
“WOY SINI!” Seorang wanita melambaikan tangannya dari meja panjang di sudut restoran, memamerkan deretan giginya yang rapi. Senyumnya sumringah, tak ada tanda-tanda kalau dia habis kesal di hari sebelumnya.
“Wih, udah gak bete nih?” Tanya saya, sambil meletakkan tas saya di bawah meja.
“Lu emang mau gue betein terus?” Jawab Fara, sementara Wandy yang duduk di hadapannya cuma senyum-senyum.
“APA LU?”
…
Pertemuan sore itu, entah merupakan pertemuan kami yang keberapa. Sudah merupakan agenda rutin tiap bulan kami — Saya, Fara, dan Wandy, walau kadang bersama beberapa figuran –, untuk menyempatkan diri bertemu, makan, ngobrol tentang apapun, dan juga foto-foto seperti di bawah ini.
Lalu, bagaimana awal pertemuan saya dengan Fara?
Beginilah kisahnya.
***
Berawal dari malam natal, di musim dingin tahun 2011. Sekelompok muda-mudi bangsa Indonesia berkumpul di pelataran Plaza Semanggi, bukan untuk meresmikan Sumpah Pemuda, melainkan menanti bus yang akan membawa mereka berlibur mengunjungi Anak Krakatau bersama @Tukang_Jalan. Seperti yang sudah kalian duga, salah satu pemuda di situ adalah saya, sementara yang lain, sebut saja pemuda-pemudi lain. Sekitar pukul sembilan lebih, bus yang ditunggu akhirnya tiba, dan kami bergegas menaiki bus tersebut, menuju Merak, sebelum menyeberang ke Bakauheni, untuk menuju Anak Krakatau.
Karena kemacetan ibukota, bus baru merapat di Pelabuhan Merak selepas tengah malam. Setelah bus terparkir rapi di dalam kapal feri, kami diminta turun untuk beristirahat di ruang khusus penumpang pada dek atas. Di sini, saya mengupgrade kelas penumpang menjadi kelas bisnis, supaya bisa merebahkan diri, dan tidur mengumpulkan tenaga sebelum melanjutkan perjalanan esok harinya.
“Daratan!” Sebagian orang berseru sambil menunjuk tulisan “LAMPUNG” yang terpampang jauh di seberang, sementara di dekat saya, ada seorang ibu sedang mencuci anaknya yang muntah akibat mabuk laut di toilet kapal yang baunya aduhai. Setelah para penumpang duduk pada tempat semula, bus melaju menuju Pelabuhan Canti. Canti merupakan batas terakhir perjalanan darat saat itu sekaligus tempat kapal menyeberang ke Pulau Sebesi, pulau yang akan kami pakai untuk tempat menginap pada perjalanan kali ini.
Setelah sarapan di warung pada Pelabuhan Canti, kami pun berangkat menuju Pulau Sebesi. Acara hari pertama ini cukup seru, karena melibatkan snorkeling di Pulau Umang-Umang hingga menikmati sunset di Ujung Seng. Penginapan kami, bertipe homestay, yaitu rumah penduduk yang disewa untuk menginap. Karena bertemakan syariah, maka proporsi penginapan kala itu menjadi: Satu rumah untuk pria, dan satu rumah untuk wanita. Tak ada ranjang bergoyang di situ, karena memang hanya terdapat belasan kasur yang digelar pada lantai keramik yang cukup luas.
Pulau Umang-Umang sendiri, merupakan pulau tak berpenghuni yang kerap dijadikan lokasi snorkeling, apabila kebetulan sedang berada di sekitar Pulau Sebesi. Walaupun tak terdapat banyak terumbu karang yang menawan, namun acara snorkeling bersama teman-teman baru adalah hal yang mengasyikkan. Sementara, Ujung Seng adalah salah satu tempat terindah untuk memandang sunset di Pulau Sebesi. Untuk mencapainya, kami harus menyewa motor dari penduduk setempat, dan berkendara selama kurang lebih setengah jam melewati perkampungan penduduk, pinggiran pantai, dan menerobos ilalang setinggi hobbits. Di ujung jalan itulah, terdapat hamparan pantai berbatu yang cukup luas, di mana kita bisa menyaksikan matahari turun perlahan dengan cantiknya.
Lalu, mana Fara?
Jadi beginilah ceritanya.
***
“Motret apa?” Tanya seorang wanita di samping saya, pada perjalanan pagi dari Pulau Sebesi menuju Cagar Alam Krakatau.
Saya menggantungkan Peju kembali, “Anu, cuma iseng kok.” Jawab saya. “Suka motret juga?” Saya bertanya balik.
“Iya, suka.” Dia memegang kameranya, sebuah kamera dengan optical zoom yang panjang. “Tapi gue sukanya motret candid. Jadi pakai kamera ini.”
“Ooohhh.” Dan kamipun berkenalan. Namanya Fara.
“EH LIHAT GUNUNGNYA UDAH KELIHATAN! GEDE BANGET!”
“MANA MANA MANA?”
Krakatau merupakan nama kepulauan vulkanik yang terletak pada Selat Sunda di antara Pulau Jawa dan Sumatera, sementara Gunung Krakatau adalah gunung yang telah meletus dan hilang pada tahun 1883. Konon, karena letusannya yang sangat dahsyat ini, timbul awan panas dan tsunami yang memakan korban jiwa sekitar 36.000 orang, dan suaranya bahkan terdengar hingga Afrika dan Australia (sumber: Wikipedia). Daya ledaknya sendiri diperkirakan mencapai 30.000 kali daya ledak bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II.
Kurang lebih 40 tahun setelah letusan yang melegenda itu, pada tahun 1927 muncullah sebuah gunung dari dasar laut, yang kemudian dikenal dengan nama Anak Krakatau. Peristiwa yang menyenangkan, karena muncul gunung penerus Krakatau, sekaligus menyedihkan karena, sang anak datang tanpa bapak tanpa ibu. Hiks. Lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya Anak Krakatau tersebut, sekarang telah dijadikan kawasan cagar alam, bernama “Cagar Alam Krakatau”.
Karena merupakan kawasan vulkanik, maka pasir di tempat ini berwarna hitam, hingga ke pantainya. Selepas sarapan, rombongan kami mulai mendaki sang Anak Krakatau tersebut. Kasihan sih, masih anak-anak sudah dipanjat. Untuk mencapai puncaknya, kami mengikuti jalan setapak yang telah dibuat oleh sang ranger penjaga cagar alam. “Hati-hati.” Pesan mereka. “Di sini masih banyak terdapat binatang buas. Dan jika kalian tidak mengikuti jalan yang ada, maka kalian akan tersesat.”
Setelah kurang lebih satu jam menembus hutan belantara dan mendaki gunung yang berpasir dengan sekuat tenaga, tibalah kami di pintu gerbang kemerdekaan puncak Anak Krakatau tersebut. Sejauh mata memandang, terlihat laut yang membentang luas, pulau-pulau kecil di sekitar, juga gugusan anak krakatau yang lain. Pemandangan yang kami lihat di sana, sangatlah menakjubkan.
Terus, Fara mana?
Inilah penampakannya.
***
Setelah trip Krakatau, saya dan beberapa peserta trip kala itu sesekali mengadakan acara kumpul-kumpul di luar trip. Sekadar ngopi atau nongkrong, dan sejak saat itu timbullah ikatan pertemanan di antara kami. Hari natal yang diperingati sebagai hari kelahiran Yesus Kristus, juga kami peringati sebagai hari kelahiran jaringan pertemanan baru. Ya, semua karena Cagar Alam Krakatau.
Dalam lingkup yang lebih kecil, saya – Fara – Wandy, lebih sering mengadakan pertemuan dan juga perjalanan seperti ketika mengunjungi Dieng. Entah chemistry apa yang membuat kami intim, yang jelas ketika bersama, kami merasa waktu selalu kurang. Saat pertemuan, biasanya terbagi dalam 3 sesi, yaitu sesi makan hore, sesi curhat asyik, dan sesi foto gembira. Dan bahkan hanya Fara yang mampu memaksa kami melakukan adegan najis dan ketinggalan zaman ini.
Bagi saya pribadi, sosok Fara adalah sosok seorang kakak yang baik. Suka mentraktir, baik hatinya, dan mampu memberikan solusi atas persoalan yang kerap saya alami. Walaupun saya kadang menyebalkan, namun di hari Kamis tanggal 13 Juni ini saya ingin mengucapkan “Selamat Ulang Tahun, Fara! Semoga Cepat Jodoh!”
Happy birthday Fara!
Have a Benjamin Button’s case, getting younger year by year,
but stop at 17th.
Tagged: FaraFaya, Krakatau, Lampung, Pulau Sebesi, Pulau Umang-Umang, TukangJalan, WandyGhani
Auwoooo… itu di foto puncak Krakatau, keliatan Pulau Rakata sebagai background! Pulau yang menginspirasi aku untuk memberi nama anakku Rakata :’)
#abaikan
LikeLike
Auwooo… Halo Rakata, sini main sama Oom!
*cubit*
LikeLike
Mbak ameel, gimana kabar nya ????? Masih di femina group ????
Mas arief numpang nyapa kenalan lama hehehe
LikeLike
Hahaha siap!
Halo Mbak Amel 😉
LikeLike
ahey, udah setahun lebih resign, ikut suami ke semarang… sekarang jadi ibu rumah tangga yang sakinah, hahaha… duh mas arief, maap numpang reuni di sini 😀
LikeLike
Waks, di Semarang? Aku weekend ini balik sana loh, Mbak! Hihi.
LikeLike
jiaaaah,aku sekarang masih di jakarta, lagi pulkam, hahaha… asli semarang mas? daerah mana? aku banyumanik 🙂
LikeLike
Hihi, aku malah baru besok baliknya dari Jakarta. Di Ungaran Mbak, deket ya 😀
LikeLike
sempet ngebayangin pas kata-kata ada ibu mencuci anaknya yg muntah, itu si ibu nyelupin anaknya pake rinso.
LikeLike
Kayaknya waktu itu pakai Bayclean deh. Hahaha.
LikeLike
Kapan-kapan aku pengen ke Cagar Alam Krakatau..
Ajak aku jalan-jalan kak Arievvvvvv… 😀
LikeLike
Aaakkk, Kak Rusa, selamat datang di sini!
*gelar karpet merah buat blogger senior*
LikeLike
kata terakhir di paragraf terakhir itu maksudnya apa ya ?
“semoga cepat jodoh”
jadi lo mau berjodoh sama fara ? terus MAR mau dikemanain ?
*kompor meledug*
LikeLike
HAHAHA ITU DOA MABROH!
Ssttt, jangan bilang-bilang ya. Hahaha.
LikeLike
baru buka email, aaaahhh bagus banget adegan di fotobox itu bang, share foto yg lain yaaa.. #ehh
LikeLike
HUFT!
LikeLike
weekend ini saya ke krakatauuu, horeeee……
LikeLike
Horeeeee, selamat bersenang-senang!
LikeLike
nice post, gan!
LikeLike
thanks, gan!
LikeLike
ahh kak ariev aku aja yng tinggal dilampung belom pernah kesana hihi, pulau sebesi katanya keren bangeeeet yaaaaa??? uuuw enak yah jd kak ariev ini jalan-jalan moloooo
LikeLike
Sebesi lumayan, tapi gak pake banget ah, keren aja. Hahaha. Ayo dong main-main, biar gak di rumah terus!
LikeLike
Sebelumnya terima kasih telah menulis informasi ttg pulau sebuku kecil, pada bulan depan saya berencana mengunjung pulau sebuku kecil dengan beberpa teman Kurang lebih 7 orang….! Ada beberapa informasi yang sangat minim kami dapatkan yaitu masalah akomodasi dan biaya menuju pulau tersebut. Kiranyanya saudara bisa membantu kami ttg informasi tsb?
1. Menggunakan apa saudara, menuju dermaga canti?
2. Tempat penyeberangan dermaga canti, adakah batas waktu penyeberangan menuju pulau itu?
3. Mengenai tempat penginapan, bagaimanakah kondisi tempat penginapan disana untuk kami menginap dengan jumlah 7 orang ?
4. Apa yang kami perlu kami bawa ttg perlengkapan dan kebutuhan, yang berkaitan dengan keadaan lingkungan dan alam sekitar?
5. Bisakah menjelaskan tentang rincian biaya?
Terima kasih sebelumnya, kiranya saudara berkenan membalas pertanyaan di atas dengan menjawab melalui email : rezaabiyasa13@gmail.com
LikeLike
Halo Mas,
Waktu itu saya menggunakan jasa tur dengan Tukang Jalan. Mas bisa menghubungi dia di twitter @Tukang_Jalan untuk info lengkapnya 🙂
LikeLike
Tunggu. Kenapa nggak ada gw di post yang ini? Atau ini sebelum kita ngetrip bareng waktu itu?
LikeLike
Kamu siapa?
*peluk tukang ojek makin kencang*
LikeLike
Aku… Aku… Ah siapa lah aku ini.
LikeLike
mas ariev pernah ngetrip bareng om tije juga toh. aku sekali ikutan pas ke pahawang
LikeLike
Pernah dong, dulu sebelum dia ngetop, aku yang diajakin. Asyik gak ngetrip sama dia?
LikeLike
Hehehehehe. Dibawa asyik donk. Masa jalan jalan mau bete
LikeLike
beberapa waktu yg lalu gue akhirnya trip ke Krakatau, kebetulan anak Krakatau lagi aktif, jadi kita hanya boleh sampai di batas vegetasi. yg anehnya waktu di Krakatau kita kehantam badai, tapi pas pulang ke Sebesi, udaranya cerah dan panas. Tapi overall, Krakatau keren lah untuk jadi destinasi wisata.
LikeLike
Wahm ternyata masih sering aktif ya sekarang? Iya kalau di laut memang cuaca dan hal-hal aneh sering muncul dan gak ketebak sih, yang penting bisa kembali dengan selamat 😀
Iya keren kok krakatau 😀
LikeLike