Sejak kecil, nama Madura mungkin sudah melekat dekat dengan saya. Bagaimana tidak, Papa selalu membawa saya potong rambut ke tukang cukur Bangkalan – Madura yang lokasinya tepat berada di seberang sekolah, sementara Mama biasa membelikan Sate Ayam Madura yang terletak di Alun-alun Ungaran untuk makan malam. Sewaktu bekerja di Jakarta, saya juga mengetahui bahwa kebanyakan pengepul barang bekas dan pekerja jasa bongkaran rumah adalah orang Madura.

Namun, bukan hal-hal itu yang menjadi alasan saya mengunjungi Madura pada Maret 2014 silam. Ada dua alasan penting kala itu, yang pertama adalah Jembatan Suramadu, sementara berikutnya adalah Bebek Sinjay yang fenomenal.

Pernah suatu malam, Mama bercerita bahwa Beliau kemarin mengunjungi Jembatan Suramadu, dan terpesona akan kemegahan jembatan yang menghubungkan Surabaya dengan Madura itu, “Wah, jembatannya ada di atas laut. Panjaaaang banget.” Ceritanya kala itu, mengagungkan Suramadu. Saya yang belum pernah ke sana cuma bisa membayangkan, bengong, apa iya ada jembatan di atas laut. Itu jembatan apa Nabi Musa, kok membelah laut?

Kemudian tentang bebek, saya adalah seorang pengagum bebek, tentunya untuk dimakan, bukan untuk dinikahi. Bahkan, kekaguman saya pada bebek, mengalahkan kekaguman saya pada unggas lain, seperti ayam, soang, dan burung kuntul. Maka tak heran, begitu seorang kawan menawarkan untuk membawa saya ke Bebek Sinjay Madura –di sela-sela kunjungan ke Surabaya, saya pun langsung mengiyakan tawaran tersebut.

Bebek Sinjay

Sebenarnya, sudah lama saya mendengar tentang legenda Bebek Sinjay ini, berhubung banyak yang berkata seperti “Kamu harus cobain Bebek Sinjay kalau ke Madura”, “Belum ke Madura kalau belum makan Bebek Sinjay”, “Bebek Sinjay enak binggo Ya Allaaaahhhh.“, maka mau tak mau, saya pun menjadi penasaran.

Namun ternyata, perjuangan mendapatkan Bebek Sinjay yang mungkin saja merupakan hidangan bebek paling laris di dunia, tidak semudah mengunjungi Surabaya dan menyeberang ke Madura melalui Jembatan Suramadu.

— 2 Maret 2014 —

09.15

Hari itu, saya bangun lebih siang dari biasanya, karena hangover parah di malam sebelumnya akibat menyantap Sate Kelapa Ondomohen pasca menghadiri pesta pernikahan sahabat saya, Chizta, si self proclaimed sosialita Surabaya. Sementara itu, di kamar yang lain, dua orang teman saya, Anita dan Lolita juga masih belum ada kabarnya.

Sebuah kabar baru datang dari Judith beberapa saat setelahnya, yang mengatakan “Wes siap gurung? Aku wes arep rono karo Joseph.Sudah siap belum? Aku sudah hampir jalan ke sana bareng Joseph nih, guys. 

DHEG! Mau tak mau, saya pun segera bersiap, demi Jembatan Suramadu dan Bebek Sinjay.

10.30

Saya telah selesai mandi, sementara Lolita masih berdandan dan Anita masih menggambar alisnya. Dasar wanita, mengapa sih selalu ingin alis a la Sinchan? Pada saat yang bersamaan, Judith dan Joseph juga mengabarkan kalau mereka akan segera tiba di Highpoint Apartment, salah satu penginapan yang kami dapat dari hasil browsing dan  booking hotel murah di Surabaya.

Highpoint Apartment

11.30 

Setelah turun dari kamar, di lobi apartemen telah menunggu Judith dan Joseph dengan pose termanis. Saya meminta izin untuk menyelesaikan proses check out, sebelum bergabung dengan mereka. Kemudian, tepat pukul 11.30, kami telah siap berangkat menyeberang ke Madura, dengan menumpang Peugeot milik Joseph.

Di dalam mobil, kami duduk berdasarkan ketampanan. Yang tampan di depan, sisanya di belakang.

Going to Madura

Joseph – Judith – Anita – Lolita – Hamba Allah

12.30 

Dengan diiringi senandung Hall & Oates, kami memasuki Jembatan Suramadu, dengan gagah perkasa. Tampak menara kembar berwarna abu-abu setinggi 140 meter di tengah jembatan, dengan kabel-kabel berwarna merah yang menopangnya. Secara sekilas, dari kejauhan, konstruksi jembatan ini mirip dengan Jembatan Ampera di Palembang.

Secara umum, Jembatan Suramadu merupakan gabungan dari tiga jenis jembatan, yaitu jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge) dengan panjang keseluruhan 5.438 meter dan lebar kurang lebih 30 meter. Dengan panjangnya yang mencapai 5 kilometer, jembatan ini adalah jembatan terpanjang di Indonesia, yang melintasi Selat Madura dan menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura.

Menurut Wikipedia, jembatan ini menyediakan empat lajur dua arah selebar 3,5 meter dengan dua lajur darurat selebar 2,75 meter. Selain itu, jembatan yang juga memberlakukan tarif tol ini juga menyediakan lajur khusus bagi pengendara sepeda motor disetiap sisi luar jembatan. Kapan lagi naik sepeda motor menyeberangi laut, selain di sini, guys?

Tip: Apabila melintasi jembatan ini, sebaiknya tidak berhenti di sembarang tempat dan foto-foto, karena bisa mengganggu pengguna jalan yang lain.
Jembatan Suramadu

Kurang lebih setengah jam kemudian, kami telah tiba di ujung jembatan yang dibangun pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003 dan diresmikan pembukaannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009. Setelah kurang lebih 6 tahun, jembatan yang pembangunannya menghabiskan dana sebesar 4,5 trilyun ini pun akhirnya selesai, dengan tujuan utama untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura.

Di Madura, kami tiba dengan disambut banner, poster, dan baliho para caleg yang sedang bertempur untuk pilkada. Huvt.

13.00 

Tepat pukul satu, kami telah tiba di halaman parkir Bebek Sinjay yang terletak di Jalan Raya Ketengan Nomor 45 Bangkalan Madura, sementara tepat di depan restorannya, berjajar puluhan sepeda motor yang diparkir dengan helm terletak di atas spion. Untung ini bukan di Jakarta, karena helm tak akan selamat kalau diletakkan sembarangan di Jakarta.

Berikutnya, kami masuk ke dalam Bebek Sinjay dengan mulut ternganga.

“BUSET PENUH BANGET TEMPATNYA, BOK!” Celoteh Anita. Bok adalah bahasa slang untuk menyapa seorang teman, bukan untuk memanggil ibu seseorang.

“Iya, cyin, penuh banget cyin.” Jawab saya. Cyin adalah bahasa pergaulan yang saya gunakan untuk menyapa teman dekat. Di sekeliling kami, terdapat ratusan orang yang telah duduk di meja-meja yang ditempatkan untuk makan, sementara sisanya, ada yang sedang mengantre, entah untuk membayar, ataupun untuk mengambil pesanan.

Buset.

Berikutnya, kami mulai mengatur strategi. Joseph bertugas menjaga Anita dan Lolita, sekaligus mencari meja makan, sementara saya bertugas untuk antre dan memesan makanan, karena kalah ganteng. Akhirnya dengan ditemani Judith, saya melakukan pemesanan Bebek Sinjay sesuai dengan prosedur yang berlaku.

13.10 

Secara garis besar, berikut adalah prosedur yang harus kami lalui untuk mendapatkan Bebek Sinjay.

  1. Mengantre untuk melakukan pembayaran, ya, panjang antrean kurang lebih sama seperti antrean pembayaran di kasir midnite sale. Untuk menghindari baku hantam, ada pengunjung yang mengantre dengan menggunakan helm. Smart move, kalau tempatnya tidak panas, atau jika helm memiliki fitur double blower.
  2. Memilih menu, you wish. Di sini cuma bisa memesan kuantitas, tidak bisa memilih ingin bagian bebek yang mana. Tidak bisa memilih antara dada atau paha, dada kiri, maupun dada kanan. Cuma bisa bilang, bebek 5 porsi pakai ati ampela, tanpa bisa memilih mau dada atau paha atau paruh bebek. Bebek Sinjay
  3. Membayar pesanan. Saat saya ke sana, semua dilakukan secara manual, dengan bon yang ditulis tangan, penjumlahan yang dilakukan dengan kalkulator, dan senyum yang sedikit dipaksakan. Mungkin karena lelah, sementara untuk bisnis sebesar ini, seharusnya sudah menggunakan mesin kasir, pembukuan komputerisasi, dan pembayaran dengan mesin EDC untuk pembayaran secara debit dan kredit. Saking laparnya, saat itu kami memesan 7 porsi nasi bebek untuk berlima!Bebek Sinjay
  4. Menunggu pesanan jadi, dan mengambil ke loket pengambilan. Di sini, kami mengantre lagi sesuai urutan dan menunggu pesanan dibuat. Mungkin filosofi yang berlaku di sini adalah, “Antrelah, masa kalah sama bebek.” Iya sih, bebek menang, tapi akhirnya mati. Bebek Sinjay
  5. Mengambil pesanan begitu sudah ready, walaupun untuk siap, diputuhkan waktu menunggu selama berpuluh-puluh menit. Sekadar informasi, untuk mengambil minum dilakukan di tempat yang berbeda, biasanya pada pesan Teh Botol Sosro, karena ada paket bundling Nasi Bebek Sinjay dengan Teh Botol Sosro. Sudah macam handphone saja, kini beli nasi bebek juga ada bundling-nya!

13.58 

Akhirnya, setelah menanti sekitar satu jam, pesanan kami pun telah lengkap semua. Memang ada yang berkata, “Jangan pergi ke Bebek Sinjay ketika lapar” dan ternyata ucapan tersebut terbukti, karena kami semakin kelaparan akibat proses menunggu makanan tersebut.

Untungnya, saat ini, telah hadir di hadapan saya sepiring Nasi Bebek Sinjay, lengkap dengan lalapan, ati ampela, dan sambal mangga muda (pencit) yang sungguh mengundang selera.

Bebek Sinjay

Namun, saya tidak langsung makan, karena selayaknya anak zaman sekarang, saya malah memfoto-foto makanan tersebut lebih dahulu, alih-alih berdoa.

14.08 

Setelah mendapatkan foto yang biasa saja, saya mulai mencicipi nasi bebek tersebut. Oh iya, disebutkan juga bahwa Bebek Sinjay menggunakan bebek di sekitar daerah Bangkalan yang diproses dan diberi bumbu khas sinjay.

Pada suapan pertama, saya mencoba terlebih dahulu kulit bebeknya yang crispy. Lemak bebek dan minyak panas yang masih menempel dan memisahkan antara daging dan kulitnya sontak membuat saya semakin berliur. Berikutnya, giliran daging bebek yang saya gagahi. Dagingnya lunak dan tidak amis, menandakan keahlian pengolah bebek ini. Setelahnya, saya memadukan nasi putih pulen dengan kremesan yang hadir sepaket. Semuanya hadir sempurna di lidah saya.

Bebek Sinjay

Untuk sambal pencit, berhubung saya bukan penyuka pedas, maka saya tidak banyak menjamahnya. Namun apabila kamu menyukai sambal mangga muda yang dipadukan dengan irisan cabai merah nan pedas, maka kamu mungkin bisa cocok dengan sambalnya.

Kalau kamu bertanya kepada saya tentang penilaian, saya mungkin akan menempatkan Bebek Sinjay ini setara dengan Bebek Goreng H. Slamet yang kejam (karena menggoreng H. Slamet) dan Bebek Kaleyo. Walau mungkin tidak apple to apple, tapi saya lebih menyukai Bebek Peking di Duck King.

14.18 

Sepuluh menit setelahnya, piring saya telah tandas. Antre satu jam, dihabiskan hanya dalam waktu sepuluh menit. Sedikit kesal rasanya, ketika mau menambah makanan lagi tapi langsung malas melihat antrean yang berlangsung terus-menerus. Kalau mau tambah, berarti saya harus mengulang lagi prosedurnya sejak awal. Huvt.

Pada awalnya, Bebek Sinjay mungkin hanya sebuah warung makan pinggir jalan milik Zainal Arifin, namun perlahan, nama Bebek Sinjay mulai menanjak seiring omongan orang dan warung makan pun kini berubah menjadi sebuah rumah makan berkapasitas ratusan orang. Apalagi ditambah dengan adanya Jembatan Suramadu yang mempermudah transportasi antara Surabaya dengan Madura.

Bebek Sinjay

Sekadar informasi, saat ini Bebek Sinjay melayani sekitar 1.000 pembeli sehari dengan jam buka mulai pukul 07.00 hingga 17.00. Apabila dihitung omzet, misalkan dihitung per porsi senilai Rp20.000,- maka per harinya Bebek Sinjay akan mendapatkan omzet Rp20.000.000,- dengan asumsi tiap pembeli membeli satu porsi.

Dua puluh juta sehari, berarti sebulan bisa mendapatkan enam ratus juta dan setahun akan mendapatkan angka tujuh koma dua milyar!

14.40

Masih menumpang mobil Joseph, saya kembali ke Surabaya dengan sebuah jawaban atas rasa penasaran akan Jembatan Suramadu dan Bebek Sinjay. Apabila saya pikir, ternyata mereka saling berhubungan, Jembatan Suramadu akan meningkatkan pendapatan Bebek Sinjay, sementara Bebek Sinjay akan menarik orang-orang untuk datang ke Madura melalui Jembatan Suramadu dan meningkatkan retribusi daerah melalui tol.

Ah, untung saja saya malas berpikir!

Baliho Caleg Madura

Malam itu, saya dijadwalkan terbang meninggalkan Jawa Timur, menuju Jakarta untuk kembali mencari nafkah. Untuk tiket pesawatnya, saya kebetulan mendapatkan harga yang cukup murah melalui pembelian dari sebuah situs penjualan tiket seperti Wego.

Sampai jumpa lagi, Madura! Sampai jumpa lagi Jembatan Suramadu, Bebek Sinjay, dan baliho-baliho caleg.