
“Di Lille ada tiga universitas negeri ya? Kamu yang mana?” Tanya saya malam itu melalui WhatsApp, mencoba lebih akrab dengannya.
“Tebak dong.”
Duh. Ini dia bagian yang susah, menebak rahasia wanita.
“Kalau tebakanku benar, kamu mau kan jalan sama aku pas balik ke Jakarta?” Saya memberikan penawaran, atau lebih tepat jika disebut dengan jebakan. Pada saat itu, satu-satunya clue yang saya punya adalah bahwa dia sedang melanjutkan kuliahnya di bidang teknik.
“Umm, boleh.”
“Jawabannya Lille 1.”
“Ah curang, kok benar sih? Tuh kan aku kejebak lagi.”
“Hehehe, iya dong.” Jawab saya sambil tersenyum ke layar handphone. “Aku.”
“Emang kalau aku balik ke Jakarta, kamu mau ngajakin aku ke mana?”
Saya berpikir sejenak sebelum menjawabnya, “Umm, gak tahu. Mall?”
“Yah, mall lagi mall lagi. Bosen ah.”
“Lalu, kamu maunya ke mana?”
“Museum Nasional.”
“HAH?”
“Iya, Museum Nasional yang di seberangnya Monas, katanya habis direnovasi jadi keren sekarang.”
MUSEUM? Seumur-umur baru kali ini ada cewek yang mengajak saya ke museum, setelah beberapa teman wanita saya mengajak ke Laris Love Salon, ITC Ambassador, Plaza Senayan, hingga ke Pasar Tanah Abang Blok A. Dan karena museum belum ada di list tersebut, maka saya pun menerima ajakannya dengan hati riang, seriang Tasya yang melangkah sambil bernyanyi anak gembala.
“Okay, let’s make it as our first date.”
Saya menutup layar Wikipedia pada browser di hadapan saya, akhirnya saya berhasil mengajaknya kencan, setelah berhasil menemukan petunjuk pada Wikipedia bahwa Lille 1 adalah universitas yang membawahi bidang teknik.
***
Menurut Wikipedia, cikal bakal Museum Nasional lahir tahun 24 April 1778, pada saat pembentukan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. J.C.M. Radermacher, ketua perkumpulan, menyumbang sebuah gedung yang bertempat di Jalan Kalibesar beserta dengan koleksi buku dan benda-benda budaya.
Di masa pemerintahan Inggris (1811-1816), Sir Thomas Stamford Raffles yang juga merupakan direktur dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan pembangunan gedung baru yang terletak di Jalan Majapahit No. 3. Gedung ini digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dahulu bernama “Societeit de Harmonie”.). Pada tahun 1862, setelah koleksi memenuhi museum di Jalan Majapahit, pemerintah Hindia-Belanda mendirikan gedung yang hingga kini masih ditempati. Gedung museum ini dibuka untuk umum pada tahun 1868.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Lembaga Kebudayaan Indonesia yang mengelola menyerahkan museum tersebut kepada pemerintah Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 September 1962. Sejak itu pengelolaan museum dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di bawah pengelolaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sehubungan dengan dipindahnya Direktorat Jenderal Kebudayaan ke lingkungan kementerian tersebut.
***
“Aku perlu bawa kamera gak besok?” Tanya saya pada malam sebelum kencan.
“Gak usah, besok pakai Tugo aja foto-fotonya.” Jawabnya. Tugo sendiri, adalah nama yang dia berikan pada kamera miliknya, Olympus tipe Tough.
“Umm, okay.” Saya pun mengurungkan niat untuk membawa Peju, namun tetap memasukkan handphone ke dalam list barang yang harus dibawa besok. Waktu itu, saya memang baru saja menggunakan Samsung Galaxy Note 2, sebagai pengganti telepon genggam sebelumnya yang hilang. Dan karena dipersenjatai dengan kamera 8 megapixels yang katanya berkualitas bagus, saya pun jadi semangat ingin segera mencobanya. “Apa lagi?”
“Udah itu aja sih, sampai ketemu besok, Marji.”
Sementara Marji sendiri, adalah nama yang dia berikan pada saya. M-A-R, dari inisial nama saya dan, dari sekian banyak akhiran yang dapat disematkan kepada M-A-R — seperti -cell misalnya — entah mengapa dia memilih -ji. “Karena kamu mirip Narji.” Kelakarnya waktu itu.
Huft Bangedh.
***
“KLIK!” Setelah memastikan helm terpasang dengan benar padanya, kami pun segera berangkat menuju Museum Nasional. Dari hasil browsing kemarin, kami mengetahui bahwa museum buka setiap hari, kecuali hari Senin, dengan jam buka sebagai berikut: Selasa-Kamis: 08:30-14:30 WIBB, Jumat: 08:30-11:30 WIBB, Sabtu: 08:30-13:30 WIBB, dan Minggu: 08:30-14:30 WIBB, sedangkan dari hasil membaca kalender hijriah, kami mengetahui bahwa hari ini adalah hari Sabtu.
“Sabtu, berarti kencan.” Batin saya, yang mungkin akan dibalas dengan “Wekk, bodo amat dengan batin lu.” kalau dia adalah Romi Rafael, yang bisa mendengarkan batin seseorang.
“ADUH!” Pekik saya ketika terperosok ke dalam lubang kecil di dekat parkiran motor yang belum tertutup rapi.
“Makanya, kalau jalan jangan lihat handphone terus.” Jawabnya setelah reflek memegang tangan saya. “Hati-hati.”
“Hahaha, iya, ini kan…” Saya tak sempat meneruskan ucapan saya, ketika mata kami beradu, dan wajah saya memerah.
“Kamu…”
“…apa?”
“Kamu…”
“…apa?”
“Kamu grogi ya, Marji?”
“Enggak kok eng…EH LIHAT ADA GAJAH!”
Museum Nasional, dikenal juga dengan Museum Gajah, karena terdapat patung gajah berbahan perunggu yang diberikan oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada tahun 1871 yang kemudian dipasang di halaman depan museum. Meskipun demikian, sejak 28 Mei 1979, nama resmi museum ini adalah Museum Nasional Republik Indonesia.
Sebuah loket kecil terletak di sudut lobby museum, menyebutkan harga tiket masuk yang berlaku untuk pengunjung, yaitu:
- Perorangan
Dewasa: Rp 5.000,-
Anak-anak: Rp 2.000,- - Pengunjung rombongan (min. 20 orang)
Dewasa: Rp 3.000,-
Anak-anak (TK-SMA): Rp 1.000, - Pengunjung Asing (Wisatawan Mancanegara): Rp 10.000,-
Harga yang tak mahal untuk mengunjungi museum yang merupakan museum tertua dan terbesar di Indonesia dengan lebih dari 141.000 koleksi dari berbagai daerah dan periode di Indonesia. Karena harganya yang sangat murah, saya menyembunyikan wajah anak-anak saya, lalu kami berdua masuk setelah membeli dua tiket untuk orang dewasa seharga @ Rp. 5.000,-. (tolong abaikan fakta kalau dia adalah seorang bule, bule Tebet)
Murah kan? Banget.
Lurus dari lobby, saya menemukan sebuah ruangan yang berisikan ratusan arca, mulai yang berukuran kecil, besar, hingga yang gigantic yaitu patung Bhairawa yang tingginya mencapai empat meter. Patung tersebut berdiri menghadap sebuah taman seluas lapangan futsal, yang di atas rumput hijaunya terdapat koleksi arca-arca lain yang disusun rapi.
Sumber koleksi museum ini didapatkan dari hasil penggalian arkeologis, hibah kolektor dari zaman Hindia – Belanda, hingga pengumpulan dari berbagai daerah di Indonesia yang dipisahkan dalam beberapa kategori ruang pameran, yaitu koleksi sejarah, koleksi etnografi, koleksi geografi, koleksi prasejarah, koleksi arkeologi, dan koleksi numismatik/heraldik & keramik asing.
Pada deretan ruang-ruang besar yang tersambung, terdapat benda-benda yang menonjolkan ciri khas budaya di Indonesia dari berbagai daerah dan suku, seperti gamelan dari Jawa, miniatur rumah adat di Sumatera, patung-patung yang berasal dari Kalimantan dan Sulawesi, hingga perahu tradisional yang digunakan oleh penduduk Papua. Satu hal yang kurang di sini adalah masalah penerangan, karena pada beberapa bagian ada yang dibiarkan gelap. Namun sisi positif dari hal ini adalah, membuat acara kencan menjadi makin romantis.
Ehem.
Selain budaya sendiri, di ruangan lainnya saya menemukan beberapa hal yang menarik, seperti misalnya keramik-keramik khas mancanegara, patung-patung unik, hingga diorama berisikan manusia prasejarah.

Namanya juga manusia prasejarah, jadinya susah dibilangin. Dibilang dilarang duduk, masih saja duduk di situ.
Tapi diantara semuanya, satu yang paling menarik perhatian saya, hingga sekarang, adalah…
Museum, dapat digunakan sebagai alternatif kencan bersama pasangan, jika kamu sudah merasa bosan dengan tempat yang itu-itu saja dan ingin menambah pengalaman dan pengetahuan baru. Selain itu, museum juga cocok digunakan sebagai tempat kencan di tanggal tua karena tiket masuknya yang hanya 1/8 dari harga tiket nonton bioskop pada akhir pekan.
Tips menikmati museum adalah: (1) Datang sepagi mungkin karena pada siang hari sering ditemukan anak-anak sekolah berwisata, (2) Siapkan kamera untuk mengabadikan pengalaman yang mungkin hanya akan ditemukan di museum, dan (3) Bawalah pasangan.
“ADUH!”
“Kamu kenapa lagi?”
“Aku jatuh…”
“…cinta?”
***
Catatan: Semua foto pada artikel ini diambil dengan menggunakan …
Galaxy Note II dipersenjatai kamera belakang 8 MP dengan resolusi 3264×2448 pixels lengkap dengan autofocus dan LED flash, sementara kemera depannya mengandalkan kamera 2 MP tanpa flash.
Untuk hasil kamera belakang, sangat bagus jika digunakan di luar ruangan dengan pencahayaan yang cukup, sementara untuk kondisi low light , hasilnya lumayan jika kamera berada pada kondisi stabil, tidak goyang pantura. Pilihan shooting mode-nya ada beberapa mulai dari Best Photo, HDR, hingga panorama. Sementara scene mode-nya diantara lain meliputi sports, sunset, hingga candlelight.
Saat tulisan ini dibuat, harga Galaxy Note II baru bergaransi resmi adalah sekitar Rp. 7 jutaan.
***
“Kenapa panggil Marji sih, dear?”
“Kan itu panggilan sayang, buat kamu.”
So, if I start to fall, will you be there to catch me?
Tagged: DKI Jakarta, Museum Gajah, Museum Nasional
pertamaaaaxxx… ehm ada yg ga jomblo lagiiii 😀
LikeLike
Ihiiiy! Asik asik 😀
LikeLike
Akhirnya… kak Ariev beneran udah punya pacar hahaha. Selamat kak, semoga berlanjut ke tahap selanjutnya! 😀
Btw, kok gak ada foto berdua? Ahem.
LikeLike
Alhamdulillah yah, akhirnya laku juga. Aamiin doanya, foto berduanya di pelaminan, boleh?
#EAAAAA!
LikeLike
Ceritanyaa lucu, sweet
LikeLike
Ah, terima kasih! 🙂
LikeLike
musium bagi saya, tempat mbolang di akhir bulan,,,, 😀
soalnya murah meriah….
LikeLike
Iyaa, emang murah banget yah.
Sayang orang-orang sekarang lebih milih ke mall, ehehe..
LikeLike
lobian lau saik jg om
bolehlah
LikeLike
makasih suhu!
LikeLike
..aku sdh pernah ke museum nasional, pernah ke sanaaa…sama keponakan teman, tapinya…
LikeLike
ayo cobain sama pasangan! Asik loh 😀
LikeLike
hihi aku suka hadiah pms-nya.yeaay makasih marji!
oia buat yg mau liat @arievrahman mirip narji,silakan buka SosiShot yg ada dia nya.kalo ndak salah edisi arah jam berapaaa gitu.hahaha :)))
see you on next trip! museum tekstil,okeh?
Sincereley,
yours
LikeLike
WOOYY!!
Masih dibawa-bawa, yang Narjinyaaa.. *berantakin rambutnya*
Next trip, will be Derawan dear. Next museum trip, will be museum tekstil. Ahahaha.
Thank you,mine.
LikeLike
psstt jangan kenceng2 bilang mau ke derawan.
nanti pada ngirain kita honeymoon preparation benerann.
:)))
P.S: hayoo sudah makan siang berapa piring kamuu?
LikeLike
Emang bukan honeymoon preparation?
#EAAA
Iyah, ini baru mau makan *nurut*
LikeLike
ciye pacaran disini
LikeLike
ciye pengin ciyeee ~
LikeLike
ihiy! ariev selamaaaaat! 😀
LikeLike
Ihiy! Sarah makasih eaaaa!
😀
LikeLike
Travel writer bisa galau ya :’)
LikeLike
Travel writer juga manusia :’)
LikeLike
ciyee kak ariev romantis beneeerr, panjang jodoh ya kak biar bisa diawetin di museum jugaaakk
LikeLike
Emangnya jodohnya Firauunnn : ((((
Hahaha, thanks ya doanya!
LikeLike
ciyeeeeee nanti ajak pacar ah kencan ke museum, bentar pacarnya siapaaaaaah -__-
LikeLike
ciyeeeee gak punya pacar ciyeeee.
😀
LikeLike
Ciiieeeeee udah ga galau lagi dong yaa sekarang 😛 BTW asik banget kali main ke museum. Anak muda jaman sekarang kayaknya udah kurang minat main ke museum ya, senengnya ke mall. Padahal mall mah udah mainstream banget. #eaa #hipster #paketagdiblog
LikeLike
Cieee, jangan iri dong cieee 😛
Iya, anak-anak sekarang sukanya emang ke mall, dan gak tahu kalau ada tempat semurah musem. #eh #ikutanjadihipster
Makasih udah mampir, Gita.
LikeLike
Mar-ji…. Keren kok. Tp serius kalau baca tulisan arip ki pasti ngakak.
LikeLike
Hihihi, makasih cicik!
Ketawa lagi doooong..
LikeLike
setelah banyak membaca episode galaunya Arip, datang juga episode modus bercinta kayak gini.
Yang awet ya bang
Seneng deh baca postingan blogger yang lg jatuh cinta, pasti lebih gimanaa gt isi tulisannya
Dan lebih seneng lagi kebahagiannya itu dibagikan ke reader juga
Terimakasih MAR’s yang udah bikin Bang Arip ini hatinya jadi punya rumah :)))
LikeLike
Hahaha kapan sih aku galau? : ))))
Ah, terima kasih ya atas supportnya, doakan kami bisa maju sebagai Gubernur Jabar 2020.
Salam olahraga!
LikeLike
kebun binatang juga bisa jadi salah satu alternatif tempat kencan 😀
murah dan itu romantis. bisa naek gajah atau onta berduaan. hahhahaa
tapi tapi tapiiii..aku ke kebun binatang sama adek sepupu umur 4 taon -___-
fyyuuuhhhh~
LikeLike
Wah, iya, kapan-kapan cobain ah pacaran di bonbin, hahaha!
Atau nunggu punya anak umur 4 tahun dulu, nih?
😀
LikeLike
modus nya makin jadiiii, tipe ceweknya yg chubby gtu ya.
oke sippp
LikeLike
Hahaha, tipe ceweknya yang mau aja sih.
LikeLike
ini kocak bingits, secara saya juga sering kencan di museum, ahahah.. sampe dikasih list museum sama temen2 buat kencan2 selanjutnya.. btw, msh langgeng ga nih sm mba2 kece yg pertama kali ngajak bang Arif ke museum? *kepoo*
LikeLike
Ahahaha, aku malah pengin ke museum lagi sama mba-mba kece itu. Hihi.
LikeLike
ihiiyy.. asiknyoo.. langgeng2 yaaa.. :p
LikeLike