I put my clothes in the bag, it’s time for me to pack.

No, this time I wont beg, for you to come back.

Itulah sepenggal rhyme pembuka cerita di Trave(Love)ing: Hati Patah Kaki Melangkah. Manis bukan? Tapi salah besar kalau kamu merasa rhyme tersebut ditulis oleh seorang wanita tulen. Dialah Dendi –seorang pria, yang masih diragukan orientasinya– yang memutuskan untuk melakukan perjalanan melintasi tiga negara dan lima kota untuk melupakan sakit hatinya, sekaligus mencari cinta yang baru.

Kaki Patah Hati Melangkah

Secara umum, Trave(Love)ing bercerita tentang empat orang anak manusia (dua berekor depan, dan dua tak berekor. -red) yang melakukan perjalanan (traveling) karena alasan cinta (love) atau lebih tepatnya, karena … ehem … p-a-t-a-h h-a-t-i. Ada Roy yang melakukan perjalanan ke Singapura dan Malaysia (termasuk menonton pertandingan tim papan tengah Liga Inggris), Mia yang jalan-jalan ke Dubai (karena gratis), Grahita yang berlibur di Bali (yang membuatnya semakin gelap), juga Dendi yang melintasi Singapura, Malaysia, sampai ke Thailand (demi mengejar seorang supir Tuk Tuk wanita yang baru dikenalnya). Semuanya patah hati, namun tak patah semangat untuk melakukan traveling.

Lewat permainan #rhyme di Twitter, @saputraroy, @myaharyono, @gelaph, @dendiriandi bertemu dan memutuskan untuk berkolaborasi dalam sebuah karya yang bertajuk Trave(Love)ing: Hati Patah Kaki Melangkah. Buku ini menarik, karena mengemas dan menggabungkan cerita dari empat orang penulisnya dalam sebuah kesatuan novel; bukan terpisah cerpen per cerpen, hal ini tentunya akan membuat pembaca semakin penasaran untuk membalik halaman demi halaman demi menemukan kejutan apakah yang menanti di akhir buku. Karena perkenalan yang bermula dari rhyme, maka tiap permulaan bab pada buku ini juga diwarnai dari rhyme khas masing-masing penulisnya (Abaikan beberapa rhyme Roy yang agak garing dan maksa #tinjulengan). Sekadar informasi, rhyme di sini berarti pantun yang kebanyakan berima plat nomor Jogja – plat nomor Jogja (AB AB) dan mirip pantun-pantun yang digunakan pada acara lenong, cuma bedanya adalah rhyme menggunakan Bahasa Inggris.

Menurut saya, traveling adalah obat galau paling elegan dibandingkan judi, mabuk-mabukan, hingga bunuh diri. *knock on wood* Lalu bagaimana akhir kisah mereka? Simak jawabannya hanya di Trave(Love)ing.

I got this cute bookmark from the writers!

Traveling+Broken/MoveOn=Trave(Love)ing


Beli dan baca buku ini, jika:

  • Kamu suka dengan Travelers’ Tale – Belok Kanan: Barcelona!, karangan Adhitya Mulya, Alaya Setya, Iman Hidajat, dan Ninit Yunita.
  • Kamu sedang patah hati dan merasa traveling dapat menyembuhkannya.
  • Kamu nge-fans dengan para penulisnya dan ingin tahu lebih jauh petualangan yang mereka lakukan untuk mengatasi patah hati juga menemukan cinta yang baru.

Jangan beli dan baca buku ini, jika:

  • Kamu tidak punya uang.
  • Kamu tidak pernah galau dan tidak suka jalan-jalan.
  • Kamu belum membaca review ini.

[Review backpackstory: 8 backpack/10 backpack]

Yesterday I went for fishing, with my friend, and his son.

Just read Trave(Love)ing, when you are broken hearted, and you are not alone.

Membaca Trave(Love)ing saat galau, akan membuat kamu … lebih galau lagi.


“Mencari cinta, atau mengakhiri cinta. Alasan inilah yang mendasari mereka melakukan traveling. Dendi dengan perjuangannya, Grahita dengan kegalauannya, Mia dengan petuah-petuahnya, dan Roy dengan pengalaman-pengalaman lucunya. Membaca ‘Trave(Love)ing’ membuat saya penasaran akan petualangan apa yang telah menanti di halaman-halaman berikutnya.”

@arievrahman  seasonal traveler (money season for the exact)