Pertanyaan menyebalkan yang kerap saya dapat dari netizen adalah “Kamu jalan-jalan terus, duitnya dari mana?” atau “Kerjanya di mana sih? Kok enak, jalan-jalan melulu.”. Inti dari kedua pertanyaan tersebut sama, netizen penasaran tentang dari mana saya mendapatkan penghasilan untuk membiayai kegiatan traveling saya. Padahal, menurut saya, perihal penghasilan ini adalah sebuah hal yang sifatnya personal dan tabu, kok bisa-bisanya ditanyakan juga?

Jouska sempat mengatakan bahwa zaman sekarang, perihal penghasilan adalah sebuah hal yang tabu untuk dibahas, bahkan lebih tabu daripada seks. But hey, am not gonna talking about sex either.

Entah apakah hal ini lazim ditanyakan di luar Indonesia, atau memang hanya terjadi di Indonesia ketika di mana pertanyaan kepo yang sifatnya personal ini dianggap adalah pertanyaan basa-basi yang bisa berguna untuk mencairkan suasana. “Sudah menikah?” “Anaknya berapa?” “Umurnya berapa?” “Kenapa badannya gemuk?” “Kok lehernya ada merah-merahnya?” mungkin terdengar pertanyaan sepele, namun bagi yang menerima –apalagi menerimanya berulang-ulang, bisa saja itu menjadi hal yang sangat menyebalkan. Sama seperti mantan kamu, atau orang-orang yang minta folbek di Instagram pada tahun 2018.

Mungkin karena saya travel blogger yang terlihat jalan-jalan terus, maka pertanyaan paling sering saya dapatkan, tentu saja adalah “Duit dari mana?”. Berbeda misalnya apabila saya adalah bandar narkoba atau anggota ISIS, mungkin akan lain pertanyaan yang saya dapatkan.

Baca: Hal-hal yang Sering Ditanyakan ke Travel Blogger (bagian pertama)
Baca: Hal-hal yang Sering Ditanyakan ke Travel Blogger (bagian kedua)
Safari in Kenya

Safari in Kenya

Well, I was not born with silver spoon in my mouth. Keluarga saya bukanlah keluarga kaya yang mempunyai pesawat jet pribadi ataupun membeli jam tangan Vacheron Constantin setiap bulannya. Saya lahir dari pasangan orang tua PNS yang sama-sama menginginkan anaknya untuk menjadi PNS, alih-alih menjadi seorang traveler seperti sekarang. Dapat dibilang, kehidupan keluarga kami saat itu, cukup. Tidak kaya, namun tidak juga susah. Cukup, seperti PNS pada umumnya.

Cerita tentang Papa
Cerita tentang Mama

Lalu, kalau bukan lahir dari keluarga kaya dan tidak bepergian dengan menggunakan uang rakyat, dari manakah saya mendapatkan duit untuk jalan-jalan? Sekadar catatan, dari semua perjalanan yang saya lakukan, sekitar 80% saya lakukan dengan menggunakan uang pribadi, bukan karena disponsori oleh brand dan sugar auntie.

Pekerja Kantoran

Tahun ini, saya sudah bekerja kantoran selama sebelas tahun, yes you read it right, fucking eleven years! Selama sebelas tahun bekerja, jabatan di kantor pun ikut naik seiring dengan penghasilan yang didapat. Jumlahnya lumayan, cukup kalau untuk hidup di Jakarta, tanpa cicilan, tanpa istri, dan tanpa gaya hidup mewah.

Tapi kan saya ingin jalan-jalan, apakah cukup duitnya?

Baca: Pengalaman Pertama ke Luar Negeri
GBK Tour

Jawabannya, tentu tidak cukup, apalagi sejak ada cicilan apartemen dan cicilan mobil, maka mau tak mau, saya harus berpikir untuk tetap dapat hidup dengan layak. Jujur, saya bukan termasuk orang yang bisa mengurangi pengeluaran, dan alih-alih mengurangi pengeluaran, saya lebih memilih untuk mencarai keran penghasilan lain. Yang halal tentunya, bukan dengan ngepet.

Bagaimanakah caranya? Saya melakukan berbagai pekerjaan di bawah ini.

Penasaran, bagaimana mengatur waktu jalan-jalan dan cuti?

Social Media Influencer

Jujur, ini adalah salah satu keran terbesar penghasilan saya. Menjadi Social Media Influencer, sebuah jenis pekerjaan yang (baru muncul sekitar tahun 2010, dan) tercipta karena internet, dan belum masuk ke daftar jawaban ketika saya ditanya oleh guru SD “Mau jadi apa kamu nanti?”. Sebuah pertanyaan yang akan dijawab oleh adik sepupu saya yang baru masuk SMP dengan “Mau jadi YouTuber, Bu!”

Pekerjaan ini sepertinya cukup mudah untuk dilakukan, cuma dengan melakukan posting di kanal media sosial yang saya punya –Twitter, Instagram, blog, maka saya bisa mendapatkan duit, simpel bukan? Bukan. Karena untuk mencapai titik ini, saya melakukan perjalanan yang tidak mudah, dan lebih berat daripada melintasi Mordor atau membunuh White Walker.

Blogging while Traveling

Saya memulai perjalanan di media sosial sejak 2009 ketika membuat akun Twitter akibat kejenuhan yang dihadapi di kantor. Saat itu, Twitter belum diblokir di kantor, dan Vimeo juga belum diblokir oleh Kominfo. Dari Twitter, saya berlanjut ke Tumblr untuk berlatih menulis, sebelum beralih ke Backpackstory pada 2012 ketika sudah mulai sering jalan-jalan. Barulah tiga tahun belakangan saya belajar bermain Instagram sebagai penunjang kegiatan traveling saya. Biar kelihatan banyak duit, padahal mah Insya Allah ada.

Baca: Awal Mula Backpackstory

Yang perlu diingat, Roma tidak dibangun dalam satu malam, begitupun Candi Prambanan dan Meikarta. Kesuksesan juga tidak dapat diperoleh dengan instan kecuali kamu adalah Hamish Daud atau Pevita Pearce yang cukup bernapas saja sudah bisa dapat duit. Apalagi kalau kamu adalah …

Penulis Buku

Sebelum memulai blog ini, saya berlatih menulis di Tumblr, yang beberapa waktu sempat diblokir oleh Kominfo. Saat itu sekitar tahun 2010, di mana saya mengalami banyak sekali kisah percintaan yang akhirnya menjadi inspirasi saya menulis cerita pendek.

Bukan, bukan kisah percintaan akibat gagal mendapatkan wanita cantik di Casanova Style, melainkan cerita patah hati beberapa kali dengan berbagai macam dramanya. Sekadar informasi, konon para wanita Rusia sangat tertarik untuk mendapatkan jodoh dari luar negaranya karena populasi pria di negaranya sangat sedikit dan tidak banyak yang sesuai kriterianya, karena katanya, pria-pria di Rusia itu pasif dan dingin. Katanya loh ya.

Lanjut lagi, karena tertarik dengan tulisan saya, beberapa teman mengajak bergabung guna membuat buku kompilasi cerita pendek, untuk kemudian diterbitkan dan dijual di Gramedia. Saya pun menyanggupinya, dan hingga saat ini saya sudah menerbitkan beberapa judul buku (secara bersama-sama) seperti di bawah ini. Konon, buku-buku ini sudah sold out apabila kamu cari di Kinokuniya Singapura.

Books by Ariev Rahman

Lalu, apakah penghasilan dari menulis buku itu besar? Tidak sama sekali, karena penghasilan yang diperoleh seorang penulis buku pemula hanya berkisar 10% dari harga buku, di mana penghasilan tersebut masih harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas dividen sebesar 1,5% dan dibagi-bagi lagi ke tiap-tiap penulis apabila buku tersebut ditulis secara keroyokan.

Menjadi penulis buku dan berharap mendapat hidup layak dari hasil menulisnya merupakan pekerjaan yang berat dilakukan di Indonesia, di mana para penulis buku yang berhasil kaya dari menulis sangat sedikit jumlahnya, apabila dibandingkan dengan kemiskinan di wilayah timur Indonesia.

Salah satu misi pribadi saya yang belum tercapai hingga saat ini adalah menulis buku perjalanan secara solo, bukan sekadar menulis kompilasi bersama teman-teman. Namun, komitmen untuk melakukan hal ini sangat berat dilaksanakan, terlebih dengan kesibukan saya saat ini, di mana saya juga belajar menjadi …

Perencana dan Pemandu Perjalanan 

Berbekal pengalaman, saya mulai belajar bagaimana memanfaatkan hal-hal yang saya dapat ketika traveling untuk kemudian diolah menjadi duit. Di antaranya dengan menjadi perencana perjalanan termasuk menjadi pemandu perjalanan. Merencanakan perjalanan termasuk hal yang susah-susah gampang, karena saya dituntut untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan destinasi yang dituju, merencanakan budget liburannya, dengan melakukan riset secara berkala supaya mendapatkan informasi yang selalu aktual.

Berikutnya adalah menjadi pemandu perjalanan, pekerjaan yang mengharuskan ego saya untuk selalu mengalah demi kepuasan konsumen. Dalam bidang ini, memberikan pelayanan terbaik demi kepuasan konsumen adalah wajib hukumnya. Beberapa trip yang pernah saya bawa hingga saat ini adalah Coldplay Paris, Photowalk Jogja, juga private trip ke Spanyol. Alhamdulillah, para peserta mengaku puas dengan all-in service saya. Semoga mereka melakukan RO lagi.

Coldplay Paris

Pada awal tahun 2017, saya pernah berencana untuk menjadikan kemampuan merencanakan perjalanan ini bukanlah hanya keisengan semata, melainkan menjadi sebuah …

Bisnis

Ya, saat ini saya menjalankan sebuah start-up business yang masih berkaitan dengan dunia perjalanan, bernama Whatravel Indonesia. Dimulai dari obrolan iseng di teras rumah antara saya dengan Adis Takdos pada Februari 2017, kini Whatravel Indonesia yang menyediakan paket perjalanan open trip ke seluruh dunia telah memberangkatkan lebih dari 300 orang ke lebih dari 20 negara.

Memang, kami –yang notabene adalah anak baru dalam dunia open trip– belum sempurna dan masih mempunyai kekurangan dalam beberapa hal, namun Whatravel Indonesia –yang sekarang juga digawangi oleh Nugraha Sang Surya dan Wandy Ghani akan terus belajar dan berusaha meningkatkan pelayanan kami, sehingga nantinya kepuasan pelanggan yang ultimate dapat tercapai.

Safari Tanzania

Selain Whatravel Indonesia, saya juga bergabung dalam tim Dapur Gladies Jakarta, online shop yang menyediakan brownies paling enak di seluruh dunia untuk dikirim ke seputar wilayah Jakarta. Tidak percaya? Coba cek Instagram kita, lalu pesan, sis! Malas bayar ongkir? Kan bisa dipesan lewat Shopee, sis!

Saat ini, kedua bisnis ini masih berkembang, dan mempunyai potensi untuk menjadi besar apabila dikelola dengan baik, sehingga dapat menghasilkan pendapatan di kemudian hari. Selain kedua bisnis tersebut, saya juga mempunyai wacana untuk menggeluti bisnis digital agency dan membuka bisnis travel untuk umrah.

Semoga saja, saya masih punya banyak waktu dan tenaga untuk melakukannya.

Public Speaker

Seiring dengan perjalanan karier saya di bidang media sosial, undangan untuk menjadi pembicara dalam event-event tertentu juga mulai masuk ke inbox saya. Mulai dari universitas, komunitas, televisi, radio, BUMN, hingga beberapa brand pernah menggunakan jasa saya sebagai pembicara. Bahkan, dalam lima minggu terakhir ini, saya telah enam kali mengisi acara di beberapa event.

Topik yang diminta, tentu tidak jauh-jauh dari dunia media sosial, dunia penulisan, dan pengalaman jalan-jalan –walaupun ada yang meminta saya untuk sharing seputar bisnis juga. Hampir semua undangan yang masuk saya terima, asalkan waktunya tepat, semuanya demi pengalaman (berbicara di depan umum) juga pendapatan (apabila ada).

Public Speaker
Daftar pengalaman menjadi public speaker (last update Agustus 2017)

Pada dasarnya, saya adalah orang yang introvert, di mana saya lebih suka duduk di pojok kelas dan mengerjakan sesuatu yang kreatif, daripada duduk di barisan paling depan dan harus aktif. Saya paling takut apabila diminta untuk berbicara di depan umum, dulu. Namun saya kini tumbuh menjadi seorang “Yes Man” yang mempunyai pedoman “Never say Never” terhadap peluang (usaha) dan kesempatan (memperoleh kanal penghasilan baru) yang masuk, di mana salah satunya adalah dengan menjadi pembicara.

Perlahan, saya mengumpulkan keberanian saya untuk berbicara di depan umum, walaupun terkadang masih grogi yang biasanya ditandai dengan gemetar, berkeringat banyak, tempo suara menjadi lebih cepat, dan banyak menyebut nama Allah dalam hati. But at least, I try, I force myself to step out from my comfort zone as an introvert to be a public speaker. 

Kalau saya bisa, mengapa kamu tidak?

Pekerjaan Profesional Lainnya

Selain menjadi penulis dan pembicara, ada beberapa pihak yang meminta saya untuk melakukan pekerjaan profesional lain, seperti misalnya menjadi juri untuk kompetisi, juga menjadi konsultan baik konsultan pariwisata dan konsultan di dunia media sosial. Semua peluang yang masuk saya jajaki dan saya coba untuk melakukannya. Balik lagi, sepanjang masih ada waktu dan tenaga

Juri Lomba Blog

Saat ini saya masih dalam tahap self development, menggali apa saja kemampuan yang saya bisa, dan mengembangkannya untuk mendukung karier saya. Apabila sudah menemukan karier yang tepat, bukan tidak mungkin saya akan pensiun dari bekerja kantoran di usia 40 tahun, dan menjadi konsultan pariwisata, bukan?

Well, apabila kamu tertarik untuk mengobrol dan memanfaatkan jasa saya berdasarkan pengalaman yang saya punya, kamu dapat menghubungi saya melalui email di ariev.rahman@gmail.com.

Hadiah

Untuk yang belum tahu, saya adalah seorang quiz hunter, yang biasa mengikuti kompetisi asalkan hadiahnya sepadan dengan usaha yang akan saya lakukan. Saya pernah memenangkan hadiah jalan-jalan gratis ke Hong Kong karena mengikuti kuis di radio, pernah menonton konser gratis di Singapura karena memenangkan kuis di Twitter, pernah mendapat voucher tiket pesawat senilai Rp13.500.000,- karena menjadi Best Indonesia’s Travel Blogger, juga pernah mendapatkan hadiah Rp10.000.000,- dari kompetisi menulis karena tulisan yang sedikit mengkritik pemerintah.

Lumayan, bukan?

Hadiah Lomba Blog

Untuk menjadi quiz hunter ini tidaklah mudah, karena kamu harus bersaing dengan ratusan atau bahkan ribuan peserta yang mengincar hadiah yang sama. Namun tidaklah susah juga, apabila kamu mengerjakannya dengan baik, dan yakin dengan kemampuan kamu.

Lalu apakah saya sering menang kompetisi? Tidak juga, kalah juga sering, namun tidak ter-ekspos. Bahkan tulisan yang saya yakin setidaknya memenangkan hadiah hiburan pun pernah kalah dalam perlombaan. Tulisan apa itu? Ini.

Donasi

Kanal penghasilan terakhir yang saya harapkan dapat menjadi sumber pendapatan adalah melalui donasi seikhlasnya, yang dapat dilakukan melalui PayPal ataupun transfer ke bank. Namun, sudah berbulan-bulan sejak saya memasang banner PayPal di Backpackstory, baru dua orang yang melakukan donasi dari ribuan orang yang mencari informasi seputar visa setiap harinya. Satu adalah pembaca iseng yang mencoba fitur PayPal, sementara yang satu lagi adalah saudara sendiri.

Di Indonesia, sistem donasi sepertinya kurang tepat apabila diterapkan ke travel blogger yang selalu terlihat hidup enak, karena bisa jalan-jalan jauh dan makan lezat terus –walaupun untuk melakukan kegiatan tersebut, termasuk melakukan perawatan ke blog ini, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.

PayPal Donation

Back again, menulis blog dan berbagi adalah kegiatan yang seharusnya dilakukan tanpa pamrih, seperti pahlawan tanpa tanda jasa, walaupun kalau ada yang berdonasi, saya akan berterima kasih banyak karena telah membantu perekonomian keluarga saya.

Well, daripada kamu terus bertanya darimana saya mendapatkan duit untuk jalan-jalan, bukankah lebih baik apabila kamu juga mencari duit supaya bisa jalan-jalan seperti saya?