Walaupun saya sudah memberikan daftar 17 hal yang dapat dilakukan di Palembang pada akhir pekan, daftar hal-hal tersebut masih berlanjut, karena ternyata masih banyak sekali hal-hal yang dapat kamu lakukan di Palembang yang juga diketahui sebagai kota tertua di Indonesia –berdasarkan prasasti Kedukan Bukit, Palembang telah ada sejak tahun 682 Masehi.

Hey, bahkan saya belum mencantumkan pempek pada daftar sebelum ini. Belum lagi ada Museum Bala Putera Dewa, atau Jembatan Ampera, atau bahkan Martabak HAR.

Baca dulu: 37 hal yang bisa dilakukan di Palembang (bagian pertama)

So, apabila kamu berencana mengunjungi Palembang, dan memiliki waktu terbatas –mungkin hanya di akhir pekan (kemungkinan karena kamu karyawan seperti saya, ataupun kamu terlalu sibuk dengan urusan duniawi), maka berikut ini adalah lanjutan hal-hal yang bisa kamu lakukan di sana.

18. Mendaki Bukit Seguntang

Secara geografis, Bukit Seguntang adalah bukit setinggi sekitar 30 meter dari permukaan laut, yang terletak sejauh 3 kilometer dari Sungai Musi yang menjadi jantung kota Palembang. Sementara secara administratif, lokasinya berada di kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang.

Yang menarik dari bukit mungil ini adalah sejarah yang menyelimutinya, karena di sekitar tempat ini ditemukan banyak sekali artefak peninggalan Kerajaan Sriwijaya juga beberapa arca yang berkaitan dengan Agama Buddha.

Bukit Siguntang Palembang

Dari Wikipedia, diketahui bahwa di daerah Bukit Seguntang juga ditemukan fragmen arca Bodhisattwa dengan kepala arca digambarkan memiliki rambut tersisir rapi dengan ikatan seutas pita yang berhiaskan kuntum bunga. Di bukit ini juga ditemukan reruntuhan stupa dari bahan batu pasir dan bata, fragmen prasasti, arca Bodhisattwa batu, arca Kuwera, dan arca Buddha Wairocana dalam posisi duduk lengkap dengan prabha dan chattra. Selain itu, di daerah Bukit Seguntang ditemukan pula fragmen prasasti batu yang ditulis dalam aksara Pallawa dan Bahasa Melayu Kuno.

Oh, iya, saya belum bilang ya kalau di puncak bukit ini juga memiliki beberapa makam yang dipercaya sebagai makam leluhur warga Palembang?

19. Wisata Religi di Makam Putri Kembang Dadar

Alkisah dahulu kala, terdapat peperangan yang tak pernah usai, antara Kerajaan Hulu melawan Kerajaan Hilir, yang sekarang masuk dalam wilayah Palembang. Raja Hilir kebingungan, karena para pasukannya selalu gagal menaklukkan Kerajaan Hulu, hingga akhirnya, sang putri yang bernama “Kembang Dadar” atau “Omelette Flower” dalam bahasa Inggris menawarkan diri untuk membantu ayahnya; menemui Raja Hulu.

Walaupun keberatan, Raja Hilir akhirnya pasrah melepas putrinya yang cantik jelita itu berangkat ke Kerajaan Hulu, tentunya dengan pengawasan para prajuritnya yang menyamar. Putri Kembang Dadar pun juga tak mau kalah dengan prajuritnya, dia menyamar sebagai penjual sayuran, yang menjadikannya seperti supermodel yang sedang menjual sayuran.

Namun namanya orang cantik, seperti tukang kebun di FTV Indonesia, atau Devina di iklan Ramayana, Raja Hulu pun menyadari keberadaannya, dan memanggilnya ke istana.

“Pengawal, tolong bawa tukang sayur cantik itu ke istana!”

Bukit Siguntang Palembang

Di istana, Putri Kembang Dadar di-make over sedemikian rupa dengan busana yang indah, yang membuat Raja Hulu jatuh hati kepadanya, maksud saya, kepada kecantikannya. Dasar lelaki, selalu lemah terhadap wanita cantik. Sama dengan saya.

Singkat kata, akhirnya Putri Kembang Dadar dipersunting oleh Raja Hulu, yang digambarkan sebagai pria tampan yang gagah perkasa, berbeda dengan saya. Atas pernikahan tersebut, Kerajaan Hulu dan Hilir akhirnya berhenti berperang dan kemudian bersatu.

Persatuan, bisa timbul karena wanita, pun demikian juga perpecahan (study case: Ahmad Dhani).

Kini, di puncak Bukit Seguntang, terdapat sebuah pondok kecil yang di dalamnya terdapat makam, atau petilasan, yang diyakini tempat terakhir Putri Kembang Dadar bersemayam. Walaupun, konon, Putri Kembang Dadar masih sering diundang oleh paranormal secara gaib, hingga kini.

20. Menikmati Camilan di Kedai Harum

Camilan Kedai Kue Harum

Apabila lelah mendaki Bukit Siguntang, maka kamu dapat menikmati cemilan tempo doeloe yang terdapat pada Kedai Harum, di Jalan Merdeka Lr.Roda No.831 26 Ilir, Palembang. Di sini terdapat berbagai cemilan manis seperti Engkak Ketan, Maksuba, Bolu Kojo, Bluder, Manan Sahmin, hingga Kue Lapan Jam juga cemilan agak berat seperti Pempek Tabok.

PLAK!  👋👋👋

Life Guide: Untuk minum, pesanlah Es Sugu, yang dapat segera menuntaskan dahagamu.

21. Mengunjungi Museum Bala Putera Dewa

Untuk melindungi dan melestarikan kekayaan sejarah Sumatera Selatan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan membangun sebuah museum bernama Museum Balaputera Dewa di Jalan Srijaya I No 28, Palembang. Museum yang memiliki luas lahan sekitar 23.565 m2 ini menyimpan berbagai macam peninggalan sejarah dengan jumlah koleksi mencapai 3.882 item. Banyak ya? Kalau tak percaya, bisa dihitung sendiri.

Bagi pencinta museum, museum ini sangatlah cocok untuk dijadikan sebagai referensi sejarah dan budaya, karena  menyimpan dengan rapi berbagai koleksi dari zaman prasejarah, zaman Kerajaan Sriwijaya, zaman Kesultanan Palembang, hingga zaman kolonialisme Belanda. (sumber)

Museum Bala Putera Dewa Palembang

Saya, juga adalah penyuka museum. Saya pernah mendatangi Museum of Sex di New York, juga Sex Museum di Amsterdam, sebagai wujud kecintaan saya terhadap seks, maaf, terhadap museum maksudnya.

Informasi: Museum Balaputera Dewa dibuka setiap hari kecuali Senin mulai pukul 08.30 WIB hingga 15.00 WIB, dengan harga tiket Rp2.000,- untuk orang dewasa dan Rp1.000,- untuk anak-anak.

22. Melihat Koleksi Batuan Megalith

Museum Bala Putera Dewa Palembang

Mungkin tak banyak yang tahu, apabila Sumatera Selatan juga memiliki kebudayaan batu besar –atau kerap disebut megalith, yang berasal dari masa lampau, dengan lokasi persebaran di wilayah dataran tinggi Pagaralam dan Lahat yang masih berada dalam rangkaian Pegunungan Bukit Barisan. Konon, dari hasil uji karbon, diketahui bahwa megalith tertua berasal dari abad ke-7!

Saat ini, di Museum Bala Putera Dewa terdapat beberapa arca megalith yang menjadi koleksinya, di antaranya arca ibu menggendong anak, arca orang menunggang kerbau, arca batu gajah seberat 5 ton, arca buddha yang belum selesai dibuat, hingga arca manusia dililit ular. Bukan, yang terakhir bukan arca penyanyi dangdut.

23. Berpose Bersama Uang Sepuluh Ribu di Depan Rumah Limas

Pernahkah kamu memiliki uang kertas pecahan sepuluh ribu rupiah? Saya yakin kamu pernah memilikinya, kalau belum dibelanjakan. Atau setidaknya pernah melihatnya, walaupun belum tentu menjadi milik kamu. Dalam uang kertas berwarna keunguan atau entah nila entah magenta tersebut, terdapat gambar sebuah rumah yang dinamakan Rumah Limas.

Menariknya, Rumah Limas ini ternyata benar-benar ada, bukan sekadar rumah hasil rekaan pembuat uang ceban! Ya, Rumah Limas tersebut ternyata berada di pekarangan belakang Museum Bala Putera Dewa.

Rumah Limas Museum Bala Putera Dewa Palembang

Rumah Limas ini, sejatinya adalah dua rumah yang dihubungkan dengan jembatan kecil di tengahnya. Dahulu, rumah di sisi depan dihuni oleh Pangeran Syarif Ali keturunan Arab (yang mungkin saja berukuran besar), sementara yang satunya dihuni oleh Said Al Habsyi, yang juga keturunan Arab. Saat ini, rumah yang masuk warisan nasional ini, dirakit ulang (ya, karena rumah ini dapat dibongkar pasang dengan sistem knock-down menggunakan pasak) dan menjadi koleksi museum.

Informasi: Rumah Limas ini diabadikan pada uang kertas pecahan 10.000 atas usulan Kombes Prabu Diraja (yang ini bukan orang Arab, jadi saya belum begitu yakin tentang ukurannya). Yang penting jangan lupa siapkan uang sepuluh ribu ya, kalau ke sini!

24. Masuk ke Dalam Rumah Limas

Dahulu kala, sebagian besar wilayah Palembang adalah rawa, dengan hanya orang asli Palembang yang boleh tinggal di daratan. Hal ini membuat para penduduk rawa beradaptasi, dengan membangun rumah tinggi dengan kaki-kakinya yang menancap tanah. Beberapa jenis rumah tradisional ini, disebut juga dengan Rumah Limas.

Rumah Limas, biasanya terdiri dari empat tingkatan, yang menyesuaikan bentuk struktur atap, dengan fungsi teras yang digunakan sebagai tempat mengaji. Masha Allah!

Rumah Limas Museum Bala Putera Dewa Palembang

Di dalam Rumah Limas yang saya kunjungi, terdapat sepasang lemari kembar yang disebut grobok leket di ruang tamunya, dengan ruang utama yang bertabur ukiran kayu berwarna emas. Untuk memasuki kamar yang terdapat di rumah ini, kita diharuskan melewati dasar pintu yang cukup tinggi, dengan cara memijak peti yang terdapat di dasar pintu.

Pada salah satu kamar yang didekorasi sebagai kamar pengantin, saya melihat banyak sekali bantal yang disusun rapi di atas kasur. Disebutkan juga, bahwa semakin banyak bantal yang dimiliki, maka akan semakin tinggi status sosialnya, karena dahulu, bantal digunakan untuk menyimpan perhiasan. Karena belum ada bank dan ATM.

OMG Fact: Ratu Beatrix dari Belanda pernah berkunjung ke rumah ini pada tahun 1990-an, dan bangku yang diduduki oleh Yang Mulia Ratu Beatrix, kemarin juga saya duduki.

25. Berfoto di Salah Satu Jendelanya

Rumah Limas Museum Bala Putera Dewa Palembang

Cukup jelas, selain unik dan cantik, rumah ini juga Instagrammable. Saya harap, kamu bisa mendapat banyak ‘like‘ apabila memposting foto di Rumah Limas pada akun Instagram kamu.

Omong-omong, sudah follow akun Instagram: arievrahman belum?

26. Mencicipi Berbagai Jenis Pempek

Berdasarkan cerita rakyat yang saya temukan di Wikipedia, dahulu, di tahun 1617, tersebutlah seorang (lelaki tua keturunan Cina yang kerap disebut) apek yang tinggal di daerah Perakitan (tepian Sungai Musi). Dia merasa prihatin menyaksikan tangkapan ikan yang berlimpah di Sungai Musi namun belum seluruhnya dimanfaatkan dengan baik, melainkan hanya sebatas digoreng dan dipindang.

Dengan kreativitasnya, dia kemudian mencoba alternatif pengolahan lain. Apek mencampur daging ikan giling dengan tepung tapioka, sehingga dihasilkan sebuah makanan jenis baru. Makanan tersebut dijajakan oleh apek beserta kawan-kawannya dengan cara “bike to work” atau bersepeda keliling kota. Berikutnya, karena penjualnya dipanggil dengan sebutan “pek … apek”, maka makanan tersebut akhirnya dikenal sebagai empek-empek atau pempek.

Untung saja, tidak salah sebut, “tem…pe.”

Pempek Palembang

Kini, zaman telah berubah, dan pempek pun memiliki berbagai variasi wujud, mulai dari pempek lenjer yang panjang dan kenyal, pempek kapal selam dengan telur bebek di dalamnya, hingga pempek keriting yang … keriting. Berbagai merk pempek pun tersebar seantero Palembang, yang menjadikan Palembang sebagai Kota Pempek. Bahkan ada yang bilang belum ke Palembang apabila belum makan pempek!

Life Guide: Merk pempek favorit saya adalah Tince dan Beringin.

27. Mencoba Tempoyak (kalau Berani)

Tempoyak Palembang

Tempoyak, pada dasarnya adalah sebuah makanan yang berasal dari bangsa Melayu yang tinggal di Indonesia dan Malaysia. Namun yang membuat makanan ini masuk ke dalam “fear factor food” adalah material yang digunakan untuk membuat tempoyak adalah daging durian.

Belum cukup fear factor? Daging durian yang digunakan untuk membuat tempoyak adalah daging durian yang dicampur dengan garam, sebelum disimpan dalam suhu ruangan selama tiga hingga lima hari hingga mengalami fermentasi. Masih doyan? Celupkan potongan ikan patin ke dalam larutan tempoyak, dan selamat menikmati!

28. Melihat Al-Quran Terbesar di Dunia di Bait Al-Akbar

Cerita ini, dimulai pada tahun 2002, di mana Kiagus Syofwatillah Mohzaib menyelesaikan pemahatan ukiran surat Al-Fatihah, di atas kayu tembesu berukuran 177 x 140 x 2,5 sentimeter, yang kemudian dipamerkan pada acara peringatan tahun baru Islam.

Kreasi tersebut berlanjut dengan pembuatan Al-Quran yang mana lembaran-lembarannya digantikan dengan pahatan di atas lembaran kayu tembesu, hingga memakan waktu beberapa tahun, dan baru selesai pada akhir tahun 2008. Pada 14 Mei 2009, Al-Quran ini diluncurkan di Masjid Agung Palembang, untuk dikoreksi terlebih dahulu, sebelum mendapat rumah permanennya di Pondok Pesantren Al Ihsaniyah Gandus, Palembang.

Bait Al Akbar Palembang

Setelah diresmikan oleh Bapak Presiden SBY pada tahun 2012, Al-Quran raksasa ini dikenal sebagai Bait Al-Akbar, yang merupakan Al-Quran terbesar di dunia yang dipahat di kayu tembesu. Pokoknya, tak kalah besar dengan foto Kiagus Syofwatillah Mohzaib yang menjabat sebagai anggota DPR mulai tahun 2009.

29. Berburu Pokemon

Ketika saya mengunjungi Palembang beberapa waktu lalu, dua orang teman saya justru sibuk bermain dengan gawainya, ketimbang memperhatikan jalanan yang tidak rata karena proses pembangunan LRT. Selidik punya selidik, ternyata mereka berdua sedang asyik bermain Pokemon-Go yang memang sedang marak saat itu.

“Sebentar-sebentar, aku sedang menangkap Pokemon.”

HAHHHH?” Pantesan jomblo.

Pokemon Palembang

Ya, walaupun saat ini, sepertinya popularitas Pokemon-Go sudah menurun, namun tak ada salahnya apabila kamu mengagendakan untuk berburu Pokemon apabila kebetulan sedang berada di Palembang. Entah ada hubungan dengan Palembang yang dikenal dengan Sungai Musinya, namun jenis Pokemon yang saat itu kami temui adalah Psyduck, si bebek yang menjengkelkan.

30. Mengunjungi Jakabaring Aquatic Stadium

Untuk menyukseskan Pekan Olahraga Nasional 2004, dibangunlah sebuah komplek olahraga di kawasan Jakabaring mulai tahun 2001, yang (pada saat itu hanya terdiri) dari stadion utama Gelora Sriwijaya dan dua gelanggang indoor, yaitu Gelora Olahraga Dempo dan Gelora Olahraga Ranau. Kemudian pada tahun 2007, Gelora Sriwijaya didaulat menjadi tuan rumah AFC Asian Cup, lalu pada tahun 2011 komplek olahraga tersebut diperluas lagi untuk menyelenggarakan SEA Games.

Jakabaring pun berbenah, dari daerah sepi yang ditakuti karena mistis –dengan sebagian besar wilayahnya adalah rawa, menjadi komplek olahraga baru yang modern dan bertaraf Internasional. Sekarang, komplek tersebut menjadi salah satu komplek olahraga terbesar di Indonesia, dengan berbagai fasilitasnya, seperti stadion, gelanggang, lapangan tembak, danau buatan untuk olahraga air, hingga stadion akuatik.

Jakabaring Aquatic Stadium

Apabila kebetulan mengunjungi stadion akuatik, kamu dapat melihat para atlet renang berlatih (kalau ada), ataupun mencoba menaiki papan loncat setinggi maksimal 10 meter, dan melihat stadion megah ini dari ketinggian.

Life Guide: Harap berhati-hati di sini, karena risiko ditanggung sendiri, ya kecuali kalau kamu ikut asuransi.

31. Sketching*)

Sketching di Palembang

Kang Motulz, jagoan sketching Indonesia. Sedang mencari pasangan.

Di Palembang, banyak sekali objek sketching yang cukup menarik, mulai dari Aquatic Stadium, Jembatan Ampera, hingga bangunan-bangunan lama di sekitar Pasar Sekanak yang sekilas mengingatkan saya kepada bangunan-bangunan tua di Georgetown, Penang.

*) Lakukan hanya jika kamu memiliki minat dan/atau bakat menggambar, bukan berarti tiba-tiba kamu bisa menjadi jagoan sketching seperti Kang Motulz ketika tiba di Palembang.

32. Mengikuti Stadium Tour di Gelora Sriwijaya*)

Saya adalah penyuka tur stadion. Ketika di Inggris, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi Anfield, St. James’ park, dan Old Trafford untuk mengikuti tur ke dalam stadion dan berbagai ruangannya sembari mendengarkan cerita tentang kejayaan klub-klub tersebut di masa lampau (Liverpool maksudnya).

Tak ayal, saya pun langsung mengiyakan ketika ditawari menjelajah Stadion Gelora Sriwijaya dengan kapasitas 40.000 orang, yang menjadikannya sebagai stadion sepakbola terbesar ketiga di Indonesia. Kesan pertama saya adalah, ternyata ada juga stadion yang moderen di Indonesia.

Mulai dari ruang pers, saya dibawa ke dalam ruang ganti pemain (yang saat itu hanya menyisakan sebuah singlet kuning yang entah milik siapa), tribun penonton, hingga ke dalam lapangannya sendiri. Wah, andai semua stadion di Indonesia dikelola dengan baik, pasti akan memiliki nilai tambah tersendiri. Apalagi kalau ada tur ke dalam stadion, bukan tak mungkin akan meningkatkan pendapatan stadion, kan?

Stadion Jakabaring Palembang

*) Saat ini tur ke dalam Stadion Gelora Sriwijaya belum dibuka untuk umum, namun rencananya akan segera dibuka untuk umum. Mari kita tunggu bersama.

33. Menikmati Martabak HAR

Saya pertama kali mencicipi martabak ini di Jakarta, atau tepatnya di Jalan Hayam Wuruk, tempat para wanita-wanita pekerja seks mangkal dan menjajakan pahanya kala malam. Waktu itu, atas saran seorang teman, saya memesan seporsi wanita martabak telur dengan kuah kari yang kental, acar, dan irisan cabai sebagai pelengkap.

“Martabak ini, aslinya ada di Palembang. Yang di sini cuma cabangnya.”

Martabak HAR

Martabak HAR, dimulai pada tahun 1947 di Jalan Sudirman Palembang, oleh seorang keturunan India bernama Haji Abdul Rozak. Dengan bantuan istrinya yang yang asli Palembang, Beliau mendirikan sebuah restoran martabak dengan mengambil singkatan namanya, yaitu HAR, sebagai nama restoran tersebut. Kini, Beliau sudah tiada, namun restoran martabak ini telah tumbuh besar dan mempunyai cabang di mana-mana.

Wah, ide bagus tuh untuk membuat saingannya, yaitu Martabak MAR, Muhammad Arif Rahman.

34. Pesta Durian di Pasar Kuto

Durian Pasar Kuto Palembang

Durian, seperti halnya gajian, dikenal sebagai sesuatu yang musiman, atau hanya ada ketika musimnya datang. Namun di Pasar Kuto, Jalan Slamet Riyadi, Palembang, kamu dapat menemukannya hampir setiap hari, dari pagi hingga malam. Di sini, durian dijajakan dengan harga yang terjangkau, bahkan mulai dari Rp10.000,- untuk ukuran yang paling mini.

Para penjual durian Pasar Kuto pun selalu memberikan garansi, apabila tidak matang, tidak manis, maka durian bisa ditukar. Ditukar dengan durian yang baru maksudnya, bukan ditukar dengan Martabak HAR.

35. Menatap Kemegahan Jembatan Ampera

Selain Putri Kembang Dadar yang berusaha menyatukan daerah Hulu dan Hilir melalui kecantikannya, pemerintah daerah rupanya juga mempunyai gagasan lain untuk menyatukan kedia daerah tersebut, yaitu dengan membangun sebuah jembatan.

So let’s build a bridge, yeah
From your side to mine

Dari hasil diskusi yang dilakukan pada tahun 1956-1957, pembangunan jembatan ini baru mendapat persetujuan dari Bung Karno, selaku Presiden Indonesia kala itu, di penghujung tahun 1961, dengan sebuah syarat, yaitu penempatan boulevard atau taman terbuka di kedua ujung jembatan tersebut. Bukan, bukan Boulevard of Broken Dreams maksudnya.

Pada bulan April 1962, dibangunlah jembatan ini dengan estimasi biaya sebesar USD4.500.000,- yang apabila menggunakan kurs saat itu, sebesar USD 1,- = IDR 200,-. Sangat murah, karena dengan uang ceban kita bisa mendapatkan 50 Dollar. Dana tersebut, mengambil dana dari pampasan perang Jepang, dan bahkan bukan hanya biaya, karena pembangunan jembatan di pusat kota yang masing-masing kakinya menancap di kawasan 7 Ulu dan 16 Ilir inipun, menggunakan tenaga ahli dari Jepang!

Jembatan AMPERA Palembang

Proses pembangunan jembatan yang saat itu menjadi jembatan terpanjang di Asia Tenggara ini selesai di tahun 1965, yang kemudian mengukuhkan nama Bung Karno sebagai nama jembatan. Namun ketika terjadi pergolakan politik di tahun 1966, dan munculnya gerakan anti-Soekarno di mana-mana, nama jembatan ini akhirnya diubah menjadi Jembatan Ampera, yang merupakan kepanjangan dari Amanat Penderitaan Rakyat.

Ah, coba jembatan ini diberi nama sesuai nama Pahlawan Ampera, pasti keren, karena saya juga akan ikut tenar. 

“Ke Palembang yuk, ke Jembatan Arif Rahman.”

36.Bermesraan di Bawah Jembatan Ampera*)

Dari konstruksinya, secara sekilas, saya menyamakan Jembatan Ampera dengan Jembatan Suramadu yang memiliki dua menara utama untuk menopang jembatan. Dari warna merahnya, bahkan ada yang berkomentar “Itu di San Fransisco ya kak?”. Sementara dari bagian tengah jembatan yang dapat diangkat ketika ada kapal lewat, Jembatan Ampera sebenarnya memiliki teknologi yang tak kalah dengan Tower Bridge di London.

Tapi itu dulu, karena sejak tahun 1970, aktivitas turun naik pada bagian tengah jembatan ini sudah tidak dilakukan lagi. karena dianggap akan mengganggu arus lalu lintas di atas jembatan. Padahal, kalau di London saja bisa dilakukan hingga saat ini, mengapa tidak bisa di Palembang? Atau karena tipikal orang sini yang tidak sesabar orang di sana? Wallahualam bishawab.

Apabila malam tiba, suasana di jembatan ini akan berubah sangat romantis, dengan lampu-lampu yang terpasang pada jembatan. Ya beda-beda jauh dengan Manhattan – Brooklyn Bridge lah, minus gedung-gedungnya. Suasana yang sangat cocok untuk bermesraan seperti di bawah ini.

Jembatan AMPERA Palembang

*) Bermesraan, sebaiknya dilakukan apabila sudah halal, atau dengan risiko yang ditanggung sendiri. Yang harap diperhatikan di sini adalah harus hati-hati dengan keselamatan diri, karena bisa saja tiba-tiba ada orang mabuk lewat yang akan mengganggu kemesraan kalian.

37. Mengikuti Festival Sriwijaya*)

Saat itu, saya diundang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan secara khusus untuk menghadiri rangkaian Festival Sriwijaya XXV. Festival yang digelar secara rutin tiap tahun ini, memiliki latar belakang bahwa Sumatera Selatan memiliki keanekaragaman budaya yang layak untuk dirayakan sekaligus dilestarikan. Selain itu, festival ini diselenggarakan sebagai sarana promosi wisata daerah, guna meningkatkan kunjungan wisatawan dan sebagai upaya pelestarian kebudayaan khas daerah Sumatera Selatan.

Pada helatan ke-25 kemarin, Festival Sriwijaya memiliki banyak sekali acara yang berlangsung, baik offline di Palembang, maupun online melalui media sosial, seperti Festival Kuliner Tradisional, parade budaya, lomba teatrikal cerita rakyat, lomba tari kreasi daerah, lomba blog dan Instagram, serta acara menarik lainnya, misalnya mendatangkan Keith Martin untuk menyanyi.

Because of you, my life has changed.
Thank you for the love and joy you bring
Because of you, I feel no shame.
I’ll tell the world it’s because of you.

Pawai Festival Sriwijaya

Berbicara tentang Festival Sriwijaya, saya malah jadi tidak sabar untuk menantikan apa lagi kejutan-kejutan yang akan dihadirkan oleh Festival Sriwijaya berikutnya.

Apabila pihak Dinas Pariwisata Sumatera Selatan membaca artikel saya ini, saya hanya bisa meminta, “Please, datangkan Coldplay, please”.