“Selamat malam, Mas.” Saya menyapa seorang petugas berseragam Turkish Airlines yang sedang berjaga di terminal keberangkatan 2D Bandara Internasional Soekarno Hatta, sementara selembar e-ticket yang sudah saya cetak di kantor menempel erat di tangan saya. “Kalau untuk check-in Turkish di mana ya?” Di balik petugas tersebut, nampak serombongan jamaah umroh berseragam sama layaknya anak panti asuhan, sedang mengantre untuk check-in di counter Turkish Airlines.

Berikutnya, saya memberikan e-ticket yang saya pegang kepada si petugas, “Untuk yang Business Class, Mas.”

Petugas itu memperhatikan e-ticket yang sedikit lecek tersebut, dan menatap saya sekilas dari atas ke bawah –saat itu saya mengenakan kemeja kasual dengan dilapisi jaket bomber yang saya beli sebelum Pak Jokowi punya, celana model jogger yang dibeli dengan voucher MAP hasil menang kuis (karena saya malas mengenakan sabuk yang harus dilepas-lepas ketika melewati mesin X-Ray), sepatu kets, memanggul sebuah backpack, dan menggeret koper kecil ukuran kabin– sebelum memberikan senyuman termanis yang biasa ditujukan menantu ke mertua.

“Kalau Business Class, langsung saja ke Priority Lounge, Pak.” Jelasnya. “Belok kanan, nanti letaknya ada di ujung.”

Turkish Airlines Business Class

Maklum saja, saat itu adalah pertama kalinya saya akan naik pesawat kelas bisnis untuk rute penerbangan internasional yang menempuh jarak ribuan mil, dari Jakarta ke Istanbul, menggunakan maskapai Turkish Airlines (Berikutnya akan disebut sebagai Turkish). Jadi mohon dimaafkan apabila saya agak-agak ndeso, walaupun kenyataannya memang ndeso sih.

Sebenarnya, rekor saya naik pesawat kelas bisnis sebelum ini adalah pada penerbangan Garuda Indonesia, Jakarta menuju Lampung, di mana urutan peristiwanya adalah: naik pesawat – duduk – minum jus – sampai tujuan. 

Layanan Business Class Sebelum Penerbangan

Setelah mengucap salam ke mbak resepsionis, saya langsung memasuki ruangan dengan sedikit gugup, di mana seorang wanita yang bertugas di balik meja mempersilakan saya untuk duduk tanpa harus mengantre, dan mengecek e-ticket yang saya bawa.

“Tujuan Istanbul ya Pak.” Ucapnya, membaca kode penerbangan. “Berikutnya, langsung lanjut ke Nayseri.”

“Kayseri.” Sanggah saya, membenarkan.

“Oh iya, Kayseri.” Wanita itu kemudian menginput beberapa data di komputernya, “Ada bagasi, Pak?”

“Tidak ada.” Ya, saya yang hanya pergi empat hari memang tidak merencanakan untuk membawa barang bawaan yang banyak. Tidak perlu menyiapkan busana untuk OOTD, juga tidak meniatkan membawa banyak oleh-oleh. “Kalau ada, yang window seat ya, Bu.”

“Baik, Pak. Ini Bapak mau dibuatkan kartu member Star Alliance juga?”

Seusai mendengarkan sejenak penjelasannya tentang Star Alliance, saya pun mengiyakan tawaran tersebut dan mengisi formulir yang tersedia. Kayaknya keren juga ini kartu, semoga bukan kartu member MLM.

Turkish Airlines Business Class

Setelah mendapatkan tiket, dan pita penanda untuk bagasi kabin berwarna hitam (untuk kelas bisnis mendapat jatah 2 bagasi kabin masing-masing 8Kg dan 1 tas keperluan pribadi, sementara kelas ekonomi mendapat penanda berwarna merah dengan jatah 1 bagasi kabin seberat 8Kg dan 1 tas keperluan pribadi), saya diarahkan ke sudut ruangan, di mana sudah menunggu petugas imigrasi yang bertugas untuk mengecek dan mencap paspor! Wah, ternyata penumpang kelas bisnis bahkan mendapat layanan imigrasinya sendiri.

“Malam, Pak.” Sapa saya yang hanya dibalas dengan anggukan oleh si petugas imigrasi. Mungkin dia Limbad. Namun tak mengapa, yang penting paspor sudah dicap, dan saya bisa melangkah ke ruang selanjutnya yang merupakan sebuah ruang tunggu prioritas dengan fasilitas makan malam gratis, free flow minuman, free Wi-Fi, dan sofa-sofa empuk untuk beristirahat, bersantai sambil menonton televisi, atau bekerja.

Ya, bekerja. Dalam ruangan tersebut, saya menemukan para eksekutif berjas dan berkemeja rapi sedang asyik dengan laptopnya, dan juga beberapa di antaranya ada yang sedang serius mengobrol. Mungkin sedang berdiskusi mengenai krisis di Venezuela.

Sedetik di sana, saya merasa sebagai orang paling lecek, lusuh, kumal, hidup lagi. Kalau kata Awkarin, kalian semua suci, aku penuh noda, eh, dosa.

Pertama Kali Mencoba Pesawat Business Class

Beberapa menit sebelum penerbangan, saya melangkah ke dalam boarding room Soekarno Hatta, menunggu sejenak sebelum akhirnya pengeras suara memanggil kami untuk memasuki pesawat. Tentu saja, penumpang kelas bisnis mendapat prioritas untuk memasuki pesawat terlebih dahulu.

“Saya terbang dulu ya, sahabat miskinku.”

Sebelum memasuki pesawat, saya sudah disambut oleh pramugari dan pramugara Turkish berseragam putih dengan rompi hitamnya yang necis, memamerkan senyumnya. “Good evening, Sir.”.

Saya membalasnya dengan senyum, sembil menunjukkan tiket di tangan, “My seat is 4A.”

“Turn left, Sir.”

Setelah meletakkan koper di kompartemen atas dan backpack di dalam kotak sandaran kaki di depan kursi, saya mulai duduk di kursi dengan bersandar pada bantal punggung yang tersedia dan mulai mengagumi kemegahan Boeing 777-300ER yang digunakan oleh Turkish ini.

Sebuah ruang kabin yang lega, yang mampu menampung 49 penumpang kelas bisnis dengan konfigurasi tempat duduk 2-3-2 yang cukup lega dan mampu memberikan ruang yang cukup leluasa untuk bergerak dan menggeliat. Pada lengan kursi berjenis reclining seat ini, terdapat beberapa buah tombol yang dapat digunakan untuk menyesuaikan kenyamanan duduk saya, juga dapat dipakai untuk mentransformasi kursi menjadi tempat tidur ketika dibutuhkan.

Saya masih sedikit bengong ketika si pramugari datang lagi dengan membawa pilihan welcome drink untuk dinikmati. Saat itu pilihannya hanya ada lemonade, beberapa jus, dan air putih. Saya memilih lemonade dengan campuran mint di dalamnya.

“If you need any assistance, just call me…” Wanita berwajah Timur Tengah tersebut memperkenalkan dirinya, namun saya tidak terlalu jelas mendengar suaranya, sehingga hanya terdengar sebagai “…Zaenab.”

Turkish Airlines Business Class

Di bagian depan kursi, terletak sandaran kaki (yang bagian dalamnya saya gunakan untuk menyimpan backpack) dengan sebuah kantong di sampingnya yang berisikan beberapa benda, seperti petunjuk keselamatan dalam pesawat, majalah, juga sandal selop berwarna biru muda seperti yang biasa digunakan di hotel!

Pada rongga kursi di sisi kanan kanan saya, terdapat beberapa electricity port di antaranya adalah colokan untuk listrik dengan lubang seperti yang lazim dipakai di Indonesia, port USB untuk men-charge gawai yang saya miliki, juga port untuk headset.

Belum sempat rasa penasaran saya terjawab akan headset apa yang akan saya pakai, karena saya tidak menemukannya, seorang pramugara mendatangi saya dan memberikan sekotak headset Denon untuk digunakan, hampir bersamaan dengan datangnya tawaran koran gratis, sekotak amenities seperti lotion, lip balm, hingga sisir dan kaus kaki dalam wadah kulit Cerruti 1881, dan handuk hangat untuk dipakai membasuh wajah dan daki.

“Wah, lumayan juga ini banyak gratisan.” Batin saya saat itu. “Apalagi headsetnya, premium banget ini kayaknya. Lumayan kalau dijual.”

Setelah membagikan beberapa kebutuhan dasar penumpang kelas bisnis, pesawat akhirnya lepas landas dan meninggalkan Jakarta di malam yang sejuk itu. Pada kabin bisnis yang saya tempati, saat itu hanya terisi separuhnya, dengan sosok familiar bertubuh gempal yang duduk tiga kursi di depan saya. Dia adalah seorang menteri di kabinet pemerintahan Republik Indonesia.

Wah, keren juga si bapak, bisa berada satu kabin dengan travel blogger syariah ini.

Sementara saya sibuk menanti kejutan apa saja yang akan diberikan Turkish di malam itu, beberapa penumpang lain justru sibuk mengeluarkan laptop-nya, dan bekerja. Ya maklum saja sih, namanya juga kelas bisnis, mungkin mereka berpikir bahwa waktu adalah uang, yang harus dikonversi sebaik mungkin.

Tak mau kalah, saya pun mengeluarkan Samsung Galaxy Tab A 2016 with S-Pen yang saya bawa sebagai pengganti laptop dalam perjalanan kali ini.

Turkish Airlines Business Class

Salah seorang pramugara kembali mendatangi saya dengan membawakan seplastik selimut dan bantal yang wangi, sambil menawarkan untuk merapikan dan memberikan alas yang digunakan sebagai seprai untuk melapisi kursi yang nanti akan berubah menjadi ranjang.

Berhubung kursi di sebelah saya kosong, maka saya meminta supaya kursi tersebut yang dirapikan, sementara kursi pojok yang saya duduki tetap saya fungsikan sebagai working and entertainment station. Like a boss.

Berikutnya, seorang pria berbrewok tipis dengan bertopi chef datang memberikan selembar menu makanan dan minuman dan sebuah pulpen. Nantinya, penumpang akan memilih makanan yang diinginkan dengan cara mencentang menu pilihannya, untuk makan malam dan sarapan. Ingat dicentang, bukan dicoblos ya.

Setelah mengisi, saya menyerahkan kembali kertas tersebut kepada Zaenab, sambil berbisik pelan, “Password Wi-Fi-nya apa ya?” tentunya dalam Bahasa Inggris.

Turkish Airlines Business Class

Ya, sebagai penumpang kelas bisnis, saya mendapatkan fasilitas Wi-Fi gratis di dalam kabin, jadi tidak perlu jauh-jauh mencari Starbucks untuk menumpang internetan. Sementara penumpang kelas ekonomi, masih dapat menikmati Wi-Fi dengan biaya tertentu.

Untung saja ada Wi-Fi gratis, karena sambil menunggu makanan datang, saya dapat bermain social media dan mem-posting status:

Turkish Airlines Business Class

Ada yang berkata bahwa bagian terbaik dari terbang bersama Turkish adalah gelontoran makanan dan minuman yang tiada habisnya, yang kemudian saya buktikan sendiri dalam penerbangan tersebut.

Dimulai dari snack berupa peanuts ditemani minuman pembuka Turkish Tea, kemudian lanjut ke appetizer berupa prawn salad, bread, dan mushroom soup. Setelahnya, berdasarkan pilihan saya, datang main course berupa chicken meat with baked potato, and vegetables, dengan apple juice sebagai pendampingnya. Namun tak cukup sampai situ, karena masih ada berbagai jenis dessert yang disajikan dalam troli. Malam itu, saya memilih mango sorbet dan fresh fruits untuk mencuci mulut.

Catatan: Makanan dan minuman  di atas sengaja ditulis dalam Bahasa Inggris supaya terlihat sophisticated, eh, keren.

Salah satu hal menarik dari penyajian makanan tersebut adalah konsep romantic dinner dengan menggunakan “candlelight” yang dibuat memakai lampu LED berwarna kuning temaram yang menyala kelap-kelip. Nice.

Setelah kenyang makan, maka saatnya beristirahat. Diiringi lampu utama kabin yang dipadamkan dan berganti dengan neon berwarna-warni, saya bergeser ke kursi sebelah kanan yang sudah berubah fungsi menjadi tempat tidur yang nyaman. Akhirnya saya bisa merebahkan badan di sini, hampir horizontal dengan sudut kemiringan 177°, ditemani bantal empuk dan selimut hangat yang akan membuat tidur saya sempurna.

Dengan lampu berwarna-warni seperti ini, tinggal kurang DJ Butterfly nih. Batin saya.

Berikutnya, saya memakai kembali headset Denon yang diberikan dan menghidupkan In Flight Entertainment untuk menemani malam saya sebelum terlelap. Sungguh, dengan semua layanan yang diberikan oleh Turkish di kelas bisnis, rasanya saya malah tak ingin cepat-cepat sampai tujuan.

Secara garis besar, ada tiga pilihan utama hiburan yang disediakan oleh Turkish, yaitu Watch, Listen, dan Play. Pilihan Watch untuk menonton film dan televisi; Listen untuk mendengarkan musik dan audio books; Play untuk memainkan game yang tersedia.

Unruk pilihan film, tersedia berbagai kategori berikut: Premiere, New Movies, Block Buster, Top Rated, Award Winners, Turkish Cinema, World Cinema. Untuk musik, tersedia pilihan mulai dari Turkish, Pop, Jazz, Blues, Rock, Classical, hingga bisa dipilih By Genre, By Mood, juga By Destination. Sementara untuk permainan, tersedia game ber-genre Action&Arcade, Challenge, dan Kids Game.

Walaupun sayangnya tidak ada pilihan bermain perasaan di sana.

Saya terbangun ketika kabin mulai berwarna remang-remang seperti Red Light District, dan para pramugara-pramugari melintas sambil membagikan handuk hangat. Saya melirik timer pada monitor di hadapan saya, dua jam lagi sebelum tiba di Istanbul.

Dua jam lagi, berarti sudah saatnya sarapan, dan pembagian handuk hangat ini mungkin bertujuan untuk membasuh wajah supaya segar. Suara denting troli mulai muncul ketika saya melangkahkan kaki menuju toilet kelas bisnis Turkish ini. Masa iya sih, sudah naik kelas bisnis tapi gak mencoba toiletnya. Harus selfie juga dong di dalam toilet.

Klik!

Turkish Airlines Business Class

Di dalam toilet, yang berukuran sama dengan toilet kelas ekonomi pada umumnya, terdapat kloset duduk, washtafel dengan keran panas – dingin, cermin dengan bunga mawar palsu, dan beberapa tempat untuk meletakkan tisu dengan berbagai macam jenisnya. Cuma yang membedakan adalah, karena penggunanya terbatas dan dari kalangan pebisnis, menurut saya, toilet ini lebih bersih daripada yang lain, plus amenities yang disediakan juga cukup lengkap, seperti sabun untuk cuci tangan, lotion, dan cologne, kalau saya tak salah ingat.

Tak lama setelah saya duduk kembali, sarapan mulai berdatangan. Kali ini dimulai dengan appetizer berupa buah-buahan segar, keju iris, dan croissant, kemudian dilanjutkan dengan omelette dan potato wedges. Untuk minuman, saya memilih teh panas dan jus jeruk.

Apabila mau, sebenarnya bisa juga memesan wine di sini, namun astaghfirullah, bisa-bisa nanti saya dimarahi Uni Fahira.

Tak berapa lama, setelah piring-piring dan peralatan sarapan dibereskan, muncul pengumuman dari pilot bahwa tak lama lagi kami akan mendarat di Istanbul Atatürk Airport. Wah padahal baru pukul empat pagi, sementara jadwal kedatangan adalah pukul 06.15.

Apakah pesawat ini melaju lebih cepat dari jadwal?

Para pramugara dengan trolinya mendatangi saya kembali, kali ini tujuannya untuk mengambil kembali headset Denon yang sebelumnya dibagikan. TIDAAAAKKK! Setelah saya pikir akan diberikan secara gratis, ternyata cuma dipinjamkan saja. Batal deh jualan di Kaskus.

Memang over expectation dapat berakibat kurang baik bagi kesehatan, namun salah saya sendiri sih kurang cermat mendengar penjelasan si pramugara ketika membagikan headset tadi. Ya sudahlah, tak mengapa, mungkin belum rezekinya.

Pukul lima kurang, pesawat sudah mendarat, dan akhirnya saya tiba di Turki, untuk pertama kalinya! Kali ini tanpa badan yang pegal-pegal dan muka kusut karena tidur yang berantakan.

Layanan Business Class Setelah Mendarat

Namanya juga kelas bisnis yang lokasi tempat duduknya berada di bagian depan pesawat, maka naik dan turunnya pun selalu lebih dulu daripada kelas ekonomi yang berada di belakangnya.

“Saya turun dulu ya, sahabat miskinku.”

Setelah Pak Menteri lewat, saya menyusul di belakangnya. Di bawah, sudah menanti bus penjemputan yang ternyata dibedakan juga antara penumpang kelas bisnis dan penumpang kelas ekonomi.

“Saya naik bus dulu ya, sahabat miskinku.”

Berharap bisa satu bus lagi dengan Pak Menteri, ternyata Pak Menteri mendapatkan bus khusus, mungkin karena menyangkut masalah keamanan juga. Kali ini Pak Menteri gagal deh berada satu bus dengan saya. Alih-alih, saya malah berada satu bus dengan (orang yang saya duga sebagai) ajudannya.

Turkish Airlines Business Class

Di dalam terminal kedatangan, lagi-lagi penumpang kelas bisnis Turkish mendapatkan keistimewaan, yaitu dengan diberikannya jalur khusus pengecekan paspor di bagian imigrasi. Berhubung sudah membuat e-Visa Turki sebelumnya, saya tidak perlu lagi mengurus Visa on Arrival; cukup sedikit senyum, salam, sapa ke petugasnya, maka paspor saya sudah mendapat cap kedatangan di Turki.

Yippie! Terima kasih Turkish Airlines, telah membawa saya dengan aman, nyaman, dan selamat sampai ke Istanbul.

“Assalamualaikum, sahabat miskin di Istanbul.”

Giveaway dari Turkish Airlines

Kali ini, saatnya saya membagikan giveaway berupa 2 buah merchandise eksklusif dari Turkish Airlines! Ada yang mau?

Caranya cukup mudah, hanya dengan menjawab dua pertanyaan berikut ini:

  1. Menurut kamu, apakah fitur/layanan paling menarik dari Business Class Turkish Airlines ini? Boleh juga berikan pendapat kamu secara keseluruhan mengenai penerbangan Turkish ini.
  2. Manakah destinasi wisata di Turki yang paling ingin kamu kunjungi, dan mengapa?

Gampang kan pertanyaannya, berikan jawabannya pada kolom komentar artikel ini dengan format:

  • Nama: ____________________
  • Akun Twitter/Instagram/Email: ____________________
  • Jawaban: ____________________

Untuk 2 (dua) jawaban paling menarik akan mendapatkan merchandise menarik dari Turkish Airlines, dan ingat kuis akan berlangsung hingga tanggal 20 Desember 2016, jadi jangan sampai ketinggalan ya, guys!

Turkish Airlines Business Class

Let’s Fly Turkish!

*Turkish Airlines melayani penerbangan Jakarta-Istanbul setiap hari dengan jadwal penerbangan mulai pukul 20.45, sehingga tidak perlu memotong jam kerja kantor.

*Sahabat miskin, adalah frasa yang kerap digunakan sebagai jokes untuk kelas menengah di social media, tidak ada maksud untuk menyinggung perasaan golongan tertentu.