
Matahari masih belum terbit dengan sempurna ketika saya bergerak menuju bibir pantai pagi itu. Di sana, telah bersandar beberapa buah perahu kecil –yang disebut sebagai jukung oleh penduduk setempat– milik nelayan yang akan mengantarkan saya beserta kawan yang lain ke tengah laut, menjanjikan perburuan lumba-lumba yang seru.
Saya berdiri di pinggir pantai, menanti para nelayan yang lain datang menjemput, sembari menunggu kawan-kawan yang lain datang berkumpul. Dengan badan yang sedikit menggigil karena angin pagi itu, saya berlatih memainkan senjata yang akan saya gunakan untuk berburu lumba-lumba, karena practice makes perfect katanya. Walaupun Rianti Cartwright gak perlu banyak practice juga sudah perfect.
Tiga puluh menit kemudian, kami telah lengkap. Saya menaiki jukung terakhir yang tersedia setelah membiarkan ibu-ibu dan anak-anak naik terlebih dahulu. Sungguh sebuah aksi yang heroik, seperti yang dilakukan Peter Parker.
“Satu jukung diisi tiga sampai empat orang ya!” Demikian instruksi yang didapat dari sang pimpinan regu. Maka di sinilah saya berada, pada jukung sempit, yang tak jauh lebih lebar dari pantat saya, bersama seorang nelayan sebagai pengendali jukung, dua orang figuran sebagai pelengkap cerita, dan sebuah kamera di tangan sebagai senjata. Kemudian berangkatlah kami berempat memburu lumba-lumba.
Teluk Kiluan, September 2014
Ada dua binatang air favorit saya. Keduanya berwarna kelabu, sedikit mengkilap, dan sama-sama menggemaskan. Yang satu bernama lumba-lumba, yang satu bernama lele. Hanya bedanya, saya lebih menyukai lele apabila dia berada di atas piring bersama sambal dan lalapan. Sementara lumba-lumba bukanlah hewan untuk dikonsumsi, melainkan ada untuk dilindungi. Sama kayak kamu.
Jika ada yang patut disalahkan karena membuat saya menyukai lumba-lumba, mungkin dia adalah Bondan Prakoso –yang tanda lahir di lehernya hilang secara misterius seperti layaknya tahi lalat Eno Lerian– yang selalu menghantui masa kecil saya dengan video klip noraknya di televisi. Mungkin satu-satunya video klip, di mana saya hapal semua gerakan penyanyinya (Bondan) saat itu. Maknyus.
Lumba-Lumba ikan yang pintar
Bisa meniru kayak manusia
Selalu patuh kalau disuruh
Tetapi harus makan dulu
(((TETAPI HARUS MAKAN DULU)))
Pada video klip yang dinyanyikan Bondan sambil mengenakan baret yang membuatnya mirip Prabowo muda, lumba-lumba digambarkan sebagai ikan yang pintar dan suka menolong manusia, asalkan makan dulu. Yang patut diingat, lumba-lumba pada video klip tersebut hidup dalam sirkus, yang menjadikannya sebuah ironi karena kebanyakan sirkus di Indonesia tidak memperlakukan lumba-lumba dengan baik dan lumba-lumbawi.
Ada dua jenis lumba-lumba yang mendiami Teluk Kiluan ini, yaitu jenis Spinner Dolphin dan Bottlenose Dolphin. Spinner dolphin, biasanya ditemukan dalam jumlah besar, karena mereka senang berkoloni hingga ratusan ekor, dan mereka mudah ditandai dengan kebiasaan mereka melakukan gerakan-gerakan akrobatik di udara, mulai rol depan, rol belakang, dan mungkin saja tiger sprong.
Sementara bottlenose dolphin, lebih suka berkelompok dalam jumlah yang kecil, sampai dengan belasan ekor, dan mereka dapat ditandai dengan bentuk hidungnya yang khas, seperti botol Jack Daniel’s.
Lebih dari setengah jam sejak kami meninggalkan pantai, namun belum nampak satupun lumba-lumba di Teluk Kiluan. Apa mungkin karena saat itu adalah hari Minggu, harinya kebaktian, yang juga merupakan harinya turut Ayah ke kota. Wah gawat juga kalau tak bertemu lumba-lumba, karena tak ada klausul uang kembali apabila terkena gigi tidak bertemu lumba-lumba.
Yang ada malah ombak besar yang membuat jukung kami terombang-ambing dan membuat saya melindungi kamera dengan tubuh sintal saya. Ombak besar yang mengingatkan saya pada kondisi jalanan dari Lampung menuju Kiluan yang sangat buruk kondisinya.
Masalah klasik pariwisata Indonesia, kurangnya infrastruktur yang memadai, untuk mencapai objek wisata yang aduhai.
Tak lama kemudian, setelah ombak yang mengangkat jukung kami setinggi lima meter, bapak nelayan menunjuk ke sebuah lokasi yang terletak tak jauh dari jukung kami.
“Lihat.”
“Lihat kebunku, Pak?”
“Itu ada lumba-lumba.”
Tiga ekor lumba-lumba berenang dengan santainya, sambil sesekali menghembuskan napas ke udara. Saat itu saya tak sempat lagi menentukan apakah lumba-lumba itu termasuk jenis spinner atau bottlenose atau malah Wiranto yang menyamar. Saat itu, yang ada saya hanya sibuk mengutak-utik senjata saya, dan memastikan mendapat gambar yang terbaik.
Memfoto lumba-lumba, menurut saya lebih membutuhkan keberuntungan dibanding dengan kemampuan teknis. Karena kamu tak akan dapat memprediksi kapan dan di mana si lumba-lumba yang hitam manis ini akan muncul. Bisa saja datang dari samping jukung, berenang di bawah jukung, atau malah muncul di sekitar jukung-jukung yang lain. Seperti yang saya alami saat itu. Sepanjang lebih dari satu jam perjalanan, kawanan lumba-lumba tak ada yang muncul di dekat jukung saya.
Apes. Banyak kera.
Pagi itu, saya kembali ke pantai dengan sedikit cemberut, karena gagal mendapatkan foto lumba-lumba aduhai seperti yang saya harapkan. Namun saya berdoa, semoga pada perburuan berikutnya, saya bisa mendapat hasil yang lebih menawan. Supaya gak kalah dengan Barry Kusuma.
Nelson Bay, Juni 2015
Tak dekat dari Teluk Kiluan, tepatnya di Nelson Bay, Port Stephens, New South Wales, Australia, terdapat juga spot untuk berburu lumba-lumba. Namun bedanya, di sini tak ada jalan berlubang, tak ada nelayan-nelayan yang membolos untuk mencari ikan (dan lebih memilih mengantar wisatawan), dan tak ada jukung sempit yang tak jauh lebih lebar dari pantat saya.
Jalanan yang buruk digantikan dengan jalanan beraspal yang membuat saya tertidur sepanjang perjalanan dari Hunter Valley, nelayan-nelayan tradisional digantikan dengan kru kapal yang lebih modern dan memang sesuai dengan SOP-nya, dan jukung sempit yang tak jauh lebih lebar dari pantat saya digantikan dengan cruise megah dari Moonshadow V dengan tiga dek yang mampu menampung hingga 300 orang.
“Wah, jadi gak perlu lagi duduk sempit-sempitan dalam jukung, dan khawatir ombak ganas datang membasahi kamera dong.”
Selepas makan siang (ya, di sini para peserta akan dimanjakan terlebih dahulu dengan makan siang di dalam cruise), cruise mulai berjalan perlahan. Saya kemudian membayangkan kami akan bergerak menyusuri Nelson Bay, hingga ke Karibia, singgah di Puerto Rico dan Bahama, sebelum berlabuh di Florida. Namun tentu saja itu semua hanya khayalan belaka, karena saya dan rombongan dari Dwidayatour hanya berkeliling Nelson Bay, untuk berburu lumba-lumba.
Menariknya, cruise ini memberikan jaminan bahwa apabila kami tidak bertemu lumba-lumba, maka biaya cruise ini menjadi gratis. Aha! Berarti saya bisa berpura-pura tidak melihat lumba-lumba supaya mendapat uang kembali.
ILUSTRASI
“Pak saya mau uang kembali, karena gak lihat lumba-lumba tadi.”
“Loh tadi kan ada lumba-lumba?”
“Ah mana ada, saya cuma lihat ikan lele kok! Omong-omong ikan lele di laut sini gede-gede ya Pak. Enak tuh dipecel.”
Pada awalnya, para peserta tur saling berebut untuk mengisi dek paling atas cruise karena mereka berpikir bahwa dengan berada di dek teratas, maka pandangan jadi lebih luas.
“Dolphins on the left.” Ucap sang kapten dari ruang kemudi. Dan sontak kami semua berpindah ke sisi kiri cruise.
“And now on the right.” Kami semua bergerak ke arah kanan.
“Left.” Pindah ke kiri.
“Right.” Geser ke kanan.
“Right.”
“Right.”
Heran, ini lumba-lumba apa wanita, kok always right?
Oh, ternyata lumba-lumba wanita.
Apabila di Teluk Kiluan sering terlihat ada dua jenis lumba-lumba, maka di Nelson Bay ini, varian lumba-lumba didominasi oleh jenis bottleneck dolphin yang sering terlihat muncul sendiri, atau dalam kelompok-kelompok kecil. Selain lumba-lumba, satwa yang banyak terlihat di sini adalah seagull juga plankton, kalau bisa melihatnya.
Dari dek atas, saya berpindah ke dek bawahnya –mengitari untuk mencari posisi berburu yang paling enak–, juga menyempatkan diri untuk masuk ke ruang kemudi guna mengemudikan kapalnya selama satu setengah detik.
Saya sempat bertanya ke si kapten yang asli, akan ke manakah kami dibawa setelah lumba-lumba berhasil terdeteksi di kanan dan kiri cruise. Apakah kami akan dibiarkan terombang-ambing di lautan, kembali ke pelabuhan, atau diantarkan langsung menuju Teluk Kiluan. Namun jawabannya, terasa menenangkan saya.
“We will look for another dolphins here, because we still have time.” Wah, berbeda sekali dengan para nelayan yang langsung buru-buru pulang ketika hilal lumba-lumba sudah terlihat.
Setelah mengitari Nelson Bay, termasuk menyaksikan garis pantai yang dikatakan merupakan salah satu garis pantai terpanjang di dunia, kami kembali ke daratan dengan perasaan puas dengan perjalanan yang baru saja terjadi. Apalagi dalam perjalanan pulang, kawanan lumba-lumba ikut mengiringi langkah kami.
Sekadar informasi, lumba-lumba dikatakan juga suka berenang sesuai dengan jalur arus yang dibuat kapal, mungkin karena supaya lebih kencang, atau karena biar gaya semata. Wallahualam Bishawab.
Daaaaannnn, semua lumba-lumba yang kamu saksikan di sini, bisa jadi adalah bagian dari
Si hitam dari Laut Jawa
Si hitam dari Selat Sunda
Si hitam dari Laut China
Si hitam dimana mana ada
Ingin berburu lumba-lumba dengan menggunakan jukung sempit yang tak jauh lebih lebar dari pantat saya sambil ditemani deburan ombak yang dahsyat, atau dengan menggunakan cruise besar dan nyaman tanpa perlu khawatir kamera akan basah oleh air, semua adalah pilihan kamu.
Kalau saya sih, sukanya, dicumbu lumba-lumba.
But back again, who am I to judge?
I am just happen to be a lucky man, here, near the perfect one.
Membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai perburuan lumba-lumba di Nelson Bay? Coba hubungi Dwidayatour di www.dwidayatour.co.id atau melalui telepon ke 021 - 500383.
Tagged: dolphin, jukung, Kiluan, Lampung, lumba-lumba, Nelson Bay, Port Stephens
Hemm.. selalu asik untuk dibaca!
LikeLike
Thanks brooo! Really appreciated that.
LikeLike
Seru kalo liat lumba-lumba pada loncat.. Kalo di Karimunjawa biasanya pas senja mereka muncul 🙂
LikeLike
Wah, aku pas ke Karimun kok gak ketemu yaaaa, hiks.
LikeLike
Seringnya itu kalo perjalanan dari Pulau Nyamuk/Pulau Parang ke Karimunjawa. Pas sunset itu biasanya mereka menampakkan diri. Walau kadang cuma 1 😀
LikeLike
Ah sial, berarti aku lagi gak hoki waktu itu! Hahaha, harus balik lagi deh. Katanya sekarang gak gitu bagus ya mas?
LikeLike
Iya, mz. Wanita memang always right! :)) wqwq
ANYWAY Mz doain akuhhh lagi mulai kembali buat travel blog dan doain supaya ga mager buat nulis huhu
LikeLike
Aamiin! Semoga bisa rajin ngeblog yaaa, jangan kayak akuhhh. Nanti kalau udah mulai lagi kabarin.
Dan jangan takut salah, karena wanita memang always right.
LikeLike
Tulisan arip yang selalu kocak dan khas, pancen edan arek iki kalo nulis…
LikeLike
Ahaha, thanks Caaakk! Suwun lhooo.
LikeLike
Baiklah Bang, kini kita tahu bahwa dirimu begitu beruntung :haha. Lumba-lumba yang cantik! Tapi melihat lumba-lumba di sini, saya teringat film Titanic. Kan ada ya adegan lumba-lumba di haluan kapal besar itu saat ia membelah samudra :hehe.
LikeLike
Kalau tentang Titanic, aku selalu teringat ketika Jack sedang melukis Rose, lalu kamera bergeser dari pundak Jack ke arah tubuh Rose yang polos tanpa busana, lalu aku memencet tombol pause di remote VCD.
LikeLiked by 1 person
Baiklah :haha. Kalau itu mah tidak usah disebut lagi Mz! :p
LikeLike
Emang beda deh kalo serious travel blogger yang nulis postingan. Lengkap, panjang, tapi tetep kebaca sampe abis. Seru dan kocak riev! \:D/
Kalo gue sih udah pasti yang september tahun lalu udah ketulis duluan di postingan beda. Hahaha.
LikeLike
Ahahahaha, thanks loh brooohhhhh.
Iya ini kebiasaan gue nih, suka nunda-nunda nulis postingan. Salah gak sih? 😀
LikeLike
Kalau aku perfect nggak, mas? *lalu dilempar jukung*
Ternyata lumba-lumba itu sama kayak gue ya. Bisa disuruh-suruh, asal makan dulu. Tapi entah kenapa gue kok lebih suka naik jukung yang terombang-ambing gelombang sambil beberapa kali terkena cipratan air. Lebih seksi dan macho aja *halah*
LikeLike
Kamu pervert mz *tusuk pake dayung*
Coba sini bantu gue bersih-bersih kamar, ntar gue masakin Indomie deh. Iya itu emang laki banget, apalagi kalau pakai singlet putih terus basah kena cipratan air.
LikeLike
Mas Ariv sukanya main tusuk!!! :O
Boleh, mas. Indomie-nya pake taburan batu akik ya.
LikeLike
Pokoknya aku mau liat lumba-lumba yang ada Bondan Prakoso-nya
LikeLike
Coba cek di sini kak: https://www.youtube.com/watch?v=qKJqPXgGLEI
LikeLike
Mz sukanya kok dicumbu lumba lumba 😹
LikeLike
Habisan belum punya istri mb 😂
LikeLike
Hahahaha apes, banyak Monyet. 😂
LikeLike
🙈🙈🙈🙈🙈
LikeLike
Saya pertama kali liat lumba-lumba dalam perjalanan ketika meyebrang dari padang bai ke Lombok. Sumpah itu keren banget karena bisa ngeliat langsung.
Ngomongin tentang akses,akomodasi dan transportasi Destinasi Wisata Indonesia, yah. gitulah realnya di lapangan.
LikeLike
Wah iya, di sana banyak ya? Aku malah belum pernah ke Lombok *malu*
Yap, masih banyak PR untuk pemerintah kita kalau mengenai sarana dan prasarana pariwisata.
LikeLike
Di esun lumba-lumbang segirang itu. Apalagi di esun sama yang lain ehem *dilempar jukung* 😀
LikeLike
Ehehehe, kamu mau cobe esun juga mb? ehehe ehehe.
LikeLike
Hemm gimana ya hemm….zzzzzz 😀
LikeLike
belum prnh ih liat lumba2 di laut lepas gini… biasanya yg di taman safari -__-..
LikeLike
Haha, ada ya Taman Safari? Aku malah belum lihat lumba-lumba di sana.
LikeLike
Kamu beruntung mz.. Aq k kiluan malah ga liat lumba2nya,paginya ujan deres,huhuhuu.. Jadi kalo mw tw lebar pantatnya mas arip tu hrs naik jukung yg ad d kiluan dlu ya? =D
LikeLike
Heee seriusan? Kalau hujan gitu dibatalin naik perahunya atau tetap jalan?
LOL, katanya orang sabar pantatnya lebar 😀
LikeLike
ga jd naek perahunya,ngeriiii…..
LikeLike
Lha kenapaaaa haha.
LikeLike
Mas Ariv seneng bener dicium lumba-lumba, apalagi kalau dicium yang cewek deket lumba-lumba hehehe
LikeLike
Ya itu pastinyaaa. Hahaha.
LikeLike
bawain aku satu mas…
LikeLike
Mau yang remaja apa STW nih? *eh*
LikeLike
Wah, aku suka banget sama lumba-lumbaa. Pengin ke Kiluan sebenernya, tapi masih mikir-mikir sih XD
LikeLike
Mikir-mikir kenapaaaa? Siapin pantat aja sih kalau ke sana, soalnya bumpy banget jalanannya.
LikeLike
Benar-benar tulisan serius!
Hahahaha
LikeLike
Pastinya! Serius banget ini.
LikeLike
Emang asik bacanya, dan selalu ngehe bahasanya.
hahaha
LikeLike
Wahahaha thanks loh broooh!
Udah nulis lagi belum?
LikeLike
Gue waktu itu ke Kiluan dan banyak lumba-lumba di sekeliling perahu jukung yg gue naikin. Dari 6 kelompok, cuma perahu gue aja yg dikelilingi banyak lumba-lumba. Gue baru tau alasannya belakangan, ternyata karena 3 org di perahu gw asik teriak-teriak histeris kalo liat lumba-lumba muncul. Lebih histeris ngeliat lumba-lumba dibanding liat Lee Min Ho 😂
Katanya sih lumba-lumba itu banci tampil, semakin histeris kita semakin seneng dy. CMIIW. 😁
LikeLike
He serius kalau teriak-teriak bakal disamperin lumba-lumba? Wah, kalau gitu besok aku bawa TOA, sekalian bawa anak band buat konser.
Beruntung banget tuh perahu yang dikelilingi lumba-lumba, secara perahu gue gak ada yang nongol, hiks 😦
LikeLike
kirain kamu beneran mau memburu pake senjata yang kejam, eh tajam. untungnya nggak. :””””””””””””””
Yuk, ikutan! -> GIVEAWAY: Hemat Ongkos dengan Uber http://wp.me/p39Fhn-ps #senjamoktika
LikeLike
Aku kalau berburu pakai senjata tumpul, mb.
LikeLike
bagus, mz. kasian lumba-lumbanya :”)
LikeLike
Aaaah Teluk Kiluan, 2 taun mau kesana belum kesampean. Kirain berburu beneran mz hehehe
LikeLike
Hahaha, ke sana lah mz. Sekalian berburu. Berburu cewek setempat.
LikeLike
Baca postingan tentang lumba – lumba
kok saya malah pengin makan pecel lele yah? ._.
LikeLike
Yha mz saya juga jadi pengin makan kan gara-gara baca komen situ mz.
LikeLike
Yeeee!!!! Teluk Kiluan.
Kapan lagi berburu lumba-lumba mas? Hehehe
Ayo maen lagi geh ke Lampung. Lampung itu indah mas!!! :)))
LikeLike
Iyaaa ada Kiluan ya hahaha!
He eh pengin ke Pantai Gigi Hiu! Tapi katanya jalanan ke sana kurang bagus ya?
LikeLike