Wajah Ojie pucat, pandangannya berkunang-kunang, dan tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Mungkin kalau ini adalah adegan pada sinetron “Hidayah”, ratusan kelabang akan keluar dari mulutnya. Sudah tiga puluh menit kita di sini tanpa suara Ojie menghirup aroma belerang yang sangat menyengat tersebut, dan kini tubuhnya mulai kehilangan kesadaran. Faktor kelelahan lah yang membuatnya tidak dapat menikmati dengan maksimal keindahan Kawah Putih Ciwidey ini.

Kawah Putih Ciwidey

Kawah Putih Ciwidey terletak di kawasan Bandung Selatan atau sekitar lima jam perjalanan dari Kuala Lumpur dengan menggunakan pesawat Kuala Lumpur – Bandung dilanjutkan dengan mobil dari Bandung ke Ciwidey.  Pemandangan menarik akan kamu dapatkan sepanjang perjalanan menuju Ciwidey, mulai dari langit biru cerah (kalau tidak hujan. -red) Kuala Lumpur – Bandung hingga kebun dan hutan hijau di kiri kanan jalan Bandung – Ciwidey. Karena merupakan bekas letusan Gunung Patuha yang terletak di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut, udara di sini dapat dibilang cukup sejuk, lebih dingin daripada Bandung, apalagi Kuala Lumpur.

Menurut legenda, dahulu di sini adalah tempat angker yang bahkan warga setempat maupun Harry Pantja tak berani mendekat. Mirip dengan calon gebetan yang berbeda kasta, binatang-binatang tak ada yang berani mendekatinya dan bahkan burung-burung yang melewati daerah ini akan mati. (Seram bukan? Kalau belum seram, coba baca cerita ini sambil menonton Sadako 3D) Hingga pada suatu hari, datanglah seorang Belanda pemberani yang bernama Dr. Franz WJ ke daerah itu. “Bongkar kebiasaan lama! Orang Indonesia tak boleh percaya tahayul!” kira-kira demikianlah yang dikatakannya, dan kemudian terbukti bahwa daerah angker tersebut adalah sebuah kawah belerang yang sangat indah, yang sekarang dikenal dengan nama Kawah Putih Ciwidey. Secara ilmiah dikatakan bahwa binatang-binatang yang tak berani mendekat maupun burung-burung yang mati adalah akibat kuatnya aroma belerang yang dihasilkan kawah tersebut.

Sebelum masuk, baca dahulu aturan pakai!

Sejak dahulu, Orang Belanda dikenal pemberani. Karena kalau tak pemberani mana mungkin bisa menjajah Indonesia. Namun berdasarkan catatan saya, ada satu orang Belanda yang penakut; bernama Dennis Bergkamp.

Sejak terakhir mengunjungi Kawah Putih pada tahun 2009, ada beberapa perubahan yang saya perhatikan di sini. Diantaranya adalah:

Do you know? Lack of sleep can transform someone into a Panda

  1. Dulu: Tiket masuk objek wisata murah dan masih bisa ditawar harganya. Sekarang: Menggunakan tiket resmi dari Pemerintah Daerah dengan tarif Rp. 15.000,- per orang. Keterangan: Dilihat dari sisi pribadi mungkin agak merugikan, namun akan menguntungkan bagi pendapatan daerah setempat.
  2. Dulu: Kendaraan pribadi bisa masuk hingga ke pintu masuk atas, dan parkir di sana. Sekarang: Dikenakan tarif mahal jika mobil ingin masuk hingga ke atas, yaitu Rp. 150.000,- dan sepeda motor dilarang masuk ke atas. Keterangan: Jika ingin mengirit, bisa menitipkan mobil di tempat parkir bawah karena sekarang disediakan transportasi umum untuk mengangkut penumpang dari bawah ke atas, yang bernama Ontang-Anting. Tarifnya Rp. 10.000,- untuk perjalanan pulang pergi.

    Ontang-Anting, mobil sejenis Colt yang telah dimodifikasi.

  3. Dulu: Jalanan ke atas buruk sekali, masih banyak lubang dimana-mana. Sekarang: Jalanan sudah cukup mulus, walaupun belum semulus BCL atau Gita Gutawa ada sedikit ruas yang masih belum selesai diperbaiki. Keterangan: Dengan tarif masuk resmi yang diberlakukan, serta dioperasikannya Ontang-Anting diharapkan sarana dan prasarana lainnya akan semakin meningkat kualitasnya.
  4. Dulu: Pintu masuk atas adalah tempat parkir kendaraan umum dan pribadi yang banyak diisi pedagang. Sekarang: Hanya sedikit mobil pribadi yang diparkir di sana, karena kebanyakan pengunjung memilih menggunakan Ontang-Anting. Serta tidak ditemukan pedagang yang wara-wiri di sana. Keterangan: Kalau diperhatikan ada beberapa infrastruktur baru yang telah dibangun seperti Information Center, yang sangat membantu wisatawan.
  5. Dulu: Saya ke sana bersama pacar. Sekarang: Saya jomblo. Keterangan: Perjalanan ini dilakukan bersama kawanan @TravelTroopers, sebagai lanjutan dari cerita ini.

Rombongan Travel Troopers di pintu masuk atas

Terlepas dari beberapa perubahan di atas, Kawah Putih masih memberikan nuansa yang sama seperti tiga tahun lalu. Hawa yang sejuk, diiringi angin semilir dan permainan kecapi tradisional di pintu masuk menciptakan suasana syahdu dan romantis (jika pergi bersama pasangan. -red). Air kawah yang biru keputihan (warna air, bukan penyakit wanita. -red) dan pasirnya yang berwarna putih bercampur kuning akan semakin indah jika dipadukan bukit yang hijau dan langit biru nan cerah. Karena berbagai faktor tersebut, maka tak heran jika Kawah Putih Ciwidey masih dijadikan sarana hiburan favorit keluarga, juga sebagai sasaran objek foto para fotografer mulai dari pre wedding hingga landscape. Tak percaya? Inilah buktinya:

Pre Wed (diperankan oleh model)

Wanita dan Batu (diperankan oleh model)

Saat mengunjungi Ciwidey, kami menginap di Abang Hotel Ciwidey, Jl. Raya Ciwidey Patenggang KM.500. Rate yang ditawarkan cukup murah yaitu Rp. 300.000,- untuk kamar besar yang bisa dipakai hingga empat orang, termasuk sarapan, televisi berwarna dan air panas.

“Kenapa kamarnya tak ada AC?”

“Kamu kalau masih kurang dingin, bisa tidur di teras kamar.”

Dan inilah penampakan kamarnya:

Hanya Rp. 300.000,- per malam (harga bisa berubah sewaktu-waktu)

Setelah penyelidikan lebih lanjut, ternyata diketahui bahwa Abang Hotel ini dimiliki oleh famili dari Adis, si Backpacker Gembel. Kamu tak tahu siapa dia? Well, dia memang kurang terkenal sih. #ditoyorAdis Adis adalah salah satu travel blogger kenamaan tanah air yang saat ini telah menelurkan satu buah buku secara indie mengenai pengalaman-pengalaman perjalanannya, yang berjudul “Whatever I’m Backpacker”. Saat itu, saya pun tak melewatkan kesempatan untuk membeli buku dan berfoto bersama dia. Inilah penampakannya:

Buku ini beli, bukan pinjam.

Bagi kamu yang ingin berbincang langung dengan Adis, bisa menyapanya via Twitter di @takdos atau berkunjung ke blog fenomenalnya di SINI.


“Lalu kenapa Si Gembel tak putih lagi?”

“Kamu jangan nilai orang dari luarnya dong. Walaupun kulitnya gelap, tapi coba kamu lihat hatinya. Lebih gelap.”

***