Saya baru dua kali ke Palembang, dua-duanya di akhir pekan. Maklumi saja, namanya saja pekerja kantoran yang punya jatah cuti terbatas, yang kadang juga diminta lembur pada Hari Sabtu dan Minggu, jadi sebisa mungkin saya harus lihai mencari dan mencuri waktu liburan. Dalam dua kunjungan tersebut –di mana salah satunya diundang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan dalam rangkaian Festival Sriwijaya XXV, saya telah mendapatkan banyak pengalaman dengan melakukan berbagai macam hal seru, yang kemudian menunjukkan bahwa Palembang ternyata cukup spesial untuk dijadikan sebagai destinasi liburan di akhir pekan.

Cocok lah, untuk pekerja kantoran seperti kamu, kamu, dan kamu.

Apabila kamu berencana mengunjungi Palembang, –khususnya di akhir pekan, berikut saya berikan 37 hal yang dapat kamu lakukan di sana.

1. Sarapan Khas Palembang di Warung Aba

Pada pagi pertama setelah mendarat di Palembang, saya dan Neng langsung diajak untuk mengunjungi Warung Aba yang terletak di Jalan Dr. M. Isa Nomor 26/15 Palembang. Setelah mendapatkan parkir dengan sedikit perjuangan, karena habisnya lahan parkir sekitar warung, kami berjalan menyusuri trotoar, melewati beberapa warung dan pedagang kecil, sebelum tiba di warung ini.

Konon, warung makan yang berdiri sejak tahun 1981 ini dimiliki oleh generasi kedua keluarga Sahab yang secara turun temurun mengelola warung yang tiap harinya buka mulai pukul enam pagi ini, dengan menu andalan berupa makanan tradisional Palembang yang berhubungan dengan rempah dan santan. (sumber)

Sebut saja burgo, celimpungan (yang merupakan favorit saya), lakso, laksan, hingga ragit. Kemudian yang juga tak boleh dilewatkan adalah mencoba martabak kentang juga pempek dos spesial buatan Warung Aba. Pempek dos sendiri adalah salah satu jenis pempek yang dibuat dengan tidak menggunakan ikan, tidak pula babi.

Life Guide: Hidangan Warung Aba akan terasa lebih nikmat jika dinikmati bersama segelas kopi susu, dan seorang pasangan hidup.

2. Mencicipi Mie Celor 26 Ilir

Apabila makanan-makanan khas Warung Aba masih kamu anggap sebagai cemilan dan kurang nampol, maka kamu bisa melanjutkan petualangan kulinermu ke Mie Celor 26 Ilir milik H. Syafei Z di Jalan K. H. Ahmad Dahlan No. 2. Palembang.

Mie Celor 26 Ilir

Secara harafiah, Mie Celor adalah hidangan mie yang disajikan hangat dalam campuran kuah santan dan kaldu ebi yang kemudian ditambahkan dengan taoge dan irisan telur rebus. Setelahnya, mie celor akan mendapat taburan irisan seledri, daun bawang, dan bawang goreng. Lalu, kenapa disebut dengan nama mie celor, bukan mie ebi, atau mie taoge? Karena sebelum disajikan, mie dan taoge terlebih dahulu dicelor atau dicelup-celup alias direndam di air mendidih. (sumber)

Hmm, hidangan yang mengingatkan saya akan mie koclok yang pernah saya beli di Pujagalana Cirebon, dulu.

3. Melihat Aktivitas Sehari-hari di Pasar Sekanak

Pasar Sekanak Palembang

Setelah sarapan dengan kenyang, kamu dapat melanjutkan perjalanan untuk melihat aktivitas masyarakat sehari-hari di Pasar Sekanak, mulai dari mengangkut kelapa dari kapal, hingga menjual ikan segar untuk dikonsumsi, semua ada di sini. Apabila kamu tertarik dengan human interest, maka Pasar Sekanak adalah objek yang tidak boleh untuk dilewatkan.

Pro tip: Orang-orang di pasar ini tidak akan keberatan untuk difoto, dan bahkan ada yang menawarkan untuk menjadi model dengan sukarela, tanpa iming-iming harus bobo bareng.

4. Mengikuti Acara Akademi Berbagi Palembang*)

Akademi berbagi adalah sebuah gerakan sosial nirlaba (yang kini tersebar di berbagai kota di Indonesia) yang bertujuan untuk berbagi pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang bisa diaplikasikan langsung sehingga para peserta bisa meningkatkan kompetensi di bidang yang telah dipilihnya. Bentuknya adalah kelas-kelas pendek yang diajar oleh para ahli dan praktisi di bidangnya masing-masing dengan kelas yang juga berpindah-pindah sesuai dengan ketersediaan ruang kelas yang disediakan oleh para donatur ruangan. (sumber)

Kebetulan, saat itu, saya diundang untuk menjadi salah satu ‘guru’ untuk memberikan materi mengenai “Travel Like a Pro”. Sebuah undangan yang tidak dapat saya tolak karena saya suka berbagi, selaras dengan semboyan Akademi Berbagi, yang mengatakan bahwa berbagi memang bikin hepi.

Akber Palembang

*) Kelas Akademi Berbagi ini gratis, namun peserta harus melakukan registrasi terlebih dahulu, dan disesuaikan dengan jadwal acara, karena tidak tiap minggu diadakan. Untuk informasi lengkapnya, dapat dilihat di akun Twitter @AkberPLB.

5. Bergabung dalam Musi River Tour

“Perahunya, Mas?” Sapa seorang Bapak dengan logat Palembang yang kental, ketika kami tiba di kawasan Benteng Kuto Besak, “Nanti kita ke Pulau Kemaro, Kampung Kapitan, dan Kampung Arab.”.

“Maaf Pak.” Tolak saya halus, saya tidak bisa. Bapak terlalu baik untuk saya.

Musi River Tour, adalah sebuah pengalaman utama yang ditawarkan kepada wisatawan yang mengunjungi Palembang untuk dapat mengarungi Sungai Musi yang merupakan sungai terpanjang di Sumatra dengan panjang 750 Km dengan rute melewati Jembatan Ampera untuk menuju destinasi utama berupa Pulau Kemaro, Kampung Kapitan, dan Kampung Arab Al Munawar.

Musi River Tour Palembang

Ada dua pilihan perahu yang dapat dipilih di sini, yaitu speed boat untuk kamu yang ingin cepat sampai di tujuan dengan catatan bahwa kamu tahan terhadap guncangan air dan tidak gampang muntah, juga slow boat yang berjalan santai kayak di pantai namun anti muntah. Tentunya, dengan tarif yang dapat dinegosiasikan dengan pemilik perahu.

OMG Fact: Palembang sempat dijuluki Venezia-nya Asia, karena sungai Musi yang digunakan sebagai jalur perdagangan di masa lampau dengan rumah-rumah di pinggiran sungai. Namun, jangan bayangkan ada gondola dengan penyanyi seriosa yang ganteng-ganteng di sini.

6. Mengunjungi Pulau Kemaro

Dikutip dari Wikipedia, Pulau Kemaro, sejatinya merupakan sebuah delta kecil di Sungai Musi, yang terletak sekitar 6 km dari Jembatan Ampera di antara Pabrik Pupuk Sriwijaya dan Pertamina Plaju. Daya tarik pulau ini (selain Warung-warung Burhan yang berjualan kelapa muda) adalah pagoda berlantai 9 (dibangun pada tahun 2006) yang menjulang di tengah-tengah pulau, Klenteng Hok Tjing Rio atau lebih dikenal sebagai Klenteng Kuan Im yang dibangun sejak tahun 1962, juga adanya petilasan Tan Bun An (Pangeran) dan Siti Fatimah (Putri) yang terletak berdampingan.

Life Guide: Dalam dua kunjungan ke pulau ini, cuacanya cukup terik, maka sebaiknya pakailah sunblock, gunakan topi dan kacamata hitam apabila diperlukan, dan minumlah kelapa muda dari Warung Burhan jika haus. Pasti haus sih.

7. Mendengar Legenda Tragis Sang Putri 

Kisah cinta Putri Palembang bernama Siti Fatimah, mungkin saja adalah sebuah kisah cinta paling tragis yang pernah saya dengar, namun kisah itulah yang menjadi latar belakang terbentuknya Pulau Kemaro, seperti yang tertulis pada sebuah batu di samping Klenteng Hok Tjing Rio.

Alkisah pada zaman dahulu, datang seorang pangeran dari Negeri Cina, bernama Tan Bun An, yang datang ke Palembang (dengan niat awal) untuk berdagang. Ketika meminta izin ke Raja Palembang, ia bertemu dengan putri raja yang bernama Siti Fatimah dan langsung jatuh hati (mungkin karena kecantikan Siti Fatimah, atau mungkin Tan Bun An sudah gemas dengan kelakuan para wanita mainland). Singkat cerita, akhirnya Siti Fatimah pun jatuh hati pula ke Tan Bun An (entah karena ketampanannya, atau karena dompetnya), hingga keduanya memutuskan untuk melanjutkan hubungan ke pelaminan.

Berikutnya, Tan Bun An mengajak Siti Fatimah kembali ke daratan Cina untuk bertemu dengan orang tua Tan Bun An sebelum kembali lagi ke Palembang bersama dengan tujuh guci pemberian keluarga Tan Bun An yang dikabarkan berisi emas.

Pulau Kemaro Palembang

 

Sesampainya di muara Sungai Musi, Tan Bun An ingin melihat hadiah emas di dalam guci-guci tersebut, tetapi alangkah kagetnya karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi yang diasinkan, seperti ikan teri, diasinin.

JENG JENG!

Emosi, marah, kehilangan logika, dan tanpa berpikir panjang Tan Bun An membuang guci-guci tersebut ke sungai, namun guci terakhir terjatuh di atas dek dan pecah dan ternyata di dalamnya terdapat emas sungguhan, tanpa label ANTAM tentunya. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya, dengan seorang pengawal yang juga ikut terjun untuk membantu.

Nahasnya, kedua orang tersebut tidak kunjung muncul, hingga akhirnya Siti Fatimah dengan rasa cinta yang sebesar Harley Quinn kepada Joker, ikut menyusul terjun ke Sungai Musi, dan tenggelam ditelan Sungai Musi. Konon, berikutnya, Pulau Kemaro muncul di tempat tenggelamnya mereka bertiga.

8. Melihat Pohon Cinta di Pulau Kemaro

Selain pagoda, klenteng, petilasan, dan penjual kelapa muda “Burhan”, di Pulau Kemaro juga terdapat sebuah pohon yang disebut sebagai “Pohon Cinta” yang dilambangkan sebagai wujud ‘Cinta Sejati’ antara dua bangsa dan dua budaya yang berbeda pada zaman dahulu antara Siti Fatimah si Putri Kerajaan Sriwijaya dan Tan Bun An si Pangeran dari Negeri Cina.

Konon, jika ada pasangan yang mengukir nama mereka di pohon tersebut maka hubungan mereka akan berlanjut sampai jenjang pernikahan, dan atas alasan itulah pulau ini juga disebut sebagai Pulau Jodoh.

Cari jodoh, anyone? Datang saja ke Pulau Kemaro.

Pulau Kemaro Palembang
OMG Fact: Karena banyaknya pasangan yang mengukirkan namanya di pohon, hingga mengarah ke vandalisme, kini "Pohon Cinta" tersebut dipagari, dan dilarang untuk dimasuki. Sukurin.

9. Mampir di Kampung Arab Al Munawar

Seusai bertualang di Pulau Kemaro,  kami berpindah ke destinasi berikutnya, yaitu Kampung Arab Al Munawar. Setelah perahu tertambat di dermaga kecilnya, kami langsung berjalan menyusuri jembatan kayu, dengan melewati rumah-rumah panggung di pinggiran sungai, untuk masuk ke Kampung Arab Al Munawar yang terletak di kawasan 13 Ulu Palembang ini.

Seperti halnya suku bangsa Cina dan India, pada tahun 1825, Pemerintah Belanda di Palembang melakukan pendekatan dengan mengangkat pemimpin kaum dengan pangkat Kapten. Untuk kampung Al Munawar ini sendiri, kapten terakhirnya bernama Ahmad Al Munawar yang wafat pada tahun 1970, dengan rumah peninggalan yang masih bisa kamu temui hingga saat ini. (sumber)

Kampung Arab Al Munawar

Di dalam kampung yang photogenic dan instagrammable ini, kamu akan menemukan banyak sekali orang Arab (Ya iyalah, namanya juga kampung Arab, bukan kampung Korea atau kampung Kenya) yang mendiami rumah-rumah yang telah berusia puluhan hingga ratusan tahun. Selain rumah-rumah tersebut, kampung ini juga mempunyai Madrasah Ibtidaiyah, Taman Pendidikan Al-quran, musholla, hingga poliklinik sendiri.

Apabila kamu penggemar Nabila Syakieb, seperti saya, maka Kampung Arab Al Munawar adalah destinasi yang tidak boleh kamu lewatkan.

10. Bermain bersama Anak-anak Kampung Arab Al Munawar

Kampung Arab Al Munawar

Anak-anak, adalah daya tarik lain dari kampung Arab ini, di mana kamu akan dapat dengan mudah menemukan anak-anak yang sedang bermain, apabila sedang tidak bersekolah. Anak-anak di sini cukup ramah kepada para turis, dan tidak matre seperti anak-anak yang sesekali saya temui di Flores.

11. Mendengar Sejarah Kampung Arab di Dalam Rumah Tertua

Pada suatu kesempatan, saya bersama Neng mampir ke salah satu rumah yang dikatakan sebagai rumah tertua di kampung Arab, karena sudah berumur lebih dari 300 tahun. Rumah tersebut cukup unik, karena mendapat sentuhan budaya Arab dengan material seperti marmer berkualitas tinggi yang didatangkan dari Italia. Yang saya takjub, adalah ukuran pintunya yang cukup tinggi, kemungkinan menyesuaikan ‘ukuran’ orang Arab.

Kampung Arab Al Munawar

Di dalam rumah tersebut, saya mendengar sejarah mengenai kampung ini dari Pak Abdullah, yang bercerita bahwa pada awalnya suku Al Munawar yang berasal dari Yaman, datang ke kampung ini dengan tujuan utama untuk berdagang sambil berdakwah menyebarkan agama Islam, hingga kemudian mereka beranak-pinak dan menetap di kampung ini selama ratusan tahun.

Dari salah satu penghuni kampung yang lain, saya mendapat salah satu ungkapan tentang dakwah yang sedikit menohok pendakwah zaman sekarang, yang berbunyi kurang lebih seperti ini.

“Berdakwalah seperti Rasulullah, yang berdakwah sambil bersedekah, bukan seperti zaman sekarang, (di mana kebanyakan pendakwah) berdakwah karena sedekah (imbalan).”

12. Menghadiri Haul Akbar di Kampung Arab Al Munawar*)

Apabila beruntung, maka kamu akan dapat menemukan acara megah seperti haul akbar di Kampung Arab Al Munawar ini, di mana pernikahan akan diselenggarakan secara beramai-ramai dan besar-besaran, dengan para penduduk kampung, termasuk keturunan kampung yang sudah berdomisili di luar Palembang datang kembali ke kampung dengan busana (yang mayoritas) putih-putih.

Menariknya, acara haul ini dapat diikuti oleh orang luar kampung juga, tidak hanya tertutup untuk penduduk kampung.

Kampung Arab Al Munawar

*) Pernikahan di kampung ini, biasanya diadakan secara serentak pada saat haul, yang biasa bertepatan dengan perayaan Isra Miraj.

13. Bertemu Ustadz Ahmad Al Habsyi*)

Kampung Arab Al Munawar

Apabila beruntung, kamu akan dapat bertemu dengan Ustadz Al Habsyi, yang sering muncul di televisi, pada saat haul akbar di kampung Arab ini. Ustadz yang pernah menimbulkan kontroversi terkait pernyataannya dengan Ahok ini, juga pernah memprakarsai sebuah film berjudul “Ada Surga di Rumahmu” yang mengambil setting di Kampung Arab Al Munawar.

Sekadar informasi, salah satu pesantren di kampung ini, yaitu Pesantren Ar Riyadh, didirikan oleh orang tua ustadz Al Habsyi pada tahun 1970-an.

*) Apabila beruntung, dan apabila ustadz bisa datang.

14. Menikmati Nasi Minyak di Kampung Arab

Nasi Minyak Kampung Arab Al Munawar

Salah satu manfaat dari menghadiri acara haul akbar adalah, kita dapat juga menikmati makan besar a la Munggahan, dengan menu makanan berupa Nasi Minyak yang mirip Nasi Briyani, dengan lauk daging kambing yang luar biasa enaknya!

Dalam acara pernikahan, satu set makanan Munggahan disajikan untuk delapan orang, dengan makanan yang digelar di atas taplak dengan orang-orang duduk mengelilinginya, dan makan berbarengan dengan menggunakan tangan. Tangan sendiri, bukan tangan Ustadz Al Habsyi.

Oh iya, apabila tidak sedang ada acara haul, kamu juga dapat memesan nasi minyak ini untuk dinikmati, dengan pemesanan beberapa hari sebelumnya di beberapa warung makan yang terletak di kampung Arab ini.

Life Guide: Ingat selalu kolesterol.

15. Makan di Warung Nasi Terapung 

Apabila nasi minyak belum membuatmu kenyang, maka kamu dapat langsung menyeberang dari kampung Arab untuk menyantap sepiring nasi di Warung Nasi Terapung yang terletak di pinggiran Sungai Musi, tepat di bawah Jembatan Ampera di dekat Pasar 16 Ilir.

Menu utama yang terletak di warung ini adalah, pindang pegagan yang resepnya berawal dari Pegagan, yaitu sebuah sub suku dari suku Ogan atau secara administratif masuk dalam Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera selatan. Suku ini mendiami pesisir aliran sungai musi yang kaya akan sumber ikan sungai seperti ikan Patin, ikan Toman, ikan Baung, dan ikan Gabus yang kemudian dikombinasikan dengan resep tradisional hingga tercipta masakan pindang pegagan yang mempunyai ciri khas tersendiri. (sumber)

Pindang Terapung Palembang

Apabila kamu biasa mabuk laut, mungkin akan sedikit kesulitan untuk makan di tempat ini apabila air sungai sedang tinggi, karena warung ini akan ikut bergoyang menyesuaikannya. Namun, pengalaman makan pindang sambil menatap Jembatan Ampera dari kejauhan sungguh tak terkira rasanya.

Oh iya, warung makan ini bisa berpindah-pindah lokasinya, karena memang didirikan di atas bangunan terapung yang menyerupai perahu. Harapan saya, semoga suatu saat warung ini bisa mampir ke Sungai Ciliwung.

16. Menjajal Berbagai Jenis Pindang

Selain pempek dan tekwan, salah satu makanan Palembang kegemaran saya adalah pindang. Berbeda dengan pindang di Jawa yang berupa sajian ikan, di Palembang, pindang disajikan serupa sup kuah berisikan rempah-rempah,  dedaunan seperti kemangi, dan buah seperti nanas dan tomat, dengan berbagai variasi menu utama di dalamnya.

Yang paling lazim, tentu saja adalah pindang patin, yang variasinya dapat berupa pindang kepala patin, hingga pindang telur patin. Namun tak ada salahnya juga mencoba variasi lain seperti pindang daging, pindang udang, hingga pindang tulang yang akan membuatmu berkata, “LEMAK NIAN!”, atau enak sekali, dalam bahasa Palembang.

Yang tidak boleh, tentu saja adalah pindang agama.

Life Guide: Ingat lagi kolesterolmu.

17. Menonton Musi Triboatton

Musi Triboatton, sejatinya adalah kejuaraan balap perahu tahunan yang diadakan di Sumatera Selatan, sejak tahun 2012, di mana pada tahun 2016 ini, adalah helatan kelimanya. Kejuaraan ini mengambil tempat di Sungai Musi, mulai dari daerah hulu di Tanjung Raya pada bagian barat Sumatera Selatan dan berakhir pada bagian hilirnya di Palembang. Kejuaraan yang dihadiri oleh atlet-atlet nasional maupun internasional ini memiliki tiga kategori utama, yaitu: Rafting, Canoeing, dan Dragon Boat Racing.

Pada tahun 2016, Konsep Musi Triboatton adalah mengadakan ketiga kompetisi tadi di masing-masing etape di mana atlet akan diangkut dengan motherboat berupa perahu jukung menuju etape selanjutnya. Etape pertama diadakan di Kabupaten Empat Lawang, tepatnya di Desa Tanjung Raya. Etape kedua diadakan di Kabupaten Musi Rawas, di Muara Beliti. Sedangkan etape tiga sekaligus pembukaan diadakan di Kota Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin. Etape berikutnya, etape empat diadakan di Pengumbuk, Kabupaten Banyuasin, dengan etape terakhir sekaligus penutupan acara diadakan di kota Palembang. (sumber)

Musi Triboatton

Tujuan diadakannya Musi Triboatton ini adalah untuk memperkenalkan potensi pariwisata Sumatera Selatan sekaligus memperkenalkan sungai Musi sebagai ikon sport tourism bertaraf internasional. Ke depannya, diharapkan event ini akan menambah kunjungan wisatawan ke Sumatera Selatan.

Life Guide: Apabila kamu menyukai lelaki-lelaki kekar, berotot, dan berkeringat, maka datanglah untuk menyaksikan mereka di Musi Triboatton. Jangan lupa cek selalu jadwal acara ini tiap tahunnya.
Bersambung…