
Siang itu, saya memacu sepeda motor memasuki komplek Gelora Bung Karno, menembus baliho warna-warni bertuliskan ‘In Style Hong Kong – Product Expo and Symposium’, ‘In Style Hong Kong – Over 100 Hong Kong Lifestyle Brands’, juga ‘In Style Hong Kong – Over 30 Top-Notch Speakers’. Walaupun sedikit heran karena tidak mendapati baliho Slank ataupun Oi di sana, saya tetap optimis bahwa saya akan menemukan sesuatu yang membuat saya penasaran di ujung jalanan berbaliho tersebut.
Ya, di ujung sana terdapat tempat parkir sepeda motor liar, yang tetap memaksa saya untuk membayar biaya parkir, walaupun saya sudah membayar biaya parkir resmi untuk memasuki kawasan Gelora Bung Karno. Namun bukan itu yang saya cari siang itu. Melainkan sebuah gelaran dari Hong Kong Trade Development Council (HKTDC), yang bertajuk In Style Hong Kong yang diadakan di Jakarta Convention Center (JCC).
Kemudian, sebelum melangkah lebih jauh, mungkin kamu akan bertanya-tanya, ‘Apakah HKTDC itu?’, ‘Apakah In Style Hong Kong?’, ‘Mengapa memilih Indonesia?’, ‘Mengapa membuat acara di Jakarta, bukan Bekasi?’ atau mungkin ‘Mengapa tidak ditemukan bendera Slank atau Oi pada acara tersebut?’. Tenang, Abang akan jelaskan satu persatu padamu, Dek.
HKTDC, yang didirikan pada tahun 1966, adalah sebuah lembaga resmi dari Hong Kong yang didedikasikan untuk mempromosikan perdagangan Hong Kong, baik berupa barang dan jasa. Misi mereka adalah, mengeksplorasi pasar potensial untuk perusahaan-perusahaan Hong Kong, terutama perusahaan kecil dan menengah, untuk kemudian menghubungkannya dengan mitra bisnis di seluruh dunia, dan salah satunya adalah Indonesia.
Kemudian apa itu In Style Hong Kong? Jawabannya, adalah sebuah mega promosi yang diselenggarakan oleh HKTDC yang bertujuan untuk menyorot gaya hidup serta kreativitas Hong Kong yang dinamis dan unik, dengan menampilkan produk-produk ternama dan desain terbaru serta layanan kelas dunia, yang telah membawa Hong Kong menjadi kota trendsetter unggulan dunia.
Keren kan jawaban Abang, Dek?
Mengapa memilih Indonesia dan mengadakan acaranya di Jakarta, bukan Bekasi? Alasan memilih Indonesia, adalah karena hal-hal berikut ini:
- Di wilayah ASEAN, Indonesia diprediksi memiliki populasi kelas menengah terbesar yang mencapai angka lebih dari 61 juta, dengan daya beli yang terus meningkat. Sebagai contoh adalah tiket Bon Jovi yang sold out walaupun nilai tukar Rupiah terus melemah terhadap Dollar Amerika Serikat.
- Indonesia merupakan negara ASEAN dengan populasi terbanyak dan perekonomian yang terus berkembang. Di tahun 2014, perekonomian Indonesia berkembang 5,0%, dengan perkiraan akan berkembang hingga 5,5% di tahun 2015. Populasi banyak, dengan daya beli tinggi, berarti pasar yang potensial, bukan? Sekadar informasi, pada tahun 2014, perdagangan bilateral antara Hong Kong dan Indonesia mencapai 5,16 milyar Dollar Amerika Serikat. Sebuah angka yang fantastis, apabila dibandingkan dengan penghasilan bulanan PNS Indonesia.
- Indonesia ikut berkomitmen dalam skema ASEAN Common Effective Preferential Tariffs (CEPT), yang menguntungkan bagi kegiatan impor dan ekspor. Apakah itu? Selengkapnya bisa dibaca di sini, karena akan membutuhkan dua hari dua malam untuk menjelaskannya melalui artikel ini.
Kemudian mengapa Jakarta, bukan Bekasi? Karena pasar besar Indonesia terdapat di Jakarta, jawaban yang sama seperti mengapa Bon Jovi mengadakan konser di Jakarta, bukan Cibitung, atau Jonggol. Ya karena daya beli penduduk Jakarta yang luar biasa, walaupun mungkin mereka lupa untuk berkurban tahun ini.
Lalu, mengapa tidak ditemukan bendera Slank atau Oi pada acara tersebut? YA KARENA INI ACARA PAMERAN DAN SIMPOSIUM KALEEEE, BUKAN KONSER BON JOVI.
Pada event In Style Hong Kong yang diresmikan oleh Kepala Eksekutif Wilayah Administratif Khusus Hong Kong CY Leung dan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Arief Yahya ini memang terdapat dua agenda utama, yaitu pameran produk bermerek dari Hong Kong sifatnya eksklusif bagi para pembeli dagang dan simposium bisnis yang akan menjadi ajang untuk memperluas jaringan, business-matching dan layanan konsultasi bagi para pelaku bisnis dan khalayak ramai.
Bapak Arief Yahya mengatakan, “In Style Hong Kong merupakan pertemuan bisnis penting bagi Indonesia. yang akan memperkuat kemitraan antara Indonesia dan Hong Kong, terutama di bidang perdagangan, investasi dan pariwisata.”.
Loh, apa hubungannya perdagangan, investasi, dan pariwisata? Perdagangan bilateral, akan meningkatkan investasi suatu negara di negara lainnya. Sementara, bukan tidak mungkin kan apabila kunjungan bisnis juga dipadukan dengan kunjungan wisata? Contohnya ketika Setya Novanto dan Fadli Zon bertandang ke markas Donald Trump saat kunjungan kerja DPR ke Amerika Serikat. Namun yang itu tidak boleh ditiru ya, Dek.
Setelah melakukan registrasi di Main Hall JCC, yang ditukar dengan kartu tanda pengenal dan satu set goody bag secara gratis (Aha!), saya langsung semangat menjelajah JCC untuk mencari ada apa di pameran dan simposium In Style Hong Kong (yang sudah digelar secara rutin pada tiga tahun terakhir) tersebut.
A. Pameran Barang-barang Bermerek Hong Kong
Dari meja registrasi, saya bergerak ke arah kanan, menunjukkan kartu tanda pengenal ber-barcode untuk dilakukan pemindaian oleh petugas sebelum memasuki ruang pameran. Begitu saya masuk ke dalam ruangan, nampak serombongan ibu-ibu arisan sedang asyik bergerak dari satu stan ke stan yang lain.
Hal yang sangat wajar, karena pada ruangan ini terdapat lebih dari 180 perusahaan yang menghadirkan produk-produk berbasis gaya hidup Hong Kong, yang tersaji dalam empat zona bertema, yaitu:
- Busana dan aksesoris mode (termasuk Bossini, G2000, Giordano, Cocomojo, Mastermind, dan Subcrew);
- Perhiasan dan jam tangan (termasuk Chow Tai Fook, TSL Jewellery, Memorigin, Cosi Moda, Saga, Edwin dan, Charles Hubert);
- Suvenir dan peralatan rumah tangga (termasuk Lexington, PO:Selected, Biba Toys dan Kid Galaxy, serta Kinox);
- Produk elektronik (termasuk Goodway, Gold Peak, dan SAS Lighting).
Selain keempat zona tersebut, dihadirkan pula zona display Hong Kong Design Award berjudul “Fame – In Style” yang menghadirkan beragam produk peraih penghargaan untuk menyoroti kreativitas dan kemampuan desain produk-produk Hong Kong.
Di bawah ini, adalah beberapa produk yang saya temui pada pameran tersebut:
Perabot Rumah Tangga
Mainan Anak-anak
Perlengkapan Traveling
Alas Kaki
Produk Fashion Lainnya
Mainan Bapak-bapak
GIORDANONYA KAKAK!
Setelah puas menyaksikan berbagai macam produk asal Hong Kong, walaupun sedikit menyayangkan kurangnya SPG yang bening seperti saat pameran mobil, saya melangkah ke ruangan yang lain untuk mengikuti…
B. Simposium Bisnis
Inilah yang membuat In Style Hong Kong tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu adanya simposium bisnis pada tanggal 17 September 2015. Ketua HKTDC Vincent HS Lo menjelaskan bahwa In Style Hong Kong tahun ini merupakan ekspansi pameran sebelumnya yang pernah digelar oleh HKTDC di Jakarta. “Acara ini lebih besar dan lebih baik. Selain produk, kami telah menambahkan simposium bisnis masa kini di mana Anda dapat menemukan dan memperluas jaringan dengan para pemimpin bisnis utama serta mengetahui lebih tentang bagaimana memanfaatkan layanan kelas dunia Hong Kong untuk mengembangkan bisnis mereka,” kata Mr Lo.
Acara simposium yang berlangsung selama sehari penuh tersebut menghadirkan para pembicara kelas atas, termasuk Rimsky Yuen SC, Sekretaris Peradilan HKSAR; Armando Tolomelli, CEO Prada Asia Pacific; YK Pang, Direktur Jardine Matheson Holdings Ltd; Royce Yuen, Pendiri & CEO New Brand New Ltd; Kent Wong, Managing Director, Chow Tai Fook Jewellery Group Ltd; Peter Lo, Chief Country Officer, Deutsche Bank AG Hong Kong; Tommy Li, Creative Director, Tommy Li Design Workshop Ltd; Peter Mack, Executive Director, Marketing, Landor Hong Kong; hingga Jason Chiu, CEO, Cherrypicks, (sayang saya tidak menemukan nama besar seperti Andy Lau dan Jet Lee pada daftar tersebut) yang membagi pengalamannya pada beberapa sesi seperti jadwal berikut:
Beruntungnya, saya hadir pada saat sesi yang paling membuncahkan minat saya, yaitu ‘Latest Trends in Digital Marketing’ yang akan membahas mengenai tren terkini dari digital marketing dan e-commerce, di mana para pembicara yang ahli di bidangnya akan berbagi pengetahuan dan pengalamannya tentang bagaimana digital marketing dan e-commerce mengubah pola bisnis di Asia.
Acara yang dibuka oleh pidato sambutan dari Mr Raymond Yip selaku Deputy Executive Director, Hong Kong Trade Development Council dan Mr Agus Tjandra selaku Vice Chairman, Indonesia E-Commerce Association (idEA) berlangsung menarik bagi saya yang baru pertama kali mengikuti simposium semegah ini. Maklum, biasanya cuma ikut rapat RT atau musyawarah desa saat main Werewolf.
Saya yang polos pun menjadi ndeso saat tahu bahwa acara simposium tersebut dapat didengarkan dalam dua Bahasa. Bukan, bukan Inggris dan Mandarin, melainkan Inggris dan Indonesia. Caranya adalah dengan menggunakan audio set yang tersedia pada tiap-tiap kursi, namun tidak untuk dibawa pulang. Tinggal pilih 1 untuk bahasa Inggris, dan pilih 2 untuk bahasa Indonesia.
Pada sesi tersebut, hadir Mr Teddy Suteja selaku Program Director – Digital Media Design dari LaSalle College sebagai moderator menemani para pembicara, yaitu Mr Jason Chiu, CEO dari Cherrypicks; Mr Willy Lai, Business Director dari Fimmick; dan Mr Tomy Choi, Founder & Managing Director dari cccdi ltd.
Berikut ini, adalah beberapa hal yang disampaikan oleh para pembicara pada simposium siang itu:
Jason Chiu
Pada kesempatan tersebut, Jason Chiu –yang namanya tidak ada hubungannya dengan minuman keras asli Indonesia– menjelaskan tentang peran pentingnya O2O pada era ini. O2O sendiri adalah suatu hubungan berpola Online-to-Offline yang kerap ditemukan pada pola belanja saat ini, berawal dari online dengan menggunakan aplikasi pada telepon genggam yang bermuara pada offline, yaitu pembeli akan mendatangi toko tertentu, karena diarahkan oleh aplikasi tersebut.
Sebagai contoh simpel, adalah aplikasi yang memberikan diskon harga makanan dan minuman pada sebuah restoran apabila customer mengunduh aplikasi milik restoran tersebut untuk kemudian mendaftar menjadi member. Nantinya dengan diarahkan oleh si aplikasi, konsumen akan mendatangi restoran secara langsung, karena tergiur dengan diskon tersebut. Saat ini, perusahaan milik Jason, yaitu Cherrypicks dikenal di Hong Kong sebagai perusahaan leader dalam mengembangkan aplikasi berbasis O2O ini.
Willy Lai
Pembicara berikutnya adalah Willy Lai –yang walaupun bisa dipanggil Lai, namun dia bukannlah orang Batak–, yang menjelaskan tentang kondisi e-commerce di Asia Pasifik. Willy membuka sesi presentasinya dengan bercerita sedikit tentang kesuksesan Alibaba, sebuah e-commerce dari Tiongkok yang membuat rekor penjualan sebesar USD 9 Miliar dalam sehari! Bayangkan, sembilan miliar dolar Amerika Serikat! Lumayan lah, untuk mencicil utang luar negeri Indonesia yang menurut data bulan April 2015 sudah berjumlah sebesar USD 299,84 Miliar.
Willy juga menjelaskan bahwa Indonesia dan China adalah dua contoh negara di Asia Pasifik yang mempunyai pangsa pasar e-commerce yang besar dengan pertumbuhan yang terus meningkat cepat tiap tahunnya. Berbeda dengan Jepang, Korea, dan Australia, yang walaupun memiliki pasar yang besar, namun pertumbuhannya sangat lambat. Lalu bagaimana cara memasuki atau menguasai pasar e-commerce yang ada saat ini? Menurut Willy, salah satu caranya adalah dengan “Observe the latest trends in one of the fastest rowing market. CHINA.”.
Sekali lagi hadits Nabi yang walaupun belum tentu sahih, terbukti kebenarannya saat ini.
اُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ في الصِّينِ
“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.”
Tomy Choi
Berikutnya, pembicara terakhir di siang itu adalah Tomy Choi, pendiri cccdi ltd (2007), sebuah digital agency dari Hong Kong, yang tugas utamanya adalah memberikan jasa berupa Digital Insight kepada konsumennya. Pada sesi tersebut, Tomy menjelaskan tentang perkembangan dunia digital saat ini. Sebuah sesi yang sebenarnya tidak boleh dilewatkan oleh para pelaku digital di tanah air, termasuk para agency dan buzzer.
Tomy membuka slide presentasinya dengan ‘Evolution of Content Discovery’ dari tahun 1975-2015 yang bersumber dari Nielsen. Slide tersebut menunjukkan perkembangan teknologi dari mulai ditemukannya VCR pada tahun 1975, dicetuskannya Yahoo! pada tahun 1995, hingga dikembangkannya Chromecast oleh Google pada tahun 2015. Berikutnya, Tomy juga menunjukkan perkembangan penggunaan telepon genggam, dari mulai 80 juta pengguna telepon di tahun 1995, hingga mencapai 5,2 miliar di tahun 2014 di mana 60%-nya adalah pengguna smartphone.
Lebih dalam lagi, Tomy menunjukkan bahwa pasar saat ini sangat menyasar para pengguna smartphone yang terbukti dengan bermunculannya berbagai aplikasi berbasis e-commerce pada smartphone, menemani beragam aplikasi chatting dan social media yang ada. Semua aplikasi ini dikembangkan untuk memuaskan penggunanya, atau meningkatkan terus User Experience (UX) yang telah ada.
Ada sebuah kutipan yang bagus pada simposium siang itu, mengenai UX, yaitu:
“Tell me and I forget, show me and I remember, involve me and I understand.”
Ah kan, saya jadi pengin ke Hong Kong lagi. Namun untuk bisnis, dan belajar tentang dunia digital di sana.
Mau ikut Abang, Dek?
Tagged: HKTDC, Hong Kong, InStyleHongKong
*fokus di mainan bapak-bapak*
Om adek mau ikut ke Hongkong Ommmmm *ditabok* 🙈
LikeLike
Adek capa yahhh? Om udah lupa namanya.
LikeLike
Pamerannya keren mas. Cuma agak miris baca reasonnya diadakan di Indonesia. Hahaha
LikeLike
Wahaha kok miris kenapa mas?
LikeLiked by 1 person
Indonesia jd incaran yang mau memasarkan. Bukan memasarkan.
LikeLike
Ah, I see, iya soalnya kita masuknya masih negara berkembang, belum maju. Jadi itungannya kita yang jadi pembeli di pasar untuk finished goods, namun bisa jadi kita juga sebagai penyedia raw material-nya juga sih.
LikeLiked by 1 person
Yah memang sih tp sbnrnya kemampuan sbg penghasil finished good jg dah ada kan mas.
LikeLike
Ada banget, cuma untuk kualitasnya mungkin yang perlu dikembangkan.
LikeLiked by 1 person
Rip, kalau ke Hong Kong nitip barang ya. *eh*
LikeLike
Barang apa nih Chik? 😀
LikeLike
iPhone 6s… *digetok*
LikeLike
Buseeettt, beliin aku dooong 😂
LikeLike
Sekali2 coba acara nya di bekasi biar yg datang pake visa semua hahaha
LikeLike
Hahaha, loh Om Cumi bukannya lagi di Maratua nih? Kok ada sinyal.
LikeLike
udah mulai ya ariv tu pamerean
LikeLike
Malah udah abis kaleeeee :))))
LikeLike
kmren ada d GI juga loh
LikeLike
Hooh, di GI ada tapi cuma cuplikannya aja kalau gak salah.
LikeLike
Makin banyak prduk yang dipamerkan, makin kesengsem ibuk-ibuk belanja ke Hongkong 😀
LikeLike
Wahaha iya Hong Kong emang surganya buibuk.
LikeLike
yawlaaa gak fokus gara-gara liat foto yang terakhir. itu jaman masih muda belia belum ternoda ya mz?
LikeLike
Kiyut banget yaaaaa 😀
Itu zaman sebelum aku mengenalmu, mb.
LikeLike
kok kayaknya itu sepi ya Pak? apa publikasinya kurang ya?
LikeLike
Rame kok, terutama di stand makanan haha. Waktu itu saya datangnya kepagian, jadinya masih agak sepi.
LikeLike
kapan yah negara kita bisa menjual bukan hanya membeli,…??
indonesia konsumtif jadi target dagang manca negara.
LikeLike
Kalau bisa meningkatkan kualitas produk, otomatis akan bisa menjual produknya. Semoga bisa segera.
LikeLike
saya berharap kita generasi muda bisa berperan untuk memajukan bangsa indonesia tecinta ini. amin.
LikeLike
Aamiin, semoga ada yang tetap mau berjuang memajukan Indonesia.
LikeLike
Kantong adek gak nyampe bang buat style Hongkong 😦
LikeLike
Ntar pakai kantong abang ya dek, tapi dompetnya adek, sekalian duitnya adek.
LikeLike
kapan ya ada yang ajakin ke hongkong 😛 mahal beut soalnya disono. dulu cuma transit n beli oleh-oleh di HKIA aja kerasa banget kursnya yang nendang rupiah 😀
LikeLike
Wahaha, masih mahalan ke UK atau US kaaaak 😦
LikeLike
kalau UK atau US jangan ditanya lagi -.- USD sama GBP kan emang gila ratenya…. 😐
LikeLike
😦 😦 😦
LikeLike
wuaahhh telat tauuu..ada counter dimsum ga di sana kemariin… biasanya yg aku incer makanannya dulu ;D
LikeLike
Aku aja kehabisan makanannya 😦 😦 😦
LikeLike
Abang ngasih info lengkap banget. Adek cuma bisa mangut-mangut aja. Hahahah. Salam kenal–
LikeLike
Ehehehe makasih dek udah main ke tempat abang dek. Papa Mama sehat dek?
LikeLike
Haha papa tanya abang kapan bakal kerumah? Eeeaaaakk
LikeLike
maaf dek, abang gak bisa 😦
LikeLike
Berikutnya, Tomy juga menunjukkan perkembangan penggunaan telepon genggam, dari mulai 80 miliar pengguna telepon di tahun 1995, hingga mencapai 5,2 miliar di tahun 2014 di mana 60%-nya adalah pengguna smartphone.
itu bukannya penurunan yah?
LikeLike
Ohiya, ada yang salah ketik ya?
Bentar-bentar dicek dulu. Thanks koreksinya broh.
LikeLike