Belakangan ini, saya sedang banyak diundang sebagai narasumber mulai dari talkshow dan webinar, Instagram Live, hingga untuk artikel media baik online maupun cetak. Menariknya, saya diundang tidak lagi sebagai travel blogger, namun sebagai cofounder dari Whatravel Indonesia, sebuah perusahaan startup di Indonesia, yang bergerak dalam bidang perjalanan dengan spesialisasi menyediakan paket open trip ke seluruh dunia.

Ini adalah tahun ke-10 sejak saya mulai ketagihan jalan-jalan, tahun ke-8 sejak saya mulai menulis kisah perjalan ke dalam blog yang Alhamdulillah masih ada yang baca ini, dan tahun ke-3 sejak saya memulai bisnis perjalanan di bawah naungan Whatravel Indonesia. Selama lebih dari tiga tahun perjalanan, Whatravel yang dibesarkan hampir dari 0, telah tumbuh cukup cepat hingga akhirnya menjadi cukup dikenal di Indonesia.

Menurut para founder dan cofounder-nya.

Starting Whatravel

Founder & Cofounder of Whatravel Indonesia

Namun tahukah kamu awal mula berdirinya Whatravel Indonesia? Sama seperti Roma yang tidak dibangun dalam satu malam dan cinta yang seharusnya tidak berakhir satu malam, diperlukan bermalam-malam untuk bisa membuat Whatravel Indonesia menjadi seperti sekarang ini.

Kira-kira seperti inilah tahun demi tahun yang sudah kami lewati.

Whatravel 1.0 – The Idea (2016)

Tak akan ada Whatravel kalau tidak ada sosok pria yang bernama Mochamad Takdis atau yang lebih akrab disapa sebagai Adis atau Takdos ini. Adis ‘mendirikan’ Whatravel sebagai misi balas dendamnya akan seorang wanita yang mematahkan hatinya dan memutuskan cintanya. Ketika cinta itu masih ada, mereka sempat bermimpi untuk traveling bersama, ke berbagai destinasi eksotis yang ada di dunia. Namun ternyata mereka berpisah tak lama kemudian, EMANG ENAK?

Namun, mimpi tetap menjadi mimpi kalau tidak diwujudkan. Adis yang patah hati, memutuskan untuk tetap mewujudkan mimpi tersebut dengan mengunjungi berbagai destinasi tersebut, sambil membuat paket perjalanan berbentuk ‘open trip’ yang dijualnya melalui forum traveler yang dikelolanya. Dimulai dari penghujung 2016, sedikit demi sedikit, Adis berhasil mengunjungi beberapa destinasi yang sempat menjadi mimpi mereka bersama.

Adis jalan-jalan, mantannya di rumah saja, rebahan. Bersama pacar barunya, eh.

Adis - Starting Whatravel

Nama Whatravel, diambil dari nama blog fenomenal Adis, yang bernama Whatever Backpacker –blog perjalanan bergenre komedi yang dikelolanya sejak tahun 2011 yang juga membesarkan namanya, namun berhenti beberapa waktu lalu … karena gak ada cuannya. Atau mungkin juga karena kesibukannya berbisnis hingga saat ini. Hampir semua nama bisnis yang dikelola oleh Adis dimulai dengan WHAT … bla bla bla, mungkin karena tak ingin meninggalkan branding yang dibangunnya dari dulu, atau mungkin karena kebingungan memikirkan nama lain.

Dari situlah awal mula Whatravel berdiri, yang awalnya dikelola seorang diri oleh Adis. Sayangnya, nama Whatravel belum terlalu terdengar saat itu, entah karena beberapa alasan pribadi yang dimiliki Adis, atau mungkin karena Adis lupa bahw bisnis sebenarnya adalah tentang teamwork.

LESSON NO. 1: BUSINESS IS ABOUT TEAMWORK

Whatravel 2.0 – The Business (2017)

Saya bertemu dengan Adis secara tatap muka pertama kali adalah pada tahun 2012, di mana saat itu saya baru saja memulai menulis blog ini, sementara dia sudah menerbitkan buku perjalanan pertamanya, yang tidak tahu laku atau tidak di pasaran. Pasaran Zimbabwe. Saat itu, saya menginap di hotel milik keluarganya (baca ceritanya di sini) dalam rangkaian perjalanan saya berlibur ke Kawah Putih, dan tidak ada niatan mengakuisisi hotelnya atau apapun hal lain.

Namun pertemuan dengannya pada awal 2017 di Bandung beberapa tahun lalu, cukup berbeda, karena kami yang saat itu sudah cukup matang dan dikenal sebagai traveler dan travel blogger, tidak lagi berbincang mengenai tulisan perjalanan ataupun wanita cantik yang ditemui sepanjang perjalanan, melainkan sebuah topik yang cukup menarik untuk dibahas pria dewasa dengan growth mindset: BISNIS.

Pertemuan yang diadakan di teras rumah mertua yang dingin dengan ditambah bumbu gigitan nyamuk non Aedes Aegypti ternyata dapat berlangsung cukup hangat. Adis datang dengan ceritanya tentang Whatravel, sementara saya menyambutnya dengan ide bisnis yang memang sudah saya siapkan sejak akhir tahun 2016, perihal membuat bisnis perjalanan. Dua jam pertemuan tersebut akhirnya menghasilkan sebuah keputusan, yaitu:

“BAGAIMANA KALAU KITA BERKOLABORASI DAN MEMBUAT BISNIS PERJALANAN?”

Starting Whatravel Backpackstory

Saat itu, bisnis perjalanan berjenis Open Trip adalah yang kami pilih. Pengalaman jalan-jalan selama lebih dari lima tahun ke berbagai negara, membuat kami (merasa) mampu untuk membuat paket perjalanan berjenis open trip dengan destinasi luar negeri. Adis bependapat bahwa Whatravel ini adalah wadah yang tepat untuk mewujudkan impian orang-orang berlibur ke luar negeri. Kala itu, bentuk kerjasamanya adalah kolaborasi Whatravel milik Adis X Backpackstory milik Keanu Reeves, dengan sistem sharing profit, apabila ada.

“Kan tinggal tambah-tambahin saja, harga tiket pesawat ditambah biaya hotel dan land arrangement, lalu masukkan biaya konsumsi apabila ada, dan tambah cuan deh. Lalu bagi dua.”

OKE SIAP! Kala itu, pembagian tugasnya adalah pembuatan produk dan penjualan dilakukan berdua, sementara ada juga pembagian tugas individu berupa desain poster oleh Adis, dan pencatatan keuangan oleh saya, supaya tidak malu dengan ijazah kuliah. Keesokan harinya, kami sudah merilis sebuah trip perdana, ke Korea Selatan untuk sebulan ke depan dengan harga Rp7.490.000,-! All-in di luar makan dan visa.

Dua hari berselang, sudah ada dua orang yang mendaftar. ASIK LAKU KERAS NIH! Namun, dua hari menjelang keberangkatan, cuma bertambah dua orang lagi, YO AKU RAPOPO MAS! Bagi kami, trip perdana adalah trip yang harus dijalankan, walaupun belum cuan, walaupun mungkin nombok, karena akan berkaitan dengan perjalanan bisnis ke depannya. Namanya bisnis, selain membagi keuntungan, kita juga harus membagi risiko bersama.

LESSON NO. 2: BUSINESS IS NOT ONLY ABOUT WINNING AND LOSING, IF YOU CAN COLLABORATE, MAYBE YOU CAN WIN TOGETHER.

Starting Whatravel

Siapa nih yang mau bawa tripnya? | Adis saja deh yang bawa, Mas.

Perjalanan pertama, kami masih percaya diri dengan mem-branding “Tour Leader” kami sebagai “Charming Guide” yang ternyata pada perjalanannya, ya tidak charming charming amat tuh. Sadar diri karena tidak se-charming itu, kami pun menggandeng beberapa partner lain untuk bekerja sama dalam membuat produk open trip.

Menggandeng fanbase anime untuk membuat open trip otaku ke Jepang, menggandeng trip planner perorangan untuk membuat paket perjalanan ke Islandia, menggandeng biro perjalanan umrah untuk membuat trip ke tanah suci, hingga membeli paket open trip dari salah satu agen perjalanan besar di Indonesia, untuk kemudian dijual lagi dengan mark-up harga.

Semua kami lakukan selama dua tiga bulan, hingga pada suatu titik, kami menyadari satu hal “Mengapa kita tidak membuat paket perjalanan kita sendiri, kenapa harus mengandalkan pihak lain di luar Whatravel untuk membuat produknya?”

Pada pertengahan 2017, Nugie bergabung di Whatravel, setelah saya memberikan referensi kepada Adis akibat menemukan beberapa postingan Nugie di Twitter. Pada beberapa postingan yang saya temukan, Nugie menjual paket-paket open trip yang dibuatnya kepada kalangan terbatas, dengan desain poster yang membuat saya tertawa wkwk. “Adis, this man can make a product, but his posters are shitty.”.

Okay, recruit him! Dan itulah awal mula Nugie bergabung di Whatravel. Di kelas C (charming) Level, akhirnya Whatravel sudah mempunyai orang yang dapat membuat produk (Nugie), sudah mempunyai orang yang mampu menjual produk (Adis), dan sudah mempunyai orang yang sepertinya paham akuntansi (capa yach?). Tiga orang ini, dapat dikatakan sebagai para founder dan cofounder Whatravel di generasi awal. Setelahnya, kami sepakat untuk bergabung dalam satu bendera di bawah Whatravel Indonesia, tidak ada lagi Backpackstory di sini. Iya, aku gak papa, mas.

Tak lama berselang, masuk juga Wandy sebagai pihak yang dalam surat lamarannya mengaku dapat membantu penjualan melalui media sosial, juga Wulan sebagai staf administrasi yang membantu mengerjakan pencatatan klerikal dan tetek bengek lainnya. Saat itu, kami merasa sudah cukup dengan lima orang on board. 

Pada akhir 2017, kembali menurut para founder dan cofoundernya, Whatravel sudah cukup dikenal sebagai salah satu agen perjalanan ‘rising star’ di Indonesia, dengan sebuah proyek besar menanti di 2018. Sebuah proyek yang seharusnya dapat melipatgandakan nama Whatravel, juga sebuah proyek besar pertama (dan semoga satu-satunya) yang kemudian dinilai ‘gagal’.

Whatravel 3.0 – The (Re) Brand (2018)

Yap, seperti yang sudah saya katakan pada bagian sebelumnya, seharusnya di awal tahun ini kami bisa mendapatkan ‘nama’ yang bagus karena terlibat sebuah proyek private trip yang lumayan secara nominal peserta dan nominal pendapatan, namun nyatanya, ada beberapa keluhan yang kami terima pada semester satu 2018 tersebut. Yes, 2017 is a honeymoon time for us, where everything seems to be wonderful and nice, and this year, the wonderful time is over.

Kalau boleh dikategorikan, ada tiga keluhan terbesar dari pihak eksternal yang kami dapatkan pada saat itu, yang meliputi:

  1. Unskilled Charming Guide 😦 (iya kami sadar bahwa kami tidak charming-charming amat ternyata, dan masih ada beberapa kekurangan layanan sepanjang perjalanan)
  2. Confusing Inclusions & Exclusions in Price (ada beberapa pihak yang masih merasa bingung perihal apa saja yang termasuk dan apa yang belum termasuk dalam paket perjalanan kami)
  3. People Expect More with Lesser Budget (ternyata, ada juga pihak-pihak yang mengharapkan lebih dari harga ‘murah’ yang mereka bayarkan, sementara untuk memberikan layanan ekstra, komponen biaya dan Harga Pokok Produksi kami tidak dapat memenuhi permintaan tersebut)

Itu belum termasuk adanya kendala dari pihak internal yang kami hadapi, yang pokoknya kalau diingat-ingat akan sangat pedih bagi kami, yang meliputi:

  1. Lack of Human Resources (Ternyata, tim kami masih terlalu sedikit untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan yang masuk pada saat itu)
  2. Price Miscalculations (Kurangnya pengalaman pada bisnis perjalanan acapkali mengakibatkan adanya kesalahan perhitungan harga, termasuk ketidakteliltian memperhitungkan ‘biaya-biaya lain’ yang mungkin muncul pada tiap perjalanannya)
  3. Some Booking Issues (Ada double booking pesawat, terlambat booking hotel sehingga harganya naik, dan lain sebagainya)
Starting Whatravel

Semester pertama 2018, dapat dibilang adalah salah satu masa paling kelam pada perjalanan Whatravel, kami dinilai ‘gagal’ dalam menyelenggarakan sebuah trip penting dan melakukan ‘double booking’ tiket pesawat (yang baru ketahuan beberapa bulan kemudian) untuk open trip yang sudah berjalan. Tapi, entah karena hardwork atau luck, pada semester berikutnya kami justru mendapatkan dua buah proyek terbesar (dari sisi pendapatan yang diperoleh dari jumlah peserta perjalanan) yang dapat memulihkan keadaan kami.

Ray Kroc, salah satu tokoh ‘pendiri’ McDonald’s pernagh mengatakan “Luck is a dividend of sweat. The more you sweat, the luckier you get.” atau yang secara tidak langsung mengatakan bahwa keberuntungan akan datang setelah kerja keras yang dilakukan, dan ini terbukti di Whatravel pada saat itu.

LESSON NO. 3: NEVER GIVE UP IN BUSINESS, LEARN FROM MISTAKES (AND COMPLAINTS)

Walaupun kami mendapat dua proyek terbesar, dari luxury family private trip dan client entertainment trip, namun mimpi buruk yang kami dapat di awal tahun masih terus menghantui layaknya bayang-bayang mantan terenak, hingga akhirnya kami tiba pada satu titik di mana sebuah pertanyaan muncul:

“APAKAH INI SAATNYA KITA REBRANDING?”

Rebranding Whatravel

Pada pertengahan tahun 2018, kami sepakat untuk melakukan rebranding dengan beberapa alasan, yaitu kami perlu penyegaran atas logo dan konsep bisnis yang sudah kami lalui bersama dua tahun belakangan, lalu ada juga masalah logo lama yang dinilai terlalu mirip dengan logo Lonely Planet, padahal itu mah hanya karena Adis kurang kreatif saja pada saat itu, juga karena ingin ‘lari’ dari mimpi buruk yang kami dapat pada awal tahun ini. Semoga logo dan hal-hal baru ini dapat membawa kami ke perubahan yang lebih berarti.

Logo baru Whatravel, kami dapatkan dengan cara sayembara, di mana sebuah logo berbentuk huruf W dengan tiga buah warna yang melambangkan matahari, laut, serta gunung keluar sebagai pemenang saat itu. Sebuah logo simpel yang dipakai hingga saat ini dan dipercaya membawa keberuntungan, bagi yang percaya.

Selain logo, kami juga melakukan pembaruan pola komunikasi di media sosial. Apabila sebelumnya kami hanya menjual paket open trip dan lain-lain yang bisa kami jual (selain keperawanan para founder dan cofoundernya, tentu saja), maka berikutnya kami juga memasukkan unsur edukasi dan hiburan pada konten-konten media sosial yang kami miliki.

Pada aspek hukum, kami juga melakukan perubahan, di mana sebelumnya kami menggunakan bentuk CV milik Adis sebagai payung hukum, maka pada tahun ini kami membentuk PT Senang Liburan Bersama sebagai payung hukum yang memayungi Whatravel Indonesia. Jadi jelas, ini bukan bisnis abal-abal yang tidak dapat kamu temukan keabsahannya.

Yang paling penting lagi adalah, kami menetapkan sebuah jargon baru yaitu “Your Friendly Travel Partner” dengan menetapkan F-R-I-E-N-D-L-Y sebagai akronim atas Unique Selling Points (USP) yang kami miliki, sebagaimana tersebut di bawah ini. Dalam bisnis, USP inilah yang akan membedakanmu dengan kompetitor lain, dan yang akan menarik konsumen untuk kemudian memilih produkmu.

Whatravel Friendly Jargon

Oke, mungkin kamu bertanya, itu kan cuma rebranding, namun apakah usaha riil yang dilakukan oleh Whatravel sehubungan dengan isu yang dialami pada tahun 2018? Well, kami melakukan banyak hal di mana beberapa yang dapat saya ceritakan di sini adalah:

  1. Merekrut orang-orang baru yang lebih berpengalaman di bidang bisnis perjalanan, yap, kami juga membajak orang-orang underpaid dari travel agent besar.
  2. Membuat standardisasi pelayanan dan merapikan Standard Operation Procedure (SOP) yang berlaku bagi para konsumen. Sehingga apabila ada konsumen yang puas, kami bisa jawab “Sudah SOP-nya koh, eh kak.”
  3. Melakukan branding atas trip buddy, alias profesi baru untuk menggantikan istilah charming guide yang sudah usang. Positioning trip buddy bukan seperti tour leader di agen perjalanan lain, karena kami menempatkan mereka ‘setara’ dengan peserta, sebagai teman, bukan sebagai pimpinan yang harus selalu dituruti. Selengkapnya tentang trip buddy, dapat kamu baca pada artikel ini (apabila berminat bisa juga mendaftar ke kami).
  4. Mengubah market konsumen, dari yang sebelumnya Whatravel dikenal sebagai agen perjalanan berbiaya murah dengan market segmentation menengah, kini kami melakukan shifting ke market segmentation menengah ke atas. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya ekstra permintaan dari konsumen, dan memasukkan biaya-biaya ‘servis’ lain, demi kenyamanan konsumen. Akibatnya harga memang akan naik, sedikit, tapi kan kami bisa dicicil 0% tanpa perlu kartu kredit dan tanpa perlu riba, jadi masih reasonable rasanya.

LESSON NO. 4: DO NOT EVER COMPETE IN PRICE, BUT SERVICE.

Semester kedua 2018, perlahan tapi party, Whatravel berhasil lepas dari bayang-bayang mimpi buruk yang menerpa di awal tahun. Pada tahun ini pula, kami belajar hal penting perihal bisnis, tentang kami yang hampir kehilangan nama karena pelayanan yang kurang, juga tentang pelajaran berarti ketika kehilangan sejumlah besar uang akibat kurangnya supervisi dan Sumber Daya Manusia dalam tim kami.

Whatravel 4.0 – The Investment (2019)

Tahun yang kami pikir akan menjadi tahun terberat baru saja berakhir, dan di 2019, Whatravel telah siap dengan lembaran baru, dengan semangat baru, dan dengan SOP (Standard Operating Procedure) yang telah dirapikan sebelumnya. Dapat kami katakan bahwa Whatravel yang kamu temui saat ini adalah Whatravel yang cikal bakalnya diimulai dari tahun 2018, setelah mendapatkan kritikan dan masukan dari beberapa pihak. Terima kasih aa teteh semuanya, juga terima kasih mama dedeh.

Lantas, bagaimana performa kami selama dua tahun beroperasi?

Tribhuvan International Airport

Ternyata lumayan hasilnya, selama dua tahun beroperasi, kami telah memberangkatkan lebih dari 500 peserta yang tergabung dalam lebih dari 50 paket perjalanan, baik open maupun private trip. Omzetnya lebih lumayan lagi, karena sudah menembus angka milyaran, sebuah hal yang tidak kami duga sebelumnya, bahwa sebuah bisnis bukan MLM dan Money Game yang bermodalkan 0 Rupiah bisa mendapatkan omzet hingga milyaran Rupiah dalam dua tahun.

Sebuah statistik yang kemudian kami sampaikan ketika ada orang baik yang tertarik untuk melakukan investasi ke Whatravel di awal 2019. Alhamdulillah, proses investasi ini berjalan lancar, tanpa pertumpahan darah, dan diiringi dengan gelak tawa serta tambahan beberapa botol minuman. Coca Cola.

Pada semester pertama 2019, Whatravel resmi mendapatkan suntikan dana dari investor serta peminjaman ruangan kantor di daerah Jakarta Selatan, not bad bukan untuk bisnis modal 0 Rupiah? Yang membuat ini menarik adalah, investor Whatravel ini adalah salah satu alumni trip Whatravel, yang tertarik dengan bisnisnya, setelah mencoba produknya.

“Aku sih percaya, Whatravel bisa jadi salah satu game changer di bisnis ini.” Ya, semoga saja demikian.

LESSON NO. 5: BUSINESS IS BUILT FROM TRUST

Kantor Whatravel Jakarta

Kantor Whatravel di Jakarta

Pertanyaan berikutnya muncul, sekarang kan kami sudah memiliki dana dari investor, lalu apa yang akan dilakukan dengan dana itu? Perlukah kita bergaya hidup mewah seperti pemilik First Travel? Atau haruskah kita mendonasikan semuanya ke anak yatim seperti saya dan Adis?

Oh, tentu saja tidak, Ferguson. Ketika kita berbicara bisnis, itu adalah tentang long time commitment. Tidak seperti dagang yang lebih berpikir tentang apa yang kita dapat hari ini adalah untuk hidup hari ini, napas dalam bisnis lebih panjang, tentang apa yang kita dapat hari ini adalah untuk menunjang kehidupan bertahun-tahun setelahnya, maka inilah beberapa hal yang kita lakukan setelah mendapatkan dana investasi.

  1. Membuka toko offline. Well, yeah, memang sekarang semua sudah serba online, namun tahukah kamu kalau sebenarnya toko offline masih dibutuhkan untuk bisnis perjalanan? Tidak, tidak harus punya di setiap mal bergengsi yang ada di Jakarta, namun 1-2 kantor cabang sudah cukup, dan Whatravel saat ini sudah memiliki dua buah kantor cabang di Jakarta dan Bandung. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan trust dari konsumen –kebanyakan adalah konsumen Gen X yang kadang bertanya, “Kantornya di mana? Boleh gak main ke kantor? Bisa gak bayar pakai cash di sana?”. Hal yang masuk akal, untuk tindakan preventif, terlebih ada beberapa kasus kurang mengenakkan yang terjadi pada bisnis perjalanan di beberapa tahun belakangan.
  2. Perbaikan tim dan melakukan branding secara lebih gencar.  Per tahun lalu, Whatravel mulai merekrut personel yang seharusnya sudah direkrut dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu personel untuk divisi Sales. Ya, proyeksi kami adalah untuk dapat merambah ke korporasi dan pemerintahan, untuk menjadi rekanan untuk kebutuhan perjalanan mereka. Because the money is there. Proyeksinya, bisnis open trip adalah untuk mencukupi biaya operasional kantor, sementara company and government trip adalah untuk cuan, cuan, cuan.Tim Whatravel Indonesia
  3. Pengembangan produk dan inovasi lain. Ketika jumlah tim bertambah dan dana segar tersedia, maka bisnis seharusnya bisa bergerak lebih cepat lagi. Mulai dari open trip dan private trip, kini Whatravel juga melayani pembuatan visa, pengurusan asuransi perjalanan, hingga persewaan modem untuk kebutuhan traveling di luar negeri. Belum lagi adanya ide-ide lan untuk mengembangkan bisnis ini lebih besar di tahun-tahun selanjutnya, seperti rencana untuk membuka Whatravel Partner yang memungkinkan semua orang dapat menjadi rekanan Whatravel dan menjual paket perjalanan miliknya sendiri, atau merintis marketplace khusus untuk perjalanan.

Investor kami berkata bahwa dana-dana yang masuk saat ini memang sebaiknya digunakan untuk perbaikan internal dahulu, sebelum merambah ke peningkatan layanan untuk pihak-pihak eksternal. Mensana in Corpore Sano, dalam tim yang sehat, terdapat produk-produk yang juga akan lebih sehat lagi. Akhir tahun 2019, kami mengadakan rapat kerja bersama di Whatravel untuk menyambut datangnya tahun 2020.

Saat itu, kami menutup tahun dengan sebuah optimisme, bahwa tahun 2020 akan bisa lebih baik lagi, sehingga kami dapat menyenangkan para investor dan semua stakeholders yang ada di Whatravel. Saat itu, kami masih haha hihi bersama, tanpa mengetahui apa yang akan terjadi di 2020.

Whatravel Now – The Shitty Pandemic (2020)

Kami memasuki 2020 dengan semangat baru, semangat kebersamaan menyambut awal tahun yang juga turut diwarnai dengan banyaknya bookingan trip yang masuk, juga akan adanya sebuah proyek besar untuk media trip yang akan berlangsung kemudian. Proyeksi-proyeksi yang muncul di atas kertas, membuat kami sumringah dan tersenyum lebar kala itu.

Lalu corona menyerang Konoha. Anjing banget rasanya!

Trip Buddy Whatravel

Dari puluhan atau mungkin ratusan trip yang diproyeksikan akan diselenggarakan tahun ini, kami hanya dapat memberangkatkan kurang dari lima open trip pada tiga bulan pertama 2020. Selebihnya, reschedule dan cancel. Semua karena pandemi corona yang melanda dunia, dan kami tidak mau mengambil risiko lebih besar dengan memberangkatkan perjalanan tanpa jaminan keselamatan dan kesehatan yang jelas.

Tahun 2018 yang kami kira adalah tahun terburuk ternyata tidaklah seburuk 2020, 2018 was worse, but this is the worst year for this industry. Kalau di 2018 kami masih bisa berusaha memperbaiki layanan sambil tetap menyelenggarakan perjalanan, di 2020 kami tidak dapat menyelenggarakan perjalanan barang satupun.

Bayangkan, bisnis perjalanan, tapi tidak bisa menjual perjalanan. Ini adalah tahun di mana perjalanan adalah sebuah komoditas yang haram untuk dijual, lantas apa yang harus kami lakukan?

Raker Whatravel

Bersama tim kecil Whatravel yang masih mau untuk berjuang bersama (dengan beberapa penyesuaian) saat ini, saya merumuskan adanya empat fase yang dapat dilakukan saat in, setidaknya untuk survive terlebih dahulu. Berbeda dengan bisnis lain yang merupakan bisnis kebutuhan primer seperti makanan dan hal-hal lainnya, bisnis perjalanan adalah bisnis tersier yang mungkin belum dibutuhkan banyak orang, susah memang, namun tidak mustahil untuk diselamatkan.

FASE PERTAMA – REALISING AND PIVOTING

Di awal pandemi, kami sempat optimis bahwa pandemi ini akan segera berakhir setidaknya di semester dua 2020, dan juga masih percaya bahwa corona tidak akan menyebar lebih luas di Indonesia seperti apa yang dikatakan oleh Bapak Menteri Kesehatan Yang Terhormat saat itu. Namun berbulan-bulan yang kami lalui kemudian, membuat rasa optimis ini berubah menjadi pikiran realistis.

Kami harus logis, bahwa inilah situasi terburuk yang sedang dihadapi, dan kami harus merumuskan apa saja yang dapat kami lakukan. Saat itu, kami bersama merumuskan, setidaknya ada 10 hal yang dapat kita lakukan saat ini, tapi lahaciyaakkk!

FASE KEDUA – GO ONLINE

Bisnis pada dasarnya adalah tentang menjawab atau memenuhi kegelisahan atau kebutuhan konsumen. Ketika pandemi seperti ini, para konsumen lebih banyak di rumah saja, walaupun raga ingin ke luar rumah, namun keadaan tidak mengizinkan. Perilaku konsumen juga banyak berubah, dari yang sebelumnya banyak melakukan kegiatan di luar rumah, kini apa-apa semua dikerjakan di rumah secara online, daring, darling.

Lantas apa yang bisa kami lakukan?

Kabar Dunia Whatravel

Kabar Dunia Whatravel

Pada fase ini, kami menggalakkan event online, seperti misalnya #KabarDunia di Whatravel yang menghadirkan para narasumber dari berbagai negara dari lima belahan benua. Saat itu yang saya pikirkan (ditulis dalam bahasa Inggris supaya terdengar keren) adalah “If we can not take you to travel around the world now, what if we bring the world closer to you?“, bermula dari Instagram Live, kini #KabarDunia berpindah ke aplikasi Zoom supaya dapat dimonetisasi dan dapat dijadikan ajang apresiasi para narasumbernya.

Satu hal lagi yang saya pikirkan adalah, jangan sampai karena tidak ada perjalanan yang berlangsung, Whatravel bisa kehilangan ‘namanya’, oleh karena itu konten-konten digital dan event-event online juga makin digalakkan oleh Whatravel di media sosial, supaya para konsumen tidak lupa dengan Whatravel, Your Friendly Travel Partner.

Selain #KabarDunia dan beberapa webinar, Whatravel juga rutin menyelenggarakan event-event virtual bertemakan spiritual dan supranatural bersama Billy Christian, salah satu Youtuber di Indonesia yang memiliki fanbase penikmat mistis. Sempat dicerca di awal kemunculannya, namun event Indigo Talk Festival yang diselenggarakan bulan Oktober 2020 ini mampu mendulang sukses, dengan meraih 1000 peserta per tanggal 15 Oktober 2020. Tinggal dikali saja Rp50.000,- per orangnya, bisa kan buat gajian? Xixixi.

LESSON NO. 6: BUSINESS IS ABOUT TRIAL AND ERROR, YOU WILL NEVER KNOW WHAT YOU GET, UNTIL YOU TRY.

FASE KETIGA – GO LOCAL

Ketika orang-orang banyak yang beraktivitas di rumah saja, kami mengadakan event online untuk menemani mereka, kemudian pada perkembangannya, orang-orang mulai berani beraktivitas ke luar rumah. Untuk apa? Yak betul, untuk berolahraga, kebanyakan. Selain ada juga yang keluar rumah untuk berghibah.

Adaptasi dan inovasi, adalah dua hal yang dapat dijadikan kunci untuk survive selama pandemi berlangsung, dan ketika melihat tren olahraga ini, kami di Whatravel pun bergerak cepat untuk mengadakan inovasi, yaitu dengan membuka sebuah paket baru bernama Trekking Trip Whatravel, yang pada perkembangannya akan menjadi Whatravel Trekking Club supaya dapat mengakomodir lebih banyak pihak. Trekking dipilih karena menjadi tren saat ini yang berupa Sport Tourism, aktivitas yang menggabungkan olahraga dan wisata, sebuah aktivitas yang akan membuat jiwa dan raga sehat sekaligus.

Selain adaptasi dan inovasi, hal lain yang dapat dijadikan kunci survive saat ini adalah kolaborasi. Sama halnya yang dilakukan Whatravel dengan menggandeng pihak rekanan yang lebih pengalaman dalam mengadakan trekking trip di seputaran Sentul. Kompetisi dalam bisnis akan menghadirkan pihak yang menang dan yang kalah, sementara kolaborasi memungkinkan kita untuk menang bersama.

Pertanyaan yang masuk kemudian adalah, mengapa Sentul? Lalu apa yang membuat Trekking Trip Whatravel menjadi menarik?

Jadi begini kisanak, Sentul dipilih iarena inilah destinasi terbaik yang masih feasible untuk ditempuh dari Jakarta (homebase kami dan juga 70% konsumen Whatravel). Dengan waktu tempuh yang hanya satu jam, kamu sudah bisa menikmati berbagai keindahan alam di Sentul, mulai dari hutan pinus, persawahan hijau, sungai-sungai jernih, hingga air terjun yang menawan, semuanya (ternyata) ada di Sentul.

Selain karena harganya yang dimulai dari seratus ribuan, dan adanya pilihan level di Trekking Trip Whatravel yang dapat mengakomodir kebutuhan dan keinginan kamu (Level A untuk Kelas Pemula, Level B untuk Kelas Menengah, Level C untuk Kelas Menantang, dan Level X untuk Kelas Ultimate), saat ini, Whatravel hanya membuka trekking trip yang dikhususkan untuk private group. Mengapa private? Karena kami sadar bahwa belum bisa membuka open trip yang tidak membatasi adanya jumlah peserta di masa pandemi ini, di mana private dikhususkan untuk circle kecil seperti keluarga dan sahabat dekat yang tahu sama tahu perihal histori kesehatan masing-masing. Oh iya, jumlah peserta Trekking Trip @whatravel saat ini dibatasi maksimal hanya 6 orang sambil tetap menerapkan anjuran social distancing.

Hingga artikel ini ditulis, Trekking Trip yang sudah mulai dijual kepada khalayak secara soft selling sejak pertengahan September 2020 ini telah diikuti oleh hampir 200 orang, jumlah fantastis, yang mungkin kami tidak sangka sebelumnya. Dari yang sebelumnya kami dapat mengumpulkan milyaran dalam setahun, kini kami harus mengumpulkan recehan dahulu, demi bisa survive.

Tidak mengapa, tidak boleh malu, karena ini rezeki halal dan haha haha.

FASE KEEMPAT – GO FURTHER

Fase terakhir yang akan kami lakukan adalah Go Further, atau melangkah lebih jauh lagi, seperti yang sudah kami lakukan pada tahun-tahun sebelum pandemi. Pada fase sebelumnya, kami mengadakan event-event online untuk membangkitkan gairah konsumen yang sedang di rumah saja dan tidak bisa ke mana-mana namun ingin jalan-jalan. Berikutnya, kami membuka private trip ke destinasi lokal, untuk kamu yang sudah nyaman jalan-jalan supaya mulai terbiasa dengan aktivitas di luar rumah. Baru setelah waktunya tepat, setelah pandemi berakhir, di mana keinginanmu sudah membuncah hingga ke ubun-ubun namun belum bisa crot serta tubuh sudah mulai siap untuk bergerak, maka …

AYO KITA JALAN-JALAN LEBIH JAUH LAGI!

Trip Buddy Whatravel

Pandemi ini telah membuat kedudukan para pelaku bisnis ini sama di mata Allah dan di mata laporan keuangan masing-masing, di mana hampir semuanya kritis dan berdarah-darah. Saya bisa bilang, mungkin hanya merekalah yang bisa beradaptasi dan berinovasi dengan baik yang akan bertahan di tengah badai pandemi ini.

Semoga saja ketika pandemi ini berakhir, Whatravel bisa beberapa langkah lebih maju dari yang lain. Semoga saja dengan adanya tambahan produk hasil adaptasi di atas, kami dapat makin kuat lagi di tengah-tengah badai lain yang mungkin menerpa. Bukan, bukan Badai eks Kerispatih.

Mari kita survive dulu, sebelum cuan kemudian; mari kita sehat dulu, baru jalan-jalan kemudian. Semoga shitty pandemic ini segera berakhir.