Read previous story on: Menjelajah Kamboja dengan Tuk Tuk (1) – Pech Vanny, Calon Pengajar Bahasa Inggris

Kuor Polan, Perjumpaan dengan Kembaran Judika

“Hello.” Pria itu menjawab telepon dengan nada sedikit kaget. Oke, tidak begitu kaget karena dia tidak menggunakan kata-kata seruan seperti “Aw!”, “OMG!”, atau “EH KON…CI!”. “Yes, this is Lan’s speaking.”

“Lan, my friend Arif will go to Phnom Penh tonight using midnight bus.” Vanny mencoba menjelaskan keadaan kami, “Maybe he will arrive at 5 A.M tomorrow morning.” keadaan kami sebenarnya biasa-biasa saja, namun kadang masih sering galau, “I heard he have appointment with you and will use your Tuk Tuk service at Phnom Penh.”

“Okay, I understand about the situation.” Lan menjawab dengan tenang, “Tell him that I will pick him up at bus station at 5 A.M tomorrow, take care and TiTi DJ ya kamoh.” Klik.

(Catatan Penulis: Percakapan di atas telah diterjemahkan dari Bahasa Kamboja, yang kira-kira begitulah artinya)

Bus milik Paramount Angkor Express Company memasuki Phnom Penh pelan-pelan (karena takut sakit lalu teriak), sekitar pukul lima pagi keesokan harinya. Bus di Kamboja pada umumnya, terdiri dari dua tingkat di mana pada tingkat bawah diisi supir, awak bus, dan barang-barang penumpang, sementara di tingkat atas diisi penumpang dan ‘barangnya’ penumpang. Pengemudi Tuk Tuk di Kamboja pada umumnya, menunggu penumpang turun dari bus, lalu langsung mengerubutinya. Mirip bagi-bagi sembako gratis dan tukang becak di Indonesia, pada umumnya.

Kuor Polan and his Tuk Tuk

Pandangan kami langsung tertuju pada sosok yang duduk cool di atas Tuk Tuknya, seorang pria gagah dengan kacamata hitam dan syal kotak-kotak terlilit di lehernya. Dengan penuh imajinasi, terjadilah percakapan di bawah ini.

“Mas, Ian Kasela ya?” Saya mencoba menyapanya.

“Bukan.” Pria itu melepas kacamata hitamnya.

“Err, pasti Giring Nidji yaaa.” Saya menjentikkan kedua telunjuk tangan dengan pose sok imut.

“Bukaaaan!” Dia lalu melepas syal kotak-kotaknya.

“Nah, kalau gini baru gue tahu. Judika ya?”

“BUKAANN!! Щ(ºДºщ)” Pria itu memegang Tuk Tuk-nya kuat-kuat.

“Iya Bang, maaf Bang. Saya tahu kok kalau Abang itu Kuor Polan.” Saya langsung meminta maaf sebelum seonggok Tuk Tuk melayang ke wajah saya.

“Nah gitu dong. Tapi FYI aja nih, sebenarnya saya ini Judika yang menyamar.”

“Tapi Bang … kok ga mirip ya? Eaaa!” Saya kabur perlahan sebelum benar-benar dilempar Tuk Tuk.

Hello, I’m back! Saya tidak jadi kabur tadi, hahaha.

*pembaca menujes-nujes layar dengan benda tumpul*

Perkenalan saya dengan Lan –panggilan sayang untuk Kuor Polan–, juga Vanny berawal dari hasil surfing (Tak perlu dijelaskan bukan? Surfing itu berarti berselancar, walaupun kata dasar Surf bisa berarti deterjen. Dalam hal ini di dunia maya. -red) ke forum Lonely Planet dan mendapatkan rekomendasi kedua nama itu. Kedua-duanya pernah dipakai (in a good way) oleh Bule dan mendapatkan review yang bagus, jadi saya rasa kalau bule saja doyan apalagi saya yang orang Indonesia walaupun tidak semua orang Indonesia suka selera Bule. If you know what I mean. Tidak seperti Vanny yang seorang part time Tuk Tuk Driver and full time lover, Lan memilih mengabdikan seluruh jiwa raganya untuk mengemudikan Tuk Tuk. I wonder if Cambodian have “Hymne Tuk Tuk” instead of “Hymne Guru“.

Me, with Judika Lan and his backing vocal Fikri.

Pagi itu, Lan langsung membawa kami ke hotel untuk ngamar bersama kami menitipkan barang-barang bawaan sebelum berkunjung ke tempat-tempat menarik di Phnom Penh. Satu hal yang menarik dari Lan adalah, dia bisa melafalkan beberapa kosakata dalam bahasa Indonesia seperti “Apa Kabar?”, “Terima Kasih”, dan kalau dilatih terus bukan tidak mungkin dia akan menguasai beberapa kata pergaulan seperti “Cungguh?”, “Miapa?”, juga “Ciyus”. Harapan saya, semoga tak ada Sahabat Dahsyat yang datang ke Kamboja dan bertemu dengannya. Amin.

Tujuan pertama kami hari itu berada sedikit di luar kota Phnom Penh, yaitu Killing Field (Choeung Ek) yang terletak 17 Km di selatan Phnom Penh dan ditempuh selama kurang lebih satu jam perjalanan dari Phnom Penh dengan menggunakan Tuk Tuk. Tuk Tuk Tuk. Killing Field ini awalnya adalah kuburan Cina yang kemudian dijadikan sebagai kuburan massal untuk korban pembantaian Pol Pot.

Seperti yang diutarakan Lan pada kami, dahulu ketika Pol Pot berkuasa; sekitar dua juta warga Kamboja menjadi korban kekejamannya. Dia berambisi untuk mewujudkan Kamboja baru, yang terbebas dari paham kekuasaan lama. Cara yang digunakannya adalah: Membunuh orang-orang pemerintahan lama (termasuk jutaan warga sipil tak bersalah lainnya)  dan menggantinya dengan orang baru yang sesuai dengan ideologinya. “My Dad is one of Pol Pot’s victim.” Ujar Lan, lirih.

Perjalanan kami hari itu dilanjutkan dengan mengunjungi Tuol Sleng Genocide Museum (Dulunya sebuah sekolah tinggi, yang kemudian dijadikan tempat penyiksaan korban-korban Pol Pot sebelum dibawa ke Killing Field), Russian Market (pasar setempat di mana kita bisa berbelanja barang-barang dengan harga murah), Royal Palace and Silver Pagoda (tempat kediaman raja), dan berkeliling Phnom Penh yang diakhiri dengan mengantar kami ke daerah Riverside untuk melihat sunset di Sungai Mekong menggunakan cruise.

Siapa sangka di sini dulu adalah tempat penyiksaan?

Sekadar informasi, sepeda motor yang digunakan untuk menarik Tuk Tuk biasanya berasal dari produsen Jepang atau Cina. Namun karena tidak ada pabrik perakitan sepeda motor di Kamboja, maka harga sepeda motor di sana cukup mahal. Untuk sepeda motor Cina (bekas), harganya bisa mencapai 5 hingga 7 juta jika dirupiahkan. Dan untuk kereta (tempat mengangkut penumpang Tuk Tuk) harganya berkisar antara 2 hingga 5 juta rupiah, tergantung model, dan fasilitas yang tersedia. If MTV goes to Cambodia, Tuk Tuk drivers should ask them “Dear MTV, will you pimp my Tuk Tuk?”

Dalam email terakhir saya dengan Lan, saya menanyakan apakah kau masih gadis atau sudah janda bagaimana cuaca di sana juga  menginformasikan bahwa ada artis Indonesia yang berwajah mirip dengannya.

“Lan, I think you have similar face with one of Indonesian artist here. His name is Judika.”

“Oh, really? How does he like?”

*sending Judika photo*

“Aww, he’s cute.” (Just joking Lan, LOL!)

“So if you know how to sing, and have well shaped body, come to Indonesia. Together we will kick Judika’s ass.” (Just joking Judika, ROTFLMAO!)

Untuk menggunakan jasa Lan ataupun ingin berbincang dengannya bisa menghubunginya lewat email: polankuor1971@yahoo.com atau via telepon di +855 12992019. Harga yang ditawarkan bersaing mulai dari USD 15 (negotiable) belum termasuk air minum, tergantung jarak yang ditempuh, banyaknya objek wisata yang dikunjungi, juga lamanya perjalanan yang dilakukan.

(the end)

[BONUS FOTO] Beberapa Transportasi Menarik di Kamboja


1.

Bawa orang? Bisa!


2.

Jualan Buah? Bisa!


3.

Mengangkut Kayu dan Orang? Bisa!


4.

Ga punya sepeda motor? Pakai traktor!


5.

Kalau capek? gelar hammock aja. Tidur!

dan …

Asik ya jadi tukang ojek di sana?

… ada yang mau daftar jadi tukang ojek di sana?