatkan kepastian atas hal-hal yang tidak diinginkan selama penerbangan.

Sekian.

*) Penerbangan tersebut menggunakan jasa dari Air Asia Indonesia (codename QZ)

**) Waktu di cerita ini menggunakan waktu bagian Singapura (GMT + 8 =  GMT 8)