Sebelum membaca artikel ini, tahukah kamu di mana letak Taman Nasional Baluran? Banyuwangi? Situbondo? Surabaya? Ya betul, jawabannya adalah di Indonesia, atau tepatnya di wilayah Kabupaten Situbondo Jawa Timur. Bagi yang sebelumnya menyangka bahwa Baluran berada di Banyuwangi, selamat kamu tidak sendirian, karena saya –yang termakan iklan pariwisata Banyuwangi akibat kampanye Pesona Indonesia dari Menteri Pariwisata Bapak Arief Yahya (yang kebetulan juga berasal dari Banyuwangi), juga berpikir demikian.

Taman Nasional Baluran –yang berikutnya akan saya sebut sebagai TN Baluran, adalah sebuah taman nasional seluas 250 kilometer persegi atau 50 kali lebih luas dari rencana lahan Meikarta, yang memiliki berbagai macam tipe vegetasi yang mendiaminya. Mulai dari sabana, hutan mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa, hingga hutan yang selalu hijau sepanjang tahun, walaupun mungkin tidak lebih hijau daripada rumput tetangga.

Sabana adalah padang rumput yang dipenuhi oleh semak/perdu dan diselingi beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar, misalnya palem dan akasia. Sistem biotik ini biasanya terbentuk di antara daerah tropis dan subtropis. (Sumber: Wikipedia)

Tercatat, tipe sabana adalah tipe vegetasi yang paling mendominasi TN Baluran, dengan luasnya yang mencapai 40% dari total lahan, walaupun dalam sabana yang luas ini saya tidak menemukan hewan berjenis fried chicken. Karena sabananya yang luas ini, TN Baluran juga dikenal sebagai Africa van Java, atau Benua Afrika yang ada di Pulau Jawa.

Tapi pertanyaannya, Afrika, Afrika yang mana ini? Karena tidak semua negara di Afrika memiliki bentang alam berupa Sabana, seperti misalnya Mesir dan Maroko. Afrika yang seperti foto di bawah inilah pokoknya.

Taman Nasional Baluran

Taman Nasional Baluran (taken with Vivo V7+)

Mungkin banyak orang yang salah kaprah dengan menyebutkan TN Baluran berada di Banyuwangi, karena memang perjalanan termudah dan tercepat ke TN Baluran –bagi kamu yang berada di luar Jawa Timur, adalah dengan penerbangan menuju Banyuwangi, di mana dari sana kamu dapat melanjutkan perjalanan ke TN Baluran dengan menggunakan transportasi darat, seperti mobil, bus, sepeda motor, atau berjalan bila mampu.

Perjalanan saya waktu itu, ditempuh dengan menggunakan sebuah minibus, bersama para peserta open trip yang lain. Dari pusat kota Banyuwangi, perjalanan tersebut ditempuh dalam waktu sekitar satu jam sampai pintu masuk Taman Nasional, dan ditambah lagi sekitar empat puluh lima menit tanpa perpanjangan waktu untuk sampai ke spot utama TN Baluran, yaitu Savana Bekol.

Sebenarnya, jarak dari pintu masuk ke Savana Bekol cukup dekat yaitu sekitar 12 kilometer, namun kondisi jalanan yang buruk –tanah bergelombang dan bekas aspal yang sudah mengelupas sana sini, membuat minibus kami tidak mampu bergerak cepat. Disebutkan di sini, sepanjang perjalanan singkat tersebut, kami seharusnya dapat menjumpai burung merak (Pavo muticus), ayam hutan (Gallus sp.), dan berbagai jenis burung, namun pada kenyataannya saya tidak melihat apa-apa, kecuali pepohonan di kanan dan kiri jalan.

Entah karena kurang perhatian, seperti layaknya seorang Aquarius, atau mungkin karena keasyikan mengobrol dengan Kak Febrian yang juga ada dalam perjalanan tersebut.

Savana Bekol

Welcome to Savana Bekol (taken with Vivo V7+)

Kedatangan kami di Savana Bekol yang terletak tepat di bawah Gunung Baluran disambut oleh rak kayu yang memajang belasan tulang tengkorak banteng –atau kerbau liar,atau kambing. Entah karena ingin menunjukkan bahwa pengelola TN Baluran adalah penggemar death metal, atau ingin memamerkan bahwa TN Baluran memiliki berbagai jenis satwa liar, dengan banteng, atau kerbau liar yang menjadi maskotnya.

Dari situs ini, saya mendapat informasi bahwa TN Baluran memiliki koleksi 444 jenis tumbuhan yang tergolong ke dalam 87 familia, yang meliputi 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan penghasil obat dan 37 jenis merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem mangrove. Sementara untuk keragaman binatang dalam kawasan TN Baluran dapat dikelompokkan kedalam ordo mamalia (28 jenis), aves (196 jenis), pisces, dan reptilia.

Tidak, tidak ada kuda Awakarin di sini.

Mamalia besar yang khas di TN Baluran adalah banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), rusa (Cervus timorensis), kijang (Mutiacus muntjak), babi hutan (Sus scrova), macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Felis bengalensis), kucing bakau (Felis viverrina) dan ajag (Cuon alpinus). 

Kemudian untuk jenis primata adalah kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung/budeng (Trachypithecus auratus cristatus), sedangkan dari 196 jenis burung di TN Baluran, jenis yang mudah untuk dijumpai antara lain adalah merak hijau (Pavo muticus), ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam hutan hijau (Gallus varius), kangkareng (Anthracoceros convexus) dan rangkong (Bucheros rhinoceros).

Berdasarkan informasi bahwa TN Baluran memiliki banyak sekali satwa, saya mengeluarkan Vivo V7+ dari kantung dan mulai mencari satwa-satwa di sekitar TN Baluran (baca: Ingin selfie bersama satwa di Baluran, dan mohon maaf apabila artikel ini akan menampilkan banyak sekali swafoto saya). Pilihan saya saat itu jatuh kepada seekor kerbau liar yang sedang asyik berkubang, dalam lumpur, bukan dalam uang rakyat.

Klik! Seekor kerbau liar tercyduck di kamera depan berukuran 24 MP milik Vivo V7+.

Sebenarnya, banyak sekali binatang yang dapat dijumpai di TN Baluran ini, namun mencari binatang yang bisa dan mudah untuk difoto adalah persoalan lain. Berfoto dengan kera bisa berisiko kamera diambil olehnya, berfoto dengan banteng akan sangat berisiko apabila mengenakan kaus merah (walaupun ini hoax, karena banteng itu buta warna, kecuali banteng PDI-P), berfoto dengan rusa liar yang ada malah rusa-rusa tersebut kabur ketika didekati, berfoto dengan burung merak sepertinya saat itu belum jamnya karena saya tidak menemukan merak yang merakyat.

Berfoto dengan macan tutul apalagi, jangan dilakukan apabila kamu bukanlah Katy Perry, bisa-bisa kembali hanya tinggal headline Lampu Hijau “SEORANG TRAVEL BLOGGER SELFIE DENGAN MACAN TUTUL, MACANNYA KETAGIHAN, MINTA LAGI, GAK DIKASIH, EH MACANNYA NGAMUK DAN MAIN FISIK!”.

Praktis, demi alasan keselamatan, saya pun memilih hanya selfie menggunakan Vivo V7+ dengan seekor kerbau yang nampak lebih lezat apabila dia memilih berkubang di dalam kuah soto.

Vivo V7+ Baluran

Lalu, apa sajakah keunggulan Vivo V7+ yang bisa menjadi penunjang kebutuhan traveling kamu? Berikut saya pilihkan  beberapa diantaranya.

A. Kamera Depan Berukuran 24 MP

Tidak dapat dipungkiri, kamera depan adalah senjata terkuat Vivo V7+ ini. Resolusi kamera sebesar 24 MP yang dikombinasikan dengan algoritma fitur Face Beauty eksklusif dari Vivo bisa menciptakan hasil selfie sejernih kristal serta memiliki warna yang natural disetiap hasil fotonya.

V7+ terus melanjutkan tradisi Vivo dalam melakukan revolusi terhadap teknologi kamera smartphone, dengan menawarkan sebuah gaya baru untuk mencapai selfie sempurna.  Ditambah dengan mode Portrait yang memungkinkan kamu mengambil selfie dengan efek blur pada background foto sehingga foto selfie semakin artisitik.

Nah, kira-kira seperti inilah hasil selfie Vivo V7+ yang memiliki level kamera depan tertinggi di industri smartphone dengan sensor 24MP yang meningkatkan jumlah pixel yang tinggi, sehingga mampu menciptakan foto selfie yang lebih tajam dan lebih istimewa dengan background foto yang jernih setiap saat dengan kontras warna yang alami.

Lalu, efek Face Beauty 7.0 yang dimilikinya juga berperan membuat wajah saya menjadi cantik, eh, tampan.  💅💅💅

Vivo V7+ Baluran

Bareng junjunganque Kak Febrian

Vivo V7+ juga memiliki fitur Portrait Mode pada kamera depannya yang dapat menambahkan efek blur pada background foto dan meningkatkan daya tarik visual serta kontras foto tersebut agar menjadi lebih tajam. Dengan menggunakan aperture yang besar, hasil fotonya akan seperti efek kamera DSLR.

B. Kamera Belakang yang Powerful

Untuk kamera belakang, Vivo V7+ dipersenjatai dengan kamera berkualitas tinggi dengan resolusi 16MP, yang mana apabila kita mengaktifkan fitur Ultra HD-nya, maka hasil gambar yang dihasilkan bisa setara dengan 64MP, sehingga saya dimungkinkan untuk dapat mengambil foto yang lebih jernih!

Kurang lebih seperti ini hasil kamera belakang Vivo V7+ ini.

Fitur lain yang saya suka dari kamera belakangnya adalah Professional Mode, di mana saya dapat menambahkan grid dan mengatur secara manual untuk ISO, Exposure Compensation, Shutter Speed, dan White Balance –walaupun memang untuk aperture masih belum memungkinkan untuk diatur secara manual.

Selain itu, seperti yang saya katakan sebelumnya, kamera belakangnya juga dilengkapi fitur 64MP Ultra HD, yang akan mengabungkan empat foto menjadi satu sehingga mampu menciptakan foto yang sangat jernih sampai ke detil-detilnya.

C. Hi-Fi Music

Walaupun kamera yang menjadi nilai jual Vivo V7+, namun fitur favorit saya adalah Hi-Fi Music yang dibenamkan di dalamnya. Menggunakan chip audio AK4376A, teknologinya akan memberikan pengalaman bermusik ke level yang lebih tinggi dengan hadirnya alunan musik yang jernih dan kompleks.

Yang jelas, jangan sampai keasyikan mendengarkan musik membuatmu lupa dengan lingkungan sekitar, karena kerbau dan banteng masih berkeliaran di Baluran.

Lalu bagaimanakah cara menikmati musik di Vivo V7+? Gampang, cukup dengan:

  1. Buka iMusic
  2. Pasang earphone kamu
  3. Mainkan lagunya
  4. Klik tombol Hi-Fi di pojok kanan layar
  5. Nikmatilah!

D. FullView™ Display

Apabila kamu suka menonton video, maupun “video”, maka kamu juga akan dimanjakan oleh Vivo V7+ ini karena ukuran layarnya yang sangaaaaaaaat lebar, yaitu menggunakan layar 5,99-inch FullViewTM Display dengan resolusi 18:9 (di mana resolusi smartphone pada umumnya adalah 16:9) dan rasio layar ke body sebesar 84,4%.

Vivo V7+ Baluran

Dengan layar yang immersive dan bezel yang tipis –hanya selebar 2,15 milimeter, dapat dikatakan bahwa smartphone ini adalah sebuah karya seni yang sangat nyaman untuk digenggam dalam telapak tangan, seperti tangan Agnes Monica.

E. Performa dan Baterai yang Luar Biasa

Last but not least, yang membuat Vivo V7+ ini prima adalah dukungan hardware dan software terkini yang berada di dalamnya. Sebut saja processor Qualcomm octa-core and 4GB RAM yang dapat memastikan Vivo V7+ berjalan dengan lancar untuk membuka banyak aplikasi sekaligus tanpa gangguan. Kemudian, 64GB ROM yang bisa diekspansi sampai dengan 256GB, membuat saya dapat menyimpan semua foto, musik dan video yang saya suka.  Foto, musik, dan video Agnes Monica bersama Eza Yayang tentunya.

Kemudian hadirnya Sistem Operasi Funtouch OS 3.2 yang merupakan dasar dari Android 7.1, dapat memberikan pengalaman penggunaan yang lebih menyenangkan. Apalagi dengan adanya fitur power-saving dan baterai berukuran 3225mAh, saya jadi dapat menikmati keseruan lebih lama bersama Vivo V7+.

Vivo V7+

Unboxing Vivo V7+

Well, apabila kamu penasaran dan ingin tahu lebih lanjut mengenai Vivo V7+ ini, kamu dapat juga mengunjungi akun Social Media Vivo berikut ini:

Website
Facebook
Twitter
Instagram
Youtube

Perjalanan pada hari yang panas itu, berlanjut ke Pantai Bama yang memiliki lebih banyak kera daripada pengunjungnya, di mana kami bersantai sejenak menikmati deburan ombak dan hutan bakau mungilnya. Lepas makan siang, kami baru kembali lagi ke Banyuwangi, beristirahat sebentar, sebelum bangun tengah malam dan berangkat untuk memburu api biru di Kawah Ijen.