Matahari sudah cukup tinggi ketika saya tiba di Ekowisata Subak Sembung, pagi itu. Perjalanan selama tiga puluh menit dari Kuta menjadi tak terasa kala saya menjumpai segarnya hamparan hijau-kuning persawahan dengan paving block selebar dua meter yang rapi mengelilinginya, dan nyaringnya suara gemericik air yang mengaliri parit kecil pada kanan dan kiri paving block tersebut.

Sepintas, saya melihat pengunjung yang sedang berjalan-jalan santai mengelilingi paving block –sambil sesekali berlari pelan, dengan pemandangan beberapa petani yang sedang asyik menjalankan pekerjaannya tanpa perlu ditemani iPod dan Spotify. Seorang ibu penjual sayur, menyambut kedatangan kami di sana, seraya menjajakan sayur yang dipetiknya langsung dari lahan yang dikelolanya di Subak Sembung. “Silakan sayurnya.” Sapanya sembari tersenyum.

Itulah sekilas Ekowisata Subak Sembung, Banjar Pulugambang, Kelurahan Peguyangan, yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali yang dikenal sebagai oase di tengah kota, karena menyajikan pemandangan segar nan alami di antara riuhnya Kota Denpasar.

Subak Sembung ASTRA

Dalam perjalanan ini, saya tidak sendirian, karena ditemani oleh Tony yang sama penasarannya dengan saya akan Subak Sembung, Pino yang sudah terbiasa menyetir di Bali, dan Erna yang memang asli Bali sehingga tahu mengenai lokasi dan jalanan menuju kawasan ini.

Selain itu, kami juga beruntung, bahwa kami dapat menjumpai Bapak Agung Wisnawa selaku Klian atau Pimpinan Banjar Pulugambang yang mengetahui detil Subak Sembung dan juga Ibu Dwiyani Savitri selaku perwakilan dari CSR Group Astra Bali yang telah bersinergi bersama dengan masyarakat setempat, lembaga, dan pemerintah untuk mengembangkan ekowisata ini. Senangnya lagi, mereka ikut menemani kami berjalan-jalan mengelilingi Subak Sembung.

SEKILAS TENTANG SUBAK

Saya pertama kali mengenal subak adalah ketika duduk di bangku Sekolah Dasar, di mana para guru berulang kali menanyakan pertanyaan “Apakah yang merupakan ciri khas dari Provinsi Bali?” dan para murid di-brainwash untuk menjawab dengan “Subak!” –bukan Pantai Kuta, Bedugul, Joger, Pia Legong, ataupun Jennifer Bachdim.

Saat itu, saya mengetahui subak adalah merupakan sistem pertanian dari Bali, dan membayangkan sebuah terasering berundak-undak seperti yang banyak ditemukan di Ubud. Namun ternyata saya salah, karena yang disebut dengan subak bukanlah sekadar terasering dan pematang sawah.

Subak Sembung ASTRA

Bapak Agung Wisnawa, Klian Banjar Pulugambang

“Subak, pada dasarnya merupakan sebuah organisasi (pertanian) tradisional dan religius yang sudah dimiliki dari leluhur (secara turun temurun), yang mana subak tersebut memiliki fungsi dasar untuk mengatur tata kelola air (dalam tiap lahan yang berada dalam subak tersebut) berdasarkan prinsip keadilan.” Papar Pak Agung, dalam sebuah balai di tengah Subak Sembung. “Sekarang, subak bersinergi dengan dinas pertanian untuk mengatur pola tanam, dengan tetap memperhatikan ide-ide dari para petani setempat sehingga dapat menghasilkan keputusan tepat yang dipakai bersama.”

Secara filosofis, Subak merupakan manifestasi dari konsep ‘Tri Hita Karana’ yang merupakan filosofi kehidupan tradisional masyarakat Bali. Tri berarti tiga, Hita berarti kebahagiaan atau kesejahteraan, sementara Karana berarti Penyebab, yang dapat disimpulkan bahwa Tri Hita Karana adalah “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan”.

Dalam sistem subak, penerapan Tri Hita Karana adalah sebagai berikut:

  1. Parahyangan yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, yang ditunjukkan dengan ritual religius yang dilakukan sebelum memulai kegiatan subak.
  2. Pawongan yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya, yang diwujudkan dengan pengelolaan subak secara bersama-sama.
  3. Palemahan yakni hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan lingkungannya, yang berarti menjaga supaya alam dan lingkungan tetap bersih dan harmonis.

“Fungsi Subak dijalankan oleh seorang Pekaseh (Ketua Subak), yang berkoordinasi dengan Peyarikan (sekretaris), Petengan (bendahara), bersama pengurus subak lainnya.” Tambah Pak Agung. “Pekaseh, sebelum memulai pengolahan pertanian, dia harus mencari sumber air di gunung, dan melakukan sedikit ritual (keagamaan) sebelum mengalirkan air ke bendungan-bendungan kecil, hingga akhirnya ke areal-areal sawah ini.”

Tuturnya lagi, Pekaseh secara demokratis sudah menentukan perhitungan akan berapa banyak debit air yang masuk untuk masing-masing sawah, menetapkan pola tanam yang adil, dan mengatur supaya semua di subak berlangsung sama rasa, sehingga keadilan dapat dirasakan semua pihak.

Subak Sembung ASTRA

Kata ‘Subak’ sendiri merupakan sebuah kata dari bahasa Bali Kuno, yang pertama kali ditemukan pada prasasti Pandak Bandung yang memiliki angka tahun 1072 M. Sebagai suatu metode penataan hidup bersama, ternyata Subak mampu bertahan selama lebih dari satu abad karena masyarakatnya taat kepada tradisi leluhur. Pembagian air dilakukan secara adil dan merata, segala masalah dibicarakan dan dipecahkan bersama, bahkan penetapan waktu menanam dan penentuan jenis padi yang ditanam pun dilakukan bersama.

Karena keunikan dan ciri khasnya tersebut, UNESCO telah mengakui Subak di Bali sebagai Warisan Budaya Dunia, tentunya berkat perjuangan pemerintah republik Indonesia selama kurang lebih 12 tahun, yang didorongkan oleh keinginan luhur, hingga akhirnya pada 29 Juni 2012, Subak disetujui, diakui dan ditetapkan/disahkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO dalam sidang ke-36 Komite Warisan Dunia UNESCO di Saint Petersburg, Rusia.

Artikel Referensi

Lantas, bagaimana dengan Subak Sembung Peguyangan sendiri?

SUBAK SEMBUNG PEGUYANGAN SANG OASE DI TENGAH KOTA

Kisah tentang Subak Sembung, sebenarnya sudah dimulai sejak puluhan tahun silam, di saat sekelompok keluarga yang tinggal di Banjar Pulugambang, Kelurahan Peguyangan mengelola sebidang lahan seluas 115 hektar dalam naungan sebuah subak. Sebagai bahan perimbangan, menurut data Pemerintah Kota Denpasar, luas sawah yang tersisa di Denpasar saat ini hanyalah 2.506 hektar.

Cerita kemudian berlanjut hingga pada tahun 2014, Subak Sembung yang sebenarnya memiliki wilayah tidak terlalu luas apabila dibandingkan dengan subak-subak lain di Bali, menjadi juara lomba subak tingkat kota dan maju hingga tingkat provinsi dan menjadi juaranya. Setelahnya, timbul sebuah sinergi yang baik antara Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar dan para aparat desa untuk mengembangkan potensi wisata yang ada di Subak Sembung, hingga lahirlah Ekowisata Subak Sembung.

“Sarana wisata yang pertama kami buat, adalah jogging track. Ada dua buah jogging track di sini, yang sepanjang 3 Kilometer dan 7 Kilometer.” Jelas Pak Agung. “Untuk membentuknya, kami dibantu oleh Dinas Pertanian dan dinas-dinas yang lainnya, sehingga menjadi seperti sekarang ini.”

Subak Sembung ASTRA

“Tapi kayaknya sepi Pak, yang jogging di sini?” Saya bertanya.

“Ya kalian datangnya kesiangan.” Jawab pak Agung. “Di sini orang datang sudah dari jam lima pagi, sama sore-sore. Coba besok kalian datang lagi pagi.” Imbuhnya.

Tanpa sempat berkilah bahwa jam bangun tidur orang Jakarta adalah pukul enam pagi dan tanpa sempat mengoreksi bahwa yang benar adalah menggunakan kata ‘pukul’ bukan ‘jam’, saya kembali menggali informasi mengenai Subak Sembung ini ke Pak Agung. Pria yang saat ini sudah tidak bekerja di bidang hospitality ini, sekarang mengaku telah memfokuskan seluruh waktunya hanya untuk kepentingan subak dan banjarnya. What a noble man.

Subak Sembung ASTRA

Subak Sembung from above (Drone shot by Tony)

“Kalau sekarang, sebagai wahana ekowisata, Subak Sembung ingin menjadi tempat dan sarana edukasi berkesinambungan, bukan hanya untuk masyarakat setempat, namun untuk orang luar juga.” Papar Pak Agung. “Misalkan, ada Departemen Pertanian datang ke sini, mereka kasih ilmu. Lalu Kampus Udayana datang, mereka juga kasih ilmu ke warga lokal. Warga lokal di sini, suka kalau ketemu orang baru.”

Bali dan keramahan, memang adalah hal yang sudah terjaga secara turun-temurun, dan hal itu juga berlaku di sini, di mana kami mendapatkan sambutan yang sangat hangat dari warga setempat. Di tengah maraknya alih fungsi lahan di Bali –entah menjadi rumah, hotel, maupun sarana infrastruktur lainnya, saya merasa bersyukur masih menemukan lahan hijau di Subak Sembung, di mana para warga telah berkomitmen untuk tidak mengalihfungsikan lahan miliknya.

Hari sudah mulai terik, saat saya memperhatikan seorang petani masih sibuk mencangkul dengan latar belakang Gunung Batukaru yang indah. Sementara sebuah pura mungil tempat sembahyang berdiri dengan sederhana, tak jauh dari situ.

“Di sini, sayur dipanen tiap hari untuk bekal anak sekolah. Sementara padi setiap tiga bulanan. Sayang, kalian ke sini tidak pas musim panen.”

“Kalau untuk potensi wisatanya sendiri, seperti apa di sini, Pak?”

“Lumayan. Kalau sekarang sudah mulai ramai, hotel-hotel dan perusahaan sudah masuk untuk outing dan acara team building, kemudian anak-anak sekolah di seputar Denpasar juga banyak yang datang untuk mengetahui lingkungan di sini. Mulai dari TK, SD, hingga SMP datang baik untuk olahraga, bercocok tanam, hingga pengenalan subak.”

Ya secara, anak sekarang pasti sudah jarang yang mengenal subak. Mereka mungkin lebih mengenal Lee Min Ho, dibanding Subak Sembung, misalnya.

“Hal ini sangat sejalan dengan keinginan walikota, untuk membentuk ekowisata di dalam Kota Denpasar.” Imbuhnya lagi, sambil mengajak kami ke sebuah rest area berbentuk kebun mungil yang dikelola secara pribadi oleh penduduk setempat. Di sana kami melepas lelah sejenak, sambil memetik buah-buahan dan mendengarkan permainan rindik yang dimainkan oleh Erna, juga saya. Tentunya, saya yang bagian menyumbangkan lagu.

“Di sini, semuanya murni swadaya, oleh warga lokal, walikota, juga mendapat bantuan dari beberapa pihak, seperti Astra.” Pak Agung menambahkan.

“Nah, sekarang beralih ke Ibu Savitri.” Tony ganti bertanya. “Kalau dari Astra sendiri, bagaimana peran sertanya di Subak Sembung dan Banjar Pulugambang ini?”

PERAN SERTA DAN BANJAR BERSERI ASTRA

“Astra, selain memiliki program untuk mencari keuntungan dan mensejahterakan karyawan, juga harus berbuat sesuatu untuk lingkungan yang berkesinambungan.” Ucap Bu Savitri, tentunya sejalan dengan Filosofi Catur Dharma Astra, yaitu ‘Menjadi Milik yang Bermanfaat bagi Bangsa dan Negara’ dan ‘Menghargai Individu dan Membina Kerja Sama’ juga sesuai dengan Visi Astra untuk ‘Menjadi perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial serta ramah lingkungan’. “Untuk Banjar Pulugambang sendiri, telah dibina oleh Astra sejak Juni 2015.”

“Maksudnya menjadi Kampung Berseri Astra, begitu ya, Bu?” Sekadar informasi, Kampung Berseri Astra (KBA) adalah program Corporate Social Responsibility (CSR) Astra yang diimplementasikan kepada masyarakat dengan konsep pengembangan yang mengintegrasikan 4 pilar program CSR, yaitu, Pendidikan, Kewirausahaan, Lingkungan, dan Kesehatan. Melalui program KBA ini, masyarakat dan perusahaan nantinya dapat berkolaborasi untuk bersama mewujudkan wilayah yang bersih, sehat, cerdas, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di wilayah KBA.

“Iya betul.” Jawabnya “Namun untuk wilayah Bali, kami namakan sebagai Banjar Berseri Astra, bukan kampung.”

Subak Sembung ASTRA

Ibu Dwiyani Savitri, Grup Astra Bali.

“Bali, diberikan sebuah kehormatan untuk membuat atau membina KBA, dalam rangka mensukseskan program nasional Astra, dan memilih Pulugambang sebagai kampung, atau banjar binaannya. Di sini, Astra hadir dan bersinergi dengan masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan Banjar Pulugambang.”

“Oh, sesuai dengan misi Astra untuk sejahtera bersama bangsa dengan memberikan nilai terbaik kepada para stakholdernya, ya, berarti.” Saya membatin. “Kemudian, apa pertimbangan Astra memilih Pulugambang sebagai banjar binaannya, Bu?”

Berikutnya, Ibu Savitri memberikan beberapa alasan mengapa Astra memilih untuk membina Banjar Pulugambang, yang mana di antaranya adalah:

  • Banjar Pulugambang terletak pada lokasi Ring I, yang tidak terlalu jauh dari beberapa kantor Astra di Jalan Cokroaminoto, Denpasar, yang hanya 2-3 kilometer jauhnya dari sini.
  • Program Astra harus bersinergi dengan pemerintah, dan saat itu, Astra sudah mendapat petunjuk dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Denpasar untuk mengapresiasi subak yang memiliki keunikan tersendiri.
  • Masyarakat dan potensi Banjar Pulugambang yang sangat mendukung program Astra.
  • Astra dapat menjadi jembatan untuk menggali dan mengembangkan potensi yang ada di Banjar Pulugambang.
  • Instansi pemerintah dan beberapa lembaga seperti Bali Tourism Board, Dinas Pariwisata, Dinas Pertanian, Universitas Udayana, juga Dinas Cipta Karya sangat mendukung program ini dan dapat bekerja sama dengan baik.
Subak Sembung ASTRA

“Namun yang perlu diingat adalah, Astra datang membawa program dan bantuan dengan mendengar aspirasi masyarakat, dan tidak memberikan bantuan berupa uang atau yang lain.” Tambahnya. Memang, sejauh ini dalam program KBA, Astra memberikan bantuan berupa kontribusi sarana fasilitas, program pembinaan, dan pendampingan, untuk peningkatan kualitas masyarakat dan lingkungan kampung binaan. Tak terkecuali di Banjar Pulugambang ini.

“Lalu, bagaimana dengan respon masyarakat di sini, Bu?”

“Bagus responnya, masyarakat sangat mendukung program Astra. Saat ini, empat pilar CSR Astra, yaitu lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan kewirausahaan, semuanya berjalan lancar di sini.”

MENGENAL EMPAT PILAR CSR ASTRA DI BANJAR PULUGAMBANG

A. Pilar Lingkungan

Subak Sembung ASTRA

Bersepeda di Subak Sembung yang asri

Untuk Pilar Lingkungan, program Astra memiliki fokus pada Ekowisata Subak Sembung itu sendiri, di mana Astra giat menanam tanaman puring dan tumbuh-tumbuhan hijau di seputar jogging track –yang dapat juga digunakan untuk bermain sepeda, hingga memberikan edukasi tentang pariwisata, termasuk bagaimana cara bersikap sebagai pelaku wisata.

Sebuah hal yang menarik, karena Astra tidak hanya membangun fisik, melainkan juga membangun sumber daya manusianya.

Sehubungan dengan ekowisata, Subak Sembung juga telah menyediakan paket wisata situasional tergantung musim dan situasi yang ada. Misalnya apabila musim panen, pengunjung dapat mencoba memanen padi dan buah, kemudian tidak menutup kemungkinan bahwa di situasi lainnya, pengunjung dapat ikut serta untuk menangkap belut di sawah.

Cabe Siap Panen Subak Sembung ASTRA

Saat ini, diharapkan bahwa Subak Sembung Peguyangan dan Banjar Berseri Astra dapat menjadi pilihan warga dan masyarakat Denpasar sebagai salah satu tujuan wisata untuk keluarga dan anak, yang bukan hanya fun, namun ada juga unsur pendidikan pertanian, hingga pengetahuan budaya tradisional.

B. Pilar Pendidikan

Subak Sembung ASTRA

Mencoba Kerajinan Tangan SD Negeri I Peguyangan

Untuk Pilar Pendidikan, program Astra memiliki fokus pada sekolah-sekolah yang ada di sekitar, seperti misalnya SD Negeri I Peguyangan dan SMP Swadharma. Astra memberikan bantuan edukasi tentang aman berlalu lintas, pentingnya cuci tangan dan sanitasi, pengolahan air minum yang baik, pengembangan kreativitas melalui kerajinan tangan, hingga penyediaan buku-buku pelajaran di perpustakaan.

Saat ini, SD Negeri I Peguyangan telah mandapat penghargaan sebagai Sekolah Adiwiyata Mandiri –atau sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan hidup, dan menerima penghargaan dari Presiden Republik Indonesia.

SD Negeri I Peguyangan

Pengurus SD Negeri I Peguyangan

Pada waktu perayaan ulang tahun Astra ke-60 yang diselenggarakan di Yogyakarta, salah seorang guru di sekolah yang bernama Bapak Ketut Name ikut dipanggil untuk merayakannya beserta Menteri Pendidikan karena prestasi yang diraihnya.

C. Pilar Kesehatan

Banjar Pulugambang

Posyandu di Banjar Pulogambang

Untuk Pilar Kesehatan, program Astra memiliki fokus pada Posyandu yang terletak di Banjar Pulugambang, yang saat ini sudah memasuki tahun pembinaan ke-3, dengan cara mengedukasi kader baru, melakukan kerjasama pemeriksaan kesehatan dengan para dokter dan Rumah Sakit yang ada di Bali beserta Puskesmas Desnpasar Utara III.

Ibu Jero Kadek, selaku Ketua Kader Posyandu terpilih yang menjabat sejak tahun 2017, mengatakan bahwa Astra telah memberikan bantuan untuk kesejahteraan Posyandu baik untuk anak-anak maupun lansia.

Selain itu, Ibu Savitri menambahkan bahwa saat ini program Astra sudah berjalan rutin tiap bulan dengan cara memberikan support kegiatan Posyandu di pertengahan minggu kedua tanggal 19 atau mengikuti jadwal Puskesmas Denpasar Utara III.

Kemudian, hadirnya BKKBN di setiap kegiatan Posyandu juga turut menyukseskan pilar ini, di mana bantuan yang diberikan Astra bersama BKKBN adalah berupa memberikan seminar kegiatan kader, menambah pelatihan kader, memberikan tambahan bantuan dari uang jimpitan setiap bulannya, juga berupaya supaya anak-anak dapat mendapat tambahan makanan yang bergizi dan sehat.

“Ibu-ibu di sini semuanya adalah pahlawan kesehatan.” Puji Ibu Savitri. “Karena mereka melayani dengan hati, tanpa ada imbalan berupa gaji.”.

Posyandu Banjar Pulugambang

Dikatakan juga bahwa saat ini, hadirnya Astra telah mampu menambah kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan, khususnya kesehatan anak dan ibu. Karena apabila ibu dan anak sehat, maka generasi bangsa selanjutnya akan menjadi lebih baik. Bukan demikian?

D. Pilar Wirausaha

UKM Manik Galih Jamur Tiram

UKM Manik Galih Jamur Tiram yang dibina Astra

Untuk Pilar Wirausaha, program Astra mengkhususkan untuk memberikan pelatihan, seminar, dan bantuan bagi petani dan UKM yang ada di Pulugambang di mana salah satu contohnya adalah UKM Manik Galih Jamur Tiram yang dikelola oleh I Nyoman Darma.

Dikisahkan bahwa UKM yang sudah berdiri dari tahun 2013 dengan memanfaatkan gudang kosong dan mulai memasarkan produknya di wilayah Subak Sembung ke pedagang, pengecer, dan warung ini telah mendapat bantuan dari Astra berupa pelatihan studi banding ke pengusaha jamur lain yang sudah memiliki nama, pemberian fasilitas berupa media tanam, juga mengadakan seminar edukasi tentang jamur, hingga kemudian dapat berkembang seperti saat ini.

“Sekarang, sudah banyak peminatnya.” Tukas Pak Nyoman ketika ditanya mengenai penjualan jamurnya, dan tentang pepes jamur buatan istrinya yang memang merupakan kenikmatan dunia bagi yang merasakannya.

“Rasanya kayak ayam.” imbuh Tony.

Selain membantu UKM jamur milik Pak Nyoman, Astra juga memberikan seminar kepada para petani mengenai bahaya pemakaian pestisida untuk kesehatan diri sendiri, dan konsumennya.

Penasaran bagaimana Subak Sembung dan Banjar Berseri Astra dalam video? Mari kita simak video buatan Tony berikut ini.

10 HAL YANG BISA DILAKUKAN DI SUBAK SEMBUNG

Well, kalau kamu tertarik dengan Subak Sembung Peguyangan di Banjar Berseri Astra Pulugambang, namun masih bingung mau berbuat apa, berikut saya pilihkan sepuluh hal yang dapat kamu lakukan di sana.

1. Menikmati Pemandangan Alam

Pemandangan Embun Pagi Subak Sembung

Lupakan sejenak suasana kota yang berisik dan macet juga pantai yang terik, karena kembali ke alam dapat kamu lakukan di Denpasar, tanpa perlu jauh-jauh ke Ubud dan menjadi vegetarian di sana.

2. Jogging

Dengan adanya jogging track yang sudah tertata rapi, kamu dapat mengasah pernapasan dan menguji kemampuan fisikmu dengan berkeliling Subak Sembung. Tujuannya, tentu supaya kamu lebih sehat, bugar, serta terhindar dari obesitas.

3. Bermain Sepeda

Subak Sembung ASTRA

Tidak kuat jogging? Tenang, kamu bisa juga berkeliling Subak Sembung dengan sepeda sampai puas, sepanjang betis masih kuat dan tidak meletus.

4. Yoga

Yoga Subak Sembung

Mau hal yang kalem-kalem lagi? Mengapa tidak melakukan yoga di pinggir sawah? Udaranya yang segar, tentu akan semakin melancarkan pernapasan dan aliran darah kamu.

5. Mengamati Serangga

Subak Sembung

Bagi yang tinggal di daerah perkotaan, kapan kamu terakhir kali melihat serangga? Di Subak Sembung, kamu akan menemukan kupu-kupu, lebah, hingga naga terbang dalam bahasa Inggris!

6. Berjalan-jalan di Antara Sawah

Jalan-jalan Subak Sembung

Sebagai anak (yang sekarang tinggal di) kota, saya sangat menikmati adegan berjalan-jalan di antara sawah ini, apalagi ketika di pematang sawah. Tenang, tidak ada Surti – Tejo di sini.

7. Bermain di Tengah Sawah

Bermain di Subak Sembung

Berjalan-jalan di pematang sawah terlalu boring? Mengapa kamu tidak mencoba masuk ke sawah berlumpur, sambil mencoba menangkap belut, kalau bisa.

8. Melakukan Sesi Pemotretan

Pemotretan Subak Sembung

Ingin alternatif lokasi pemotretan yang murah meriah? Datanglah ke Subak Sembung dan bawa semua perlengkapan yang kamu butuhkan, masih gratis nih, boleh untuk pemotretan pre-wedding pula.

9. Menyantap Serombotan

Serombotan Subak Sembung

Ingin mencicipi kuliner khas Bali yang beda? Cobalah Serombotan, kuliner asal Klungkung yang dijual di warung-warung terdekat. Tambahkan sebatok kelapa muda supaya makin nikmat.

10. Piknik

Piknik Subak Sembung

Iya, Subak Sembung cocok kok untuk piknik bersama teman dan keluarga, apalagi sambil foto-foto. Special thanks to Tony, Pino, dan Erna untuk waktunya di Subak Sembung!


Overall, Subak Sembung merupakan sebuah alternatif wisata dan sarana kebugaran bagi kamu yang menginginkan petualangan lain di Bali, yang dapat dicapai dalam waktu singkat dari ibu kota provinsi, Denpasar, maupun Kuta atau Legian sekalipun.

Ke depannya, terlebih dengan adanya sumbangsih Astra untuk Banjar Pulugambang, semoga Subak Sembung semakin berkembang sebagai desa ekowisata yang mengedepankan edukasi –sekaligus sebagai daerah resapan yang dapat menahan banjir, dengan tetap menjaga budaya dan warisan tradisional Bali.