Ting Ting Ting! Ting Ting Ting! Ting Ting Ting! Seorang pria tinggi berjubah hitam panjang menjuntai muncul dari balik remangnya Shamble –sebuah gang yang sudah ada sejak abad pertengahan di York, dengan lonceng di tangannya. Topi tinggi hitam terpasang di kepala si pria, sementara di tangannya yang lain mengapit sebuah tas kulit berwarna hitam, sambil menenteng sebuah kursi lipat yang juga berwarna hitam.

Saat itu, sudah pukul 19.25 di York, dan tepat di ujung Shambles, tepatnya di tengah-tengah trotoar yang memisahkan pub Golden Fleece dan Marks & Spencer, pria itu mendadak berhenti. Matanya nanar menatap sekelilingnya, sedikit melotot ke arah orang-orang yang kini berkumpul memperhatikannya. Wajahnya yang tirus dengan jenggot dan jambangnya yang memutih karena usia, semakin memperkuat aura horornya.

Berikutnya, si tua mendirikan kursinya, dan perlahan naik ke atasnya.

“ARE YOU HERE FOR THE GHOST HUNT?!” Suaranya menggelegar, membuat jantung saya berdegup kencang, dan memaksa orang-orang lain untuk memperhatikannya.

Saya menatap selembar voucher yang telah saya bawa dari Indonesia, di sana tertulis “The Ghost Hunt, Shambles 7.30PM. Save £1.” Voucher diskon tur berburu hantu. Dasar orang Indonesia, mau berburu hantu saja masih minta diskon. Satu Pound-sterling pula. Mirip sama kaus kaki Uniqlo yang didiskon seribu Rupiah kalau membeli tiga pasang.

“YESSSS!” Saya bersorak, bersama puluhan orang lainnya, yang juga tertarik akan hal yang sama.

GREAT!” Ucap si tua, dengan wajah tak acuh yang misterius. “NOW FOLLOW ME.

The Ghost Hunt York

Jalanan York yang kuno dan misterius.

York, adalah sebuah kota mungil yang ditemukan oleh bangsa Romawi, sebagai benteng pada tahun 71 sekaligus menjadi ibu kota dari kependudukan Romawi di wilayah Britania. Kemudian, pada abad pertengahan, di bawah kerajaan Northumbria dan Jórvík, York berkembang menjadi pusat perdagangan wol sekaligus menjadi ibu kota dari ‘Ecclesiastical Province’ dari Church of England. Selanjutnya, pada abad ke-19, York tumbuh menjadi jalur perhubungan kereta api dan salah satu pusat manufaktur konfeksi di Inggris.

Saya yang tertarik dengan arsitektur Romawi, –terutama yang berada di luar negara Italia, langsung menempatkan York pada urutan pertama kota yang akan saya datangi di Inggris. Apalagi ketika menemukan adanya The Ghost Hunt of York di buku Lonely Planet, yang masih ditambah diskon £1 pula, dengan voucher yang saya dapat dari situs resminya.

Di sana, disebutkan bahwa pula bahwa The Ghost Hunt is the only York ghost walk to win ‘City Tour of the Year Award’ from ‘Visit York’.”. Menarik bukan? Apalagi saya memang tertarik dengan wisata-wisata mistis semacam itu, terlebih sejak saya mengikuti wisata horor Kota Bandung.

Setelah berjalan beberapa ratus meter, akhirnya si tua yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Andy Dextrous itu berhenti, di depan sebuah pasar yang sudah tutup, karena hari telah malam. Berhubung sedang musim panas, malam seakan tiba lebih lama, karena hari baru mulai gelap sekitar pukul sembilan malam.

Sambil berdiri lagi di atas kursinya, Andy bercerita sekilas mengenai aturan-aturan yang harus dipenuhi di tur ini, dengan suaranya yang lebih mirip seorang pengkhotbah daripada seorang pemandu tur berburu hantu.

“…NOW BEFORE WE START, I HAVE TO INFORM YOU THE MOST IMPORTANT THING FOR THIS TOUR.”

Kami terdiam, tak bersuara.

“THE MOST IMPORTANT THING IS…”

Kami semakin serius memperhatikan Andy, saya bahkan mulai deg-degan, kalau-kalau tidak boleh mengikuti tur ini, karena sesuatu yang berdiam pada tubuh saya.

The Ghost Hunt of York

Andy Dextrous

“AND THE MOST IMPORTANT THING IS…” Andy mengulangi kalimatnya, seperti pembawa acara Indonesian Idol ketika akan mengumumkan siapa pemenangnya. Untungnya, tidak ada iklan pariwara di sana, sehingga Andy bisa langsung melanjutkan kalimatnya.

“…IS THE MONEY.”

Kampret. Ternyata mata duitan juga ini si tua. Berikutnya, peserta mulai memberikan selembar £5 yang dimilikinya (£6 apabila tanpa diskon, dan £4 untuk anak-anak di bawah enam belas tahun), dimulai dari anak-anak, peserta dengan disabilitas, wanita, dan pria-pria perkasa. Saya termasuk golongan yang terakhir.

The Ghost Hunt of York

“Put the money inside my bag!”

Setelahnya, Andy meminta kami untuk berjalan dalam baris sesuai urutan berdasarkan instruksinya. Andy di depan, diikuti anak-anak dan peserta dengan disabilitas (dalam rombongan kami ada seorang wanita dengan kursi roda), wanita dan gadis-gadis lucu, dan pria perkasa di urutan belakang sebagai pelindung.

Tahu kan, saya masuk barisan yang mana?

Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri gang-gang kecil di York, yang seakan membawa saya kembali ke abad pertengahan, dan berhenti di beberapa spot yang memiliki cerita hantunya.

1st Stop – Stonegate 41

Perburuan kami dimulai dari Stonegate, salah satu jalanan paling populer di York. Dahulu kala, jalan ini dipakai sebagai perlintasan utama bangsa Romawi, yang menghubungkan River Ouse dan Roman Bridge ke pusat kota, tempat York Minster sekarang berada. Sekarang, Stonegate telah berubah menjadi jalanan cantik dengan pengaruh budaya Mediaval dan Georgian yang memberikan nuansa tersendiri. Terlebih, dengan adanya butik-butik di sepanjang jalan, dan adanya beberapa musisi dan penampil jalanan di sana.

Termasuk juga The Antiques Centre York, yang terletak di Stonegate 41, perhentian pertama kami malam itu.

The Ghost Hunt of York

Stonegate 41

Alkisah, dulu kala, tempat ini adalah rumah seorang dokter yang tinggal bersama putri tunggalnya yang saat itu berumur sembilan tahun. Namun pada suatu malam, sekitar pukul tujuh, sang putri terjatuh dari ketinggian 55 kaki dari lantai atas, menuju basement rumah, dan langsung tewas seketika.

Innalillahi wa innailaihi rojiun, semoga amal ibadahnya diterima Allah.

Kini, beberapa saksi mata menyebutkan pernah melihat arwah si gadis kecil muncul di jendela atas The Antique Centre, sementara barang-barang di dalam toko tersebut dikabarkan sering berpindah tempat dengan sendirinya. Mungkin karena si gadis kecil memiliki hobi bersih-bersih ruangan.

“YOU WANT TO SEE THE LITTLE GIRL? LOOK UPSTAIR!”

2nd Stop – York Minster

Berikutnya, kami berpindah ke York Minster, yang merupakan bangunan termegah di York –yang termahsyur dengan menara kembarnya, sekaligus salah satu gereja terbesar di Eropa. Sekadar informasi, pada zaman dahulu, selain digunakan sebagai tempat ibadah, gereja juga digunakan sebagai tempat pemakaman orang-orang terpandang di masanya.

Ya, kalau kamu bermain game Uncharted 4 di Playstation 4, pasti sudah familiar dengan bangunan seperti ini.

The Ghost Hunt of York

York Minster

Dahulu kala, ada seorang penggali makam dan pemburu harta karun, sebut saja namanya Lara Croft (kalau wanita) atau Nathan Drake (kalau pria) yang menggali pemakaman di bawah York Minster, dan menemukan tubuh seorang perempuan di dalam peti mati.

Pada tubuh perempuan itu, masih menempel perhiasan emas, mulai dari kalung, cincin, dan gelang. Tidak, tidak ada batu akik di sana. Berikutnya, si penggali makam mencoba mengambil semua perhiasan tersebut, namun gagal mengambil gelang si perempuan.

Ketika gelangnya tidak dapat bergerak, si penggali makam mengambil sebilah pisau, dan memotong pergelangan tangan si perempuan. Kemudian, perempuan dalam peti terbangun.

The Ghost Hunt of York

York Minster

“AAAAAARRRGGGHHHHHHH!”

Kucuran darah mengalir membanjiri lengan Andy, yang mencoba mengulang kejadian si penggali makam di masa itu. Para peserta tur pun bereaksi dengan berbeda, ada yang ketakutan, ada yang berteriak, ada yang heran, ada yang biasa-biasa saja.

Yang terakhir itu saya. Maklum, sejak kecil saya sudah terbiasa melihat atraksi membelah diri sendiri setiap Malam Satu Suro, yang dilakukan oleh Prof. Budi di Ungaran.

3rd Stop – The Minster School

Dari York Minster, kami beralih ke The Minster School, yang merupakan sekolah anak-anak umur 3-13 tahun yang didanai untuk mendidik para anak yang kemudian akan diorbitkan menjadi penyanyi gereja di York Minster.

The Ghost Hunt of York

The Minster School

Ini adalah sebuah kisah paling sedih di York, di mana pada masa lalu ada seorang anak laki-laki tinggal di rumah yang kini menjadi The Minster School yang ditelantarkan oleh orang tuanya karena memiliki infeksi di lengannya. Alhasil, si anak tinggal sendiri, dan meninggal dalam rumah tersebut. Kasihan.

Setelah menceritakan kisah tersebut di teras rumah, Andy membunyikan bel di pintu rumah tersebut, dan langsung kabur berlari sambil menenteng kursi lipatnya, meninggalkan kami yang terbengong-bengong.

“C’MON RUUUUUUUN!”

Eh si kampret.

4th Stop – St. William’s College

Setelah berlari menyeberangi jalan, Andy berhenti pada sebuah bangunan yang di depannya terdapat sebuah plang bertuliskan “St. William’s College”. Bangunan yang dibangun pada tahun 1465 ini adalah sebuah bangunan yang dahulu digunakan oleh komunitas “York Minster’s Chantry Priests” yang bekerja untuk mendoakan jiwa-jiwa para dermawan yang telah meninggal.

Namun ternyata, kelakuan komunitas ini yang kerap mabuk-mabukan, kemudian menimbulkan sentimen negatif dari masyarakat pada waktu itu. Dari tempat relijius, menjadi tempat penuh dosa. Azeg.
The Ghost Hunt of York

St. William’s College

Secara mistis, St. William’s College disebut-sebut sebagai rumah dari hantu-hantu di York. Di depan bangunan, terdapat hantu wanita tua yang sering tersenyum kepada orang-orang yang lewat. Sementara yang paling terkenal adalah hantu seorang pria dari abad ke-17 yang mencari saudaranya akibat salah dihukum karena pembunuhan yang dilakukan si pria hantu tersebut. Hantu ini dikabarkan sering terlihat menyusuri koridor bangunan.

Salah seorang pria, yang bernama Harry Martin (kalau saya tidak salah dengar. Iya nama orang, bukan merek kemeja.) bahkan pernah mendengar suara bisikan dari tentara Romawi dari dalam bangunan ini!

5th Stop – Caesars @ The Minster

“Would you do me a favour?” Andy berbisik kepada kami, selepas kami meninggalkan St. William’s College, menuju ke sebuah persimpangan jalan di dekat The Minster. “Please do this after me.”

Si tua itu kemudian melambaikan tangan, memasang muka terjelek, sambil menjulurkan lidah, serta meminta kami untuk menirunya. Andy bercerita, bahwa dia mempunyai seorang teman di Restoran Caesars, dan itu adalah cara untuk menyapanya. Sudah bisa ditebak, dia meminta kami semua –puluhan orang– untuk melakukan hal tersebut nanti.

The Ghost Hunt of York

Caesars @ The Minster

“ARE YOU READY?” Teriak Andy dari seberang jalan, tepat di depan restoran Caesars.

Kami berseru dengan lantang dari sisi jalan di seberang restoran “YESSSS!”

“SO LET’S DO THIS!” Andy mengetuk salah satu sisi kaca restoran, tempat sekeluarga Arab sedang makan malam. Sekeleuarga tersebut sontak langsung menoleh ke arah Andy dan kami yang sudah memasang pose terjelek sambil menjulurkan lidah dan melambaikan tangan.

Awkward. Selanjutnya, si pemilik restoran keluar sambil membawa gilasan pizza dan berlari ke arah Andy, yang sudah lebih dulu berlari, meninggalkan kami.

Itu adalah bagian paling horor dari spot ini.

6th Stop – Bedern Hall

Perhentian terakhir kami malam itu adalah Bedern Hall, sebuah bangunan abad pertengahan yang kini sudah direnovasi dengan baik dan cantik, sehingga kerap digunakan sebagai tempat untuk melangsungkan prosesi pernikahan.

Tapi itu sekarang, sekitar 30 tahun lalu, tempat ini hanya berupa puing-puing bangunan, dan apabila saya tarik lagi sejarah ke masa lalu, tempat ini dahulu dikenal sebagai daerah kumuh yang menjadi kawasan prostitusi di zaman Victoria.

The Ghost Hunt of York

Bedern Hall

Kemudian masa berubah ke zaman industrial, di mana Bedern Hall digunakan sebagai rumah industri dan mempekerjakan banyak orang. Saat itu, banyak pekerja yang dikurung di Bedern Hall dan dipekerjakan dengan tidak manusiawi, termasuk 40 anak kecil yang dipekerjakan sebagai tenaga kerja.Hingga saat ini, sering terdengar suara jeritan dan tangisan anak-anak tersebut dari dalam Bedern Hall.


Saat itu, sudah pukul sembilan malam, namun hari masih belum gelap juga, dan mungkin karena masih terang, hantu-hantu yang diceritakan oleh Andy tidak ada yang muncul. Satu-satunya hal paling seram yang saya lihat malam itu justru Andy Dextrous sendiri.

Overall, walaupun saya ridak menemi penampakan hantu-hantu seperti tuyul, genderuwo, kuntilanak, vampir, atau drakula, saya cukup menikmati tur ini. Terlebih dengan humor-humor dan trik sulap yang dibawakan Andy, yang membuat perjalanan ini menjadi tidak monoton.

The Ghost Hunt of York

Andy Dextrous

Dengan banyaknya peserta malam itu, saya malah jadi menghitung total keuntungan yang diperoleh Andy, misalkan tiap orang membayar £5, dan peserta malam itu ada 50 orang, maka Andy akan mendapatkan gross profit sebesar £250 per harinya.

Apabila tur ini berlangsung tiap hari selama setahun kecuali malam natal, maka Andy akan bisa mendapatkan gross profit sebesar £250 x 364 hari, yaitu £91.000, atau setara dengan SATU SETENGAH MILIAR RUPIAH, apabila dihitung dengan menggunakan kurs tujuh belas ribu.

Sungguh penghasilan fantastis bagi seorang tour guide yang bekerja rata-rata dua jam seharinya. Semoga Andy tidak lupa melaporkannya ke dalam SPT Tahunan Orang Pribadi setiap tahunnya.

Tertarik mengikuti tur ini? Atau tertarik menjadi tour guide seperti Andy? Silakan datang ke York!