Jujur, sebenarnya aku baru dua bulan mengenal mereka. Namun, kalian boleh iri, karena walaupun baru kenal, aku merasa sudah sangat dekat dan kerap menemani perjalanan mereka. Minggu lalu saja, aku baru balik jalan-jalan dari Padalarang bersama mereka. Enak kan, baru kenal saja sudah diajak jalan-jalan, apalagi kalau sudah kenal lama, mungkin aku sudah diajak tidur, kayak ABG-ABG zaman sekarang.

Tentang mereka, sebut saja mereka, Mas dan Neng, pasangan suami-istri yang baru saja menikah itu. Mas adalah seorang pria Jawa berkulit sawo matang dengan senyumnya yang menawan, sementara Neng adalah wanita Sunda berkulit bengkuang dengan tawanya yang memesona. Kalau kata orang-orang sih, mereka pasangan yang cocok. Sementara kalau kata aku, mereka adalah pasangan yang cocok banget.

Oh iya, perkenalkan, nama aku All New Mazda 2 GT Metropolitan Grey Mica, yang kalau kepanjangan bisa kamu singkat dengan panggilan Mz Grey. Keren kan namaku, masih satu marga dengan Mas Christian Grey di film Fifty Shades of Grey, namun bedanya aku gak suka BDSM. Aku suka yang lembut-lembut, kayak mesin SKYACTIV-G yang ada di dalam tubuhku. Mesin yang dirancang dengan presisi tinggi untuk hasilkan performa terbaik dengan tingkat emisi yang rendah dan bahan bakar yang lebih hemat.

Awal perkenalanku dengan Mas, yang waktu itu belum menikah, adalah pada suatu malam yang dingin sehabis Jakarta diguyur hujan seharian. Hujan bulan Februari. Please, kalian jangan membayangkan sebuah kisah bromance yang romantis, karena pada malam itu, aku ditunggangi oleh pria lain untuk diantarkan ke apartemen milik Mas.

Mazda 2 Grey

“Selamat menikmati mobilnya, Mas.” Kata pria yang pertama kali memperkenalkan aku ke Mas, kalau tak salah, Irman namanya. “Ini pakai Advanced Keyless Entry. Jadinya, untuk buka tutup pintu mobil hingga menyalakan mesin, Mas tidak perlu lagi mengeluarkan kunci dari saku.”

Setelah mendapat kunci, Mas langsung memasuki aku, mengatur posisi duduknya pada jok sporty yang aku punya –naik-turun, depan-belakang, dan maju-mundur– sebelum mengatur letak setirku baik secara tilt maupun telescopic. Berikutnya, Mas mulai mengatur pandangannya melalui spion kanan-tengah-kiri, sekaligus mempelajari fitur-fitur lain, yang ada padaku.

Hmm, leh uga ne mobil.” Komentarnya tentang aku.

Hari itu adalah dua hari sebelum Mas menikah. Setelahnya, kami sering sekali melalui hari-hari bersama, baik suka maupun duka. Dan kalau ditanya, bagaimana perjalananku dengan Mas, akan ada beberapa peristiwa yang akan selalu aku ingat. 

Pernikahan Mas & Neng

Dari cerita-cerita Mas, aku mengetahui ada beberapa alasan yang membuat Mas akhirnya memilih aku sebagai istri keduanya, salah satunya adalah Mas menginginkan sebuah mobil yang dapat digunakan secara lincah di Jakarta, termasuk untuk perjalanan luar kota, tepatnya Jakarta-Bandung. Hal yang wajar, mengingat Mas tinggal di Jakarta sementara Neng beserta keluarganya berdomisili di Bandung, dan mengunjungi mertua sesering mungkin adalah hal yang mendatangkan pahala.

Mas juga bilang, bahwa mobil yang diinginkannya harus pula yang memiliki tampilan fisik aduhai. Wajar sih, namanya juga pria, selalu melihat fisik terlebih dahulu. Untung saja body aku seksi, karena mengaplikasikan KODO ‘Soul of Motion’ Design. Mulai dari headlamps yang setajam mata cheetah, fog lamps dengan siluet teardrop yang menyatu dengan bemper sporty yang aerodinamis, hingga velg 16″ berjari-jari kokoh dengan kilapnya yang memukau. Kelebihan-kelebihan yang membuat Mas memilihku sebagai mobil pengantinnya.

Aku patut bangga, walaupun baru berumur dua hari, aku sudah mendapat kehormatan untuk menemani Mas di hari paling spesialnya bersama Neng. Ya, walaupun aku tidak terlalu suka dihias dengan bunga-bunga, sih.

YA MASA MZ-MZ PAKAI BUNGA, CYIN?

Jujur saja, sewaktu mencobaku pertama kali, Mas cukup ndeso setelah mengetahui bahwa ada banyak teknologi yang aku miliki. Misalnya Blind Spot Monitoring (disingkat BSM, bukan BDSM) yang akan memberikan sinyal berupa kedipan lampu LED pada spion luar dan bunyi alarm penanda apabila ada objek mendekat dari samping kanan dan kiri apabila ingin berpindah jalur di jalan. Kemudian ada juga Rear Cross Traffic Allert, yang akan memberikan pertanda yang sama apabila Mas sedang memarkirku dalam posisi mundur, dan ada kendaraan lain melintas di belakangnya.

Belum lagi adanya MZD Connect dan Active Driving Display yang membuat Mas semakin takjub. Perihal ini akan aku ceritakan kemudian.

Masih dalam balutan bunga-bunga segar setelah pesta pernikahan, Mas langsung membawaku ke sebuah tempat untuk merayakan bulan madunya bersama Neng. Pada saat itulah, aku mendengar Neng berkata kepada Mas, “Mas, aku nanti sehabis menikah mau pindah Jakarta saja.”

“Wah, asyik dong, jadi bisa sering nganu-nganu kita. Hehehe.”

Aku cemburu, tapi apa dayaku, karena aku cuma istri kedua Mas yang tidak sah.

Pindahan ke Jakarta

Setelah menikah, Mas langsung memboyong Neng ke Jakarta untuk melanjutkan bulan madu dan tinggal bersamanya. Sementara aku, cuma bisa berduaan bersama Mas ketika Mas pergi ke kantor menaikiku. Ternyata, ini rasanya jadi kekasih yang tak dianggap.

Pada suatu hari, Mas mengenalkan aku ke Kakang, seorang pria perkasa yang rajin berlatih body building setiap hari. Kakang yang atlet anggar sekaligus model iklan ini adalah kakak kandung dari Neng. Kebetulan pada long weekend itu, kami akan pergi ke Bandung, sekaligus membawa sedikit barang-barang Neng untuk dipindahkan ke Jakarta.

“Kang, nanti Kakang yang nyetir ya,” Pinta Neng kepada Kakang “nanti kalau capai baru gantian sama Mas.”

“Siap!”

“Ini diset dulu Active Driving Display-nya, Kang.” Ucap Mas sambil menunjukkan bagaimana caranya. Sekadar informasi, Active Driving Display adalah sebuah panel kecil yang ditempatkan di atas kemudi, yang otomatis akan menyala begitu mesin dihidupkan. Panel ini nantinya akan memberi tahu pengemudi, mengenai kecepatan mobil juga arah-arah perjalanan apabila fitur navigasi dihidupkan.

Sementara Kakang menyetir, Mas mulai mengeksplorasi secara lebih dalam fitur-fitur yang terdapat padaku.

“Wah, ternyata bisa konek ke AHA juga!” Seru Mas girang, ketika mengetahui bahwa perangkat audioku bisa terhubung dengan radio online di ponselnya melalui koneksi Bluetooth. Dasar ndeso.

Belum tahu saja dia, kalau MZD Connect yang memiliki layar sentuh berwarna sebesar 7″ ini memiliki banyak fitur lain seperti 2 port audio via USB yang juga dapat digunakan untuk men-charge ponsel, slot DVD yang bisa dipergunakan untuk menonton film Teletubbies, sistem navigasi dengan GPS yang dilengkapi voice command, hingga sistem informasi yang memungkinkan pemilik mobil mengetahui keadaan mobil termasuk jadwal servisnya.

Selain terhubung dengan lingkar kemudi sebelah kiri, MZD Connect milikku juga terhubung dengan Commander Control yang terletak pada floor console dekat dengan arm rest yang memudahkan pengemudi untuk mengoperasikan berbagai fungsi tanpa mengganggu konsentrasi mengemudi.

This slideshow requires JavaScript.

“Lho Kang, gak pakai matic-nya?” Tanya Mas begitu tahu Kakang masih menggerakkan tuas transmisiku secara manual dengan maju dan mundur setiap akan berpindah gigi.

“Wah, Kakang gak biasa euy.” Sahutnya sambil memacuku di jalan tol Cipularang. Saat ini rekor mengemudiku masih dipegang oleh Mas dengan kecepatan 160 Km/jam, yang langsung diperlambatnya begitu ingat dosa-dosanya yang masih banyak serta cicilan apartemen yang belum lunas.

“Ini Kang kalau mau tarikan bisa switch ke Sport Mode.” Jelas Mas, sambil menunjukkan tombol ‘Sport’ yang terletak sedikit di bawah tuas transmisi. Itu namanya ‘Drive Selection Switch‘, Mas. Jangan ndeso. “Terus bisa juga ganti giginya pakai paddle shift di balik kemudi, Kang, cukup tekan tombol (+) dan (-) untuk mengganti gigi.”

“Oke-oke!” Sahut Kakang semangat, sambil memacuku lebih kencang, sementara di kursi belakang, Neng tampak tertidur pulas. Dasar Pisces! Kena AC sedikit saja langsung molor. Untung aku punya Climate Control AC, yang dapat membaca suhu di luar kendaraan dan menyesuaikannya melalui embusan angin untuk mencapai suhu kabin yang optimal.

Pada satu titik, hujan sempat turun, namun karena aku sudah dilengkapi Rain Sensor, maka wiper-ku akan menyala otomatis dan menyesuaikan intensitas air begitu hujan turun.

Mazda2 GT

Navigation system at All New Mazda 2 GT

Awalnya, Mas sempat ragu, apakah bisa aku yang memiliki dimensi 4060x1695x1495 (dalam mm) bisa digunakan untuk pindahan, mengingat standar kapasitas bagasiku hanya 250 liter. Namun, melalui bisikan gaib, aku berhasil menyadarkan Mas bahwa aku juga memiliki fitur Flexible Seating & Cargo Space. Sebuah fitur yang memungkinkan Mas untuk melipat kursi belakang dengan sangat mudahnya, dan membuat kapasitas bagasiku menjadi 882 liter hanya dalam hitungan detik.

Voila! Resmi pula aku menjadi mobil pengangkut barang-barang pindahan.

Jalan-jalan ke Padalarang

Walaupun sudah hidup seatap di Jakarta, bukan berarti Mas dan Neng tidak pernah LDR lagi. Sama seperti waktu itu, di mana Neng berangkat ke Bandung pada hari kerja karena keperluan bisnis, sementara tugas Mas yang menjemputnya kala weekend bersama aku.

Tapi ternyata saat itu Mas tak sendirian; alih-alih berduaan bersama aku, Mas malah mengajak temannya yang mirip Rano karno, beserta istrinya, yang kebetulan memiliki tujuan ke Bandung weekend itu. Alasannya klasik, karena takut mengantuk kalau mengemudi sendirian. Ya ya ya.

Mazda 2 GT

Hari itu, jalanan cukup lancar hingga kami memasuki KM 25 di mana antrian masuk gerbang tol Cikarang Utama –gerbang tol yang memiliki loket terbanyak di Indonesia– mulai macet dan merayap. Untung saja aku memiliki fitur i-STOP yang menghentikan putaran mesin secara otomatis saat kendaraan berhenti sempurna, sehingga konsumsi bahan bakar bisa lebih irit, dan menyalakannya kembali dalam 0,35 detik begitu Mas melepas pijakan dari pedal rem.

Mendekati gerbang tol, aku menyaksikan sebuah kendaraan di samping kanan yang menabrak kendaraan di depannya, padahal ketika itu mereka melaju dalam kecepatan rendah. Mungkin saja karena sopirnya mengantuk, atau memang mobil yang dikendarainya tidak dilengkapi Smart City Brake Support seperti aku, yang memungkinkanku untuk langsung mengaktifkan rem pada kecepatan antara 4-30km/jam guna mempertahankan jarak aman apabila jarak kendaraan di depan terlalu dekat dan berisiko terjadi tabrakan, tanpa perlu input dari pengemudi.

Sedikit guncangan sempat terjadi di KM 84-92 di mana banyak sekali lubang di jalan, saat itu Mas langsung menginjak remku secara kuat ketika melihat lubang di depannya. Sebuah hal yang otomatis mengaktifkan fitur Emergency Signal System padaku dengan menyalakan lampu hazard secara otomatis untuk memberi tahu kendaraan di belakangku bahwa terdapat ‘bahaya’ di depan.

Mazda 2 GT

Setelah menginap semalam di Bandung, besoknya aku dan Mas kembali ke Jakarta, bersama Neng yang dijemputnya. Namun perjalanan kali ini terasa lebih spesial, karena Mas mengajakku untuk mampir ke Padalarang, karena katanya sebuah objek wisata bernama Stone Garden di sana. Hmm, keren juga Indonesia, walaupun terletak di Jawa Barat, namun nama objek wisatanya dalam bahasa Inggris.

Perjalanan menuju Stone Garden sebenarnya tidak terlalu sulit, wong cuma ikut petunjuk saja setelah keluar Pintu Tol Padalarang, melewati para penjual cabe-cabean, dan kamu akan sampai di sana. Kalau tidak macet. Namun kalaupun macet ketika tanjakan, kamu juga tidak perlu khawatir, karena aku mempunyai fitur Hill Launch Assist yang dapat menahanku saat berhenti di tanjakan sehingga aku tidak meluncur turun.

Dari jalan raya, Mas berbelok ke arah kiri, menuju jalan setapak yang tersusun dari batu dan kerikil. Dari situ, ada beberapa orang yang memberhentikanku, ternyata untuk membayar retribusi sebesar Rp10.000,-. Ya, semoga saja dengan adanya retribusi ini, jalan menuju objek wisata dapat diperbaiki.

Dengan perlahan dan hati-hati, Mas membawaku menghindari lubang-lubang di jalan, menuju pintu masuk Stone Garden. Kira-kira sepuluh menit sejak berbelok dari jalan raya, akhirnya kami tiba di tempat parkir Stone Garden. Di sana sudah menunggu para tukang parkir yang siap membimbingku, dengan biaya Rp5.000,- per mobil.

“Tunggu kami ya Mz Grey!” Mas berseru padaku, sambil menggandeng tangan Neng, mesra. Meninggalkan aku yang sendirian dan cemburu.

Dari cerita-cerita yang aku dapatkan kemudian, aku tahu kalau Stone Garden adalah sebuah geopark seluas 2 hektar di ketinggian 907 meter dari permukaan laut dengan objek utama berupa batuan-batuan purba yang tersusun secara tak beraturan, namun indah. Batu-batuan di sini berbeda dengan batuan besar di Belitung, karena teksturnya yang kasar. Mungkin ketika diciptakan dahulu, ada yang lupa mengamplas batu-batuan di sini.

Ada juga yang bilang, kalau Stone Garden ini mirip dengan Machu Pichu di Peru. Close Enough.

Setelah menunggu selama satu jam lebih, akhirnya Mas dan Neng kembali kepadaku. Kata mereka, maaf lama, karena tadi mampir beli es kelapa muda dulu. Untung saja aku mobilnya sabar, sehingga tidak apa-apa menunggu. Toh, mereka yang rugi kalau jalan balik ternyata macet dan sampai di Jakarta kemalaman.

Dalam perjalanan, Mas sempat menelepon Mama, dan bercerita tentang apa saja yang Mas dan Neng lakukan hari itu. Tentunya dengan menggunakan Audio & Voice Command Control yang terdapat pada kemudiku, sehingga pembicaraan telepon dapat dilakukan secara handsfree melalui koneksi Bluetooth yang tertanam padaku.

Setelah menutup sambungan telepon, Mas langsung berseru kepadaku “Take Me Home!“, yang langsung aku respon dengan mengaktifkan GPS menuju apartemen tempat Mas tinggal.

Tol Cikampek

Senja itu, kami melaju menuju matahari. Menuju Jakarta, kota yang tak pernah mati. Kota yang akan terus bercerita kepadamu, hingga anak cucu kelak.

Untuk melakukan test drive All New Mazda 2, kunjungi www.mazda.co.id.