Dari balik kemudi, saya bersyukur bahwa semuanya akan segera berakhir. Perjalanan panjang bernama pernikahan ini akhirnya tiba pada sebuah akhir, atau tepatnya sebuah akhir pencarian, yang merupakan awal sebuah perjalanan baru lainnya.

Bagi kebanyakan orang, pernikahan merupakan sebuah tujuan agung untuk menyatukan dua insan manusia. Dalam agama Islam, pernikahan disebutkan sebagai sebuah ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad. Sebenarnya, ada beberapa alasan mengapa orang memutuskan untuk menikah, ada yang menikah karena cinta, ada yang menikah guna menghindari zina, ada yang menikah untuk memperoleh harta kekayaan Elly Sugigi, juga ada yang menikah untuk mendapatkan keturunan.

Kalau saya, menikah untuk mendapatkan Neng.

Klik untuk membaca cerita sebelumnya, juga tentang perjalanan saya di detik-detik pernikahan.

Saya membelokkan mobil memasuki sebuah hotel di Jalan Juanda Nomor 390; ini adalah kali pertama saya dan Neng kabur setelah sah menikah beberapa jam sebelumnya. Sehabis memarkir mobil pada tempat yang disediakan, saya langsung menuju reception desk dengan membawa print out bukti pemesanan yang telah saya lakukan sebelumnya. Sebuah bukti pemesanan via email yang bertajuk ‘Honeymoon Package’.

Seorang wanita menyambut kami di reception desk, yang langsung mengecek pemesanan saya pada sistem. Setelah memastikan bahwa data-data yang saya berikan sesuai dengan email pemesanan, juga bahwa saya bukan termasuk anggota kelompok Santoso, kami diantarkan ke sebuah kamar seluas 42m² bernama ‘Towers Room’.

“Selamat datang di Sheraton Bandung“.

Sheraton Bandung

Honeymoon In Sheraton

Perjalanan Malam Pertama

Saya langsung meletakkan barang bawaan pada lemari di samping kiri sewaktu kami memasuki kamar tersebut. Lega, nyaman, dan mewah, adalah kesan pertama yang didapat. Sebuah televisi layar datar berukuran besar tergantung di seberang tempat tidur, dengan sebuah sofa bed di antaranya.

Pada tempat tidur berukuran king size (kalau saya tidak salah ukur), tergeletak setangkai bunga mawar dan kelopak-kelopaknya yang disusun membentuk simbol hati. Simbol yang melambangkan cinta. Cinta sepasang suami istri baru yang sedang melangsungkan bulan madu.

Hoek.

Sheraton Bandung

Towers Room

Merasa tidak tega untuk menjamah tempat tidur yang masih mulus dan rapi, saya memilih untuk menjamah istri, juga bagian-bagian lain dari kamar tersebut. Pada sisi luar kamar, terdapat balkon berisikan sepasang kursi dan sebuah meja kecil dengan pemandangan pedesaan, “Wah, syahdu juga ini kalau buat kerja. Apalagi ada Wi-Fi gratis. Ada wife pula.” Batin saya.

Tapi ini kan honeymoon, masa mau kerja?

Saya memalingkan pandangan lagi ke sudut ruangan, letak sebuah meja kerja dengan kursi-kursinya yang empuk. Andaikan saya tidak sedang berbulan madu, pasti saya langsung membuka laptop dan ngeblog di situ. Pada atas meja mungil itu, sekarang tergeletak dua pasang nampan berisikan camilan dan minuman dengan sepucuk surat di antaranya.

Sepucuk surat dari Akhmad Fadholi, seorang pria, yang ternyata adalah General Manager Sheraton Bandung.

Letter from Sheraton

Letter from Sheraton

"It is so much pleasure to have you with us or even create a memorable memory during your stay."

Ah yes! Memorable Memory. That’s what I want to get, as much as I can, I will try to make my time here is counted to become an unforgettable precious memory.

Berikutnya, saya mengecek kamar mandi yang pintunya terdapat di samping tempat tidur. Taburan kelopak mawar nampak elegan menghias free standing bathtub di ujung ruangan dengan washtafel di sisi kiri dan walk-in rain shower di sisi kanan. Amenities yang disediakan di sana juga sangat lengkap, seperti sabun, sampo, conditionerbody lotion, sikat dan pasta gigi, hingga pencukur jenggot dan bulu-bulu halus lainnya.

Sungguh tak sabar rasanya ingin segera membawa semua amenities ini pulang untuk oleh-oleh mandi bersama Neng, karena sudah halal.

Neng, umm anu...”

“Apa Mas?”

“…itu yuk…”

TOK-TOK-TOK!

“Mas, kayaknya ada yang ketuk pintu.”

“Ah, masa sih? Cuekin saja yuk.”

TOK-TOK-TOK!

“Coba dicek dulu, Mas.”

ARGH! Dengan berat hati, saya pun berjalan ke arah pintu setelah mengenakan kembali pakaian yang sudah sempat terlepas dengan sendirinya. Di depan pintu telah berdiri seorang pria, lagi-lagi pria, dengan senyum di bibirnya dan sepotong cake di tangannya.

“Selamat ulang tahun Pak Arif.”

Sheraton Bandung

Birthday Cake from Sheraton

Whoa a surprise! Who can say no to a birthday cake? “Terima kasih, Pak!”

“Jangan lupa ada evening cocktails di lounge sampai pukul tujuh nanti.”

Oh iya, salah satu keuntungan menginap di Towers Room, adalah free access untuk ke Towers Lounge yang menyediakan kopi, teh, dan camilan secara gratis sepanjang hari, termasuk adanya evening cocktails yang dapat dinikmati mulai pukul 16.00 hingga 19.00.

Saat itu, waktu sudah hampir pukul enam petang, yang berarti tinggal sedikit waktu untuk dapat menikmati evening cocktails di lounge. Nganu-nganu bisa ditunda, namun evening cocktails tidak boleh dilewatkan, karena gratis dan terbatas waktunya.

“Yuk Neng, kita siap-siap.”

Sheraton Bandung

Tak berapa lama, kami telah tiba di Towers Lounge, untuk ngemil-ngemil lucu, sebelum melangsungkan romantic dinner yang memang sudah saya pesan pada honeymoon package, selain couple spa keesokan harinya.

“Mau minum teh atau kopi, Pak, Bu?”

“Teh saja, Pak.” Jawab saya, sambil meminta Neng untuk mengambil beberapa macam cemilan pada meja yang tersedia.

Setelah beberapa suap dan hap! saya duduk santai untuk menurunkan makanan, sambil menatap sebuah cincin palladium di jari manis saya. Saya berkata dalam hati “Finally, I did it. That was the craziest thing I ever did.“. Gaya ya, ngebatin saja pakai bahasa Inggris. “Benar kan ya, kalau saya sudah menikah?”.

Saya mencubit pipi sendiri, rasanya sakit. Saya mencubit paha Neng, dia menjerit. Ternyata benar, ini bukan mimpi.

“Pak.”

Seorang pria lain mendatangi saya, usianya nampak lebih muda dari saya. “Ya, Mas?”

“Kalau sudah siap untuk makan malam, mohon dikabari. Karena makan malam akan disajikan di luar ruangan.” Ujarnya sambil menunjuk salah satu bagian lounge yang terletak di luar dan mempunyai view pedesaan yang asri.

“Siap Mas, terima kasih.” Saya berpaling ke Neng, “Mau makan malam sekarang?”

“Boleh.”

“Tunggu ya.” Sedetik kemudian, saya berlari ke kamar, berganti pakaian terbaik yang saya punya. Ini makan malam pertama kami sebagai suami dan istri, yang jatuh tepat di hari kasih sayang sekaligus ulang tahun saya, dan saya tidak mau menyia-nyiakan momen pada malam itu.

Sheraton Bandung

Romantic dinner at Sheraton Bandung

Dengan ditemani hawa dingin khas Bandung dan suara kodok yang sesekali terdengar dari sawah, kami memulai makan malam tersebut dengan memfoto makanannya, baru berdoa. Adapun penyajian makanannya adalah full set menu yang terdiri dari snack, appetizer, main coursedessert, dan sebatang lilin.

“Saya pesan steak-nya medium rare, ya mas!” Seru saya semangat. Maklum, tadi siang belum sempat makan banyak setelah berdiri berjam-jam kala resepsi. Sementara, daging dipercaya oleh saya sendiri akan meningkatkan nafsu dan vitalitas di malam pertama.

Hehehe.

Selagi kami makan, tiba-tiba datang seseorang yang membawa gitar ke arah kami. Lagi-lagi pria lagi.

“Mau dinyanyiin, Bapak Ibu?”

“Asal jangan disholatin saja, Mas.” Celetuk saya dalam hati. Berikutnya, pria tersebut membawakan lagu Semua yang Ada Pada Saya yang aslinya dinyanyikan oleh John si Legenda.

Merdu, dan syahdu.

So, how was the food?” Kali ini, giliran chef Sheraton yang datang menghampiri kami. Iya benar, lagi-lagi seorang pria, kali ini warga negara asing.

IT WAS FANTASTIC!” Sahut saya.

THE STEAK WAS GREAT!” Imbuh Neng.

Si pria tersebut tersenyum, lalu berujar terima kasih, dalam bahasa Inggris. Setelah pria tersebut pergi, Neng memegang tangan saya, tersenyum, sebelum berucap perlahan seperti berbisik “Mas, ke kamar yuk.”

YES! AKHIRNYA! MALAM PERTAMA AKAN DATANG, BEIBEEHHH!

Sheraton Bandung

“Mas…”

“Neng…” Saya mendekat ke arah Neng, yang sudah berada di tempat tidur, dengan cahaya lampu yang temaram.”

“Mas…”

“Neng…” Saya berbisik perlahan di telinga Neng. “Da pa neh klw leh tw?

“Anu…”

“Kita mau nganu?” Saya mulai melucuti pakaian sendiri.

“Anu Mas.”

“Iya, nganu kan, yuk.” Saya memegang pipi Neng, sambil menatap matanya dalam-dalam.

“Aku dapet, Mas.”

“AAAARRGGGGHHHHHHH TIDDDAAAAAKKKKKKKKKKK!” Until now, that was the scariest three words I have ever heard.


Paginya, matahari bersinar lebih cerah dari biasanya, entah karena saya sedang cuti, atau pagi pertama sebagai seorang suami selalu seindah ini. “Selamat pagi, sayang, mau minum teh apa kopi?” Sapa Neng di balik kausnya yang kebesaran.

Dua jam kemudian, setelah menikmati sarapan pagi yang lezat dan bergizi, saya dan Neng segera menuju ruang spa untuk mendapatkan full body massage selama satu jam penuh. Sungguh, pengalaman spa hari itu adalah salah satu pengalaman spa paling nikmat yang pernah saya dapatkan, walaupun dilakukan dengan mengenakan sempak kertas, dan tanpa pijatan plus plus dari mbak-mbaknya.

Siang itu, saya meninggalkan Sheraton Bandung dengan sebuah senyum, janji serta usaha untuk bertanggung jawab atas keluarga kecil saya, dan doa supaya pernikahan saya dengan Neng dapat langgeng hingga puluhan tahun berikutnya.

Juga sebuah doa kecil, supaya Neng segera selesai menstruasi.

Perjalanan Setelah Pernikahan (Epilog)

Ngunduh Mantu

Tiga minggu berikutnya, kami sudah berada di Ungaran, tepat beberapa hari setelah bulan madu kami berakhir. Kali ini kami datang untuk merayakan pernikahan dalam sebuah acara yang bertajuk ‘Ngunduh Mantu’, atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan ‘Downloading daughter-in-law’ yang berarti sebuah resepsi pernikahan yang diadakan di tempat mempelai pria, dengan cara mendatangkan istrinya, si menantu wanita.

Untungnya, kali ini kami banyak dibantu oleh Mama yang menyiapkan acara ini dengan baik, sehingga kami dapat sedikit bersantai, tidak repot seperti ketika mengurus dokumen pernikahan dan mengurus sendiri persiapan pernikahan.

Pada hari itu, 5 Maret 2016, sebuah perjalanan panjang telah berakhir. Sebuah perjalanan panjang bernama pernikahan. Sebuah perjalanan panjang yang membuat saya berpikir untuk menikah hanya sekali seumur hidup, karena repot dan capeknya. Sebuah perjalanan panjang yang mengawali perjalanan demi perjalanan lainnya, bersama Gladies yang sudah tidak Gladies lagi, karena sudah menjadi Nyonya Arif.

Bersambung, tapi bo’ong…