Hari itu, saya terbangun akibat suara gaduh yang ditimbulkan para penumpang kereta di sekitar; mereka mulai membereskan tempat tidur masing-masing, dan mengembalikan seprai, bantal, dan selimut kepada seorang petugas kereta yang sedari tadi mencoba membangunkan kami semua. “Yerevan, Yerevan, Yerevan!” Serunya, sambil mengguncang-guncang kompartemen kami. Setengah sadar, saya mencoba berdiri, namun usaha saya terhenti oleh kepala yang membentur langit-langit. Sial, saya lupa kalau sedang berada di upper berth gerbong Sleeper Train yang hanya berjarak setengah meter dari atap kereta. Kereta mulai melambat ketika saya turun dari ‘lantai atas’ tersebut. Di luar, nampak matahari sudah naik ke atas, pertanda pagi sudah tiba. “Sudah hampir pukul tujuh ternyata.” Saya melirik jam tangan, “Akhirnya setelah perjalanan sebelas jam dari Tbilisi, termasuk dua jam berhenti karena pemeriksaan di perbatasan…