Ada yang bilang kalau saat yang tepat untuk mengunjungi Jepang adalah saat musim semi, ketika bunga sakura mekar dan sedang ranum-ranumnya. Namun ada juga yang mengatakan bahwa waktu paling seru mengunjungi Jepang adalah ketika musim panas karena bisa mendaki hingga ke Puncak Gunung Fuji. Lain halnya dengan yang berpendapat bahwa Jepang terlihat lebih fresh ketika bisa melihat musim gugur dengan warna-warninya, atau malah ada yang berkomentar lebih asyik kalau bisa bermain ski di musim dingin.

Pendapat tersebut tidak ada yang salah, karena Jepang memang dikenal sebagai negara empat musim yang mana tiap musimnya mempunyai kejutannya sendiri. Ketika saya mengunjungi Jepang pada sebuah musim gugur beberapa waktu lalu, saya pun mendapatkan sensasi yang dahsyat. Bukan, bukan sensasi mandi beramai-ramai di onsen, berburu geisha, ataupun mengunjungi adult shop, melainkan sensasi ketika menikmati alam musim gugur untuk pertama kali sepanjang hidup.

Dedaunan beraneka warna yang berguguran, hawa dingin yang sesekali menusuk tubuh, juga pemandangan alam yang menyegarkan (termasuk pemandangan gadis-gadis lokal ber-yukata yang terlihat lugu), semua saya nikmati di musim gugur tersebut. Dan berikut ini adalah 7 (tujuh) cara seru menikmati musim gugur di Jepang.

1. Pilih Waktu yang Tepat

Toyama

Mount Tateyama

Bagi saya, waktu yang tepat untuk mengunjungi sebuah negara (awalnya) adalah ketika mendapatkan tiket yang murah. Dan semuanya berawal karena sebuah SMS yang masuk dari Rico, adik sepupu saya, ketika saya sedang sibuk bekerja di kantor.

“Mas, minta tolong booking-in tiket ke Jepang untuk dua orang dong.” Ujarnya singkat. “Aku gak punya kartu kredit.”.

Saya sebagai saudara yang bijaksana dan penuh kasih sayang, tentu saja mengiyakan. “Untuk berapa orang? Sama siapa? Semalam berbuat apa?”.

Henpon saya kembali bergetar, “Untuk dua orang, sama Osa.”. Berikutnya, Rico mengirimkan data diri penumpang kepada saya, yang diakhiri dengan sebuah pertanyaan, “Gak ikut sekalian, Mas?”.

“Gak ah, cutinya mau habis.” Pungkas saya, sebelum membuka halaman maskapai yang dimaksud. Dan tiga puluh menit kemudian, saya memberi kabar kepada Rico, bahwa saya telah membeli tiket pulang pergi ke Jepang untuk tiga orang. “Aku ikut juga.”.

Ya, siapa juga yang bisa tahan dengan rayuan tiket pulang pergi kurang dari dua juta rupiah tersebut. Sebagai lelaki normal, tentu saya tak menolak. Dan berangkatlah kami ke Jepang, pada bulan Oktober, pada sebuah musim gugur.

2. Kembali ke Alam

Toyama

A scenic spot in Toyama

Untuk benar-benar menikmati musim gugur, kamu haruslah membaur dengan alam, bukan dengan mal serta gedung-gedung bertingkat khas perkotaan. Dan sebagai orang-orang yang mempunyai #100persenMentalAlam, kami memilih Prefektur Toyama sebagai destinasi khusus musim gugur.

Yang menarik dari prefektur ini adalah, adanya Tateyama Kurobe Alpine Route, sebuah rute wisata legendaris yang menyajikan bentang alam menakjubkan. Rute yang dikenal sebagai “Roof of Japan” ini melewati Gunung Tateyama (3015 mdpl), yang merupakan satu dari tiga gunung suci di Jepang (dua sisanya adalah Gunung Fuji dan Gunung Hakusan). Legenda lokal mempercayai bahwa apabila seseorang mendaki gunung ini semasa hidupnya, maka jiwanya kelak akan langsung menuju surga ketika mereka meninggal.

Dan beruntunglah kami, karena zaman sudah berganti, sehingga untuk menuju surga tak perlu repot-repot mendaki gunung Tateyama selama berhari-hari, namun cukup mencium telapak kaki ibu menggunakan berbagai moda transportasi unik yang membentang sepanjang 90 kilometer.

Toyama

Toyama Chiho Railroad

Tak ada suara ayam berkokok maupun adzan subuh yang berkumandang di telinga ketika Bus Willer yang kami tumpangi dari Tokyo tiba pagi hari di Tateyama. Masih dengan mengucek mata, kami berjalan turun dari bus dan mendapati sebuah pemandangan yang tak asing bagi kami.

Lawson.

Namun bukan Lawsonlah yang menjadi histeria kami, namun karena di sinilah awal perjalanan sehari di musim gugur yang biayanya lebih mahal daripada tiket pesawat ke Jepang ini dimulai.

Transportation in Toyama

Transportation in Toyama

Awalnya adalah menggunakan kereta api melewati Toyama Chiho menuju Tateyama Station, yang dilanjutkan cable car dengan lintasan yang hampir vertikal ke Bijodaira. Dari sini, perjalanan dilanjutkan dengan Tateyama Highland Bus yang melewati air terjun tertinggi di Jepang dan berhenti pada Midagahara Station dan Tengudaira Station sebelum berlabuh di Murodo, tempat tertinggi yang bisa dicapai oleh kendaraan beroda. Pada jalur ini, di kiri kanan bukan lagi pohon cemara, melainkan beraneka vegetasi yang memancarkan warna-warni musim gugur, seperti merah, oranye, hingga kecoklatan.

Dari Murodo, yang merupakan pos terakhir apabila ingin mendaki Mount Tateyama, pelancong dapat langsung menaiki Tateyama Tunnel Trolley Bus (bus listrik dengan jalur tertinggi di Jepang yang melewati terowongan yang dibuat dengan melubangi Gunung Tateyama) sebelum turun ke Kurobedaira dengan Tateyama Ropeway, atau trekking di Murodo, sambil menikmati keindahan danau cermin Mikurigaike Pond sebelum mencelupkan diri sembari menghilangkan pegal pada onsen tertinggi di Jepang.

Toyama

Tateyama Ropeway

Dari Kurobedaira, pelancong akan dibawa meluncur lagi ke bawah dengan Kurobe Cable Car yang merupakan satu-satunya underground cable car di Jepang hingga Kurobe Dam. Dari situ, semua harus berjalan menyusuri bendungan yang merupakan bendungan terbesar di Jepang, hingga ke perhentian Kanden Tunnel Trolley Bus, sebelum kembali ke transportasi umum antar kota.

Sebuah day trip termahal yang pernah saya lakukan guna kembali kepada alam. Perjalanan termahal yang tak akan saya sesali, karena menbuat saya semakin dekat dengan Sang Pencipta, di Gunung Tateyama nan indah yang melambangkan surga.

Hey, there’s no cheap way to heaven, right?

3. Hiking!

Salah satu aktivitas outdoor yang paling disukai penduduk Jepang adalah hiking, pria dan wanita, tua dan muda semuanya akan melakukannya di musim-musim tertentu. Karena menganut prinsip “Di mana bumi dipijak, di situ langitnya biru” saya dan Rico pun memutuskan untuk melakukan hiking di rute ‘Boardwalk Short Loop’ ketika bus berhenti di Midagahara Station.

Sementara Osa, yang saat itu sedang sibuk dengan kameranya, memilih untuk menunggu di stasiun. Anak yang lemah.

Toyama

Hiking in Toyama

Satu hal lain yang saya sukai dari berlibur ke Jepang, adalah keramahan penduduknya. Terbukti ketika saya sedang hiking bersama Rico dan berpapasan dengan nenek-nenek setempat yang telah selesai hiking, mereka selalu menyapa kami dengan ucapan “Konnichiwaaaaaaaa.” sambil tersenyum dan sedikit membungkukkan badan yang kemudian saya balas dengan “Waalaikumsalam.”. Maklum, namanya juga traveler syariah.

4. Mengenakan Pakaian yang Tepat

Musim gugur, adalah saat peralihan dari musim panas ke dingin, jadi wajar apabila suhu udara bisa tiba-tiba menusuk. Bahkan di tempat tertentu seperti Murodo, suhunya bisa mencapai kurang dari 5° Celcius! Oleh karena itu, seyogyanya pakaian yang dipakai pun menyesuaikan dengan lokasi yang didatangi.

Seperti misalnya, yang diperagakan oleh model Trubus di bawah ini.

Toyama

How to dress in Toyama (Photo by: Osa)

Secara sepintas, model tersebut tampak tersenyum walaupun sebenarnya menahan kejomloan saat itu dingin yang semakin menusuk (menusuk badan, bukan menusuk yang lain, dari belakang). Pada gambar di atas, sang model mengenakan:

  • Kupluk Mamang-Mamang Puncak, tanpa merk dan tidak sombong, IDR-65K.
  • Syal Kelas Menengah Ngehek, tanpa merk jadi gak perlu merek, IDR-30K.
  • Goose Down Jacket, Champion tapi kayaknya KW Super, IDR-300K.
  • Kaus 500 Days of Summer, Gila Film Shop size S, IDR-100K.
  • Sarung Tangan Bukan Rajutan Nenek, Quiksilver, HKD-64.
  • Celana Cargo, Bershka pas diskonan, IDR-299K.
  • Kaus Kaki Anti Bacteria Tapi Gak Anti Bau, Uniqlo, RM-39 dapat 2 pasang.
  • Sepatu Lari Biar Kayak Anak Indo Runners, Nike Lunarglide 3, price by request, kondisi 80% sekarang.
  • Kamera Prosumer Lumayan, Nikon P 7000, beli saat harganya IDR-4.000K, namun kondisinya mengenaskan sekarang, motor lensa mati total.
  • Celana Dalam, lupa waktu itu pakai apa gak.

5. Berfoto Seperti Ini

Autumn in Japan

Photomodel Shoot in Japan (Photo by: Osa)

Tiada yang lebih keren dibandingkan berfoto di musim gugur dengan background pepohonan yang menguning, dan daun-daun cokelat yang berserakan di tanah. Semuanya akan lebih lengkap apabila dilakukan oleh model profesional dan seorang fotografer berpengalaman.

Yang tentu saja bukan saya.

6. Pergi Beramai-ramai Bersama Kawan

The more, the merrier. Ungkapan yang kadang kala ada benarnya juga apabila diterapkan ketika traveling di musim gugur. Ya, dengan pergi beramai-ramai bersama kawan yang memang sudah dekat, maka suasana liburan akan semakin menyenangkan. Sama menyenangkannya dengan bertemu dengan bertemu dedek-dedek gemetz seperti di bawah ini.

Autumn in Japan

Girls in Yukata, KAWAAIIII ~

Ketika bepergian bersama, kami dapat saling menjaga satu sama lain, mengingatkan ketika ada yang berbuat khilaf, atau justru mengikuti apabila khilafnya enak. Kami juga dapat bergantian memotret satu sama lain tak perlu meminta tolong orang setempat dan mengalami kendala bahasa, juga kami dapat bergantian busana apabila bosan dengan busana yang dibawa (Catatan: Hal ini sebaiknya tidak diterapkan untuk pakaian dalam).

7. Tetap Menjaga Kebersihan

Sepertinya terdengar klise, tapi inilah salah satu hal penting yang dapat menjaga kelestarian alam, dan membuat sebuah objek wisata selalu nyaman untuk dikunjungi.

Mungkin akan terdengar berat bagi kebanyakan orang Indonesia –yang terbiasa merokok di mana saja, mengupil dan menempelkannya di bawah meja, juga membuang sampah sembarangan– untuk melakukannya. Namun lihatlah Jepang, negara di mana kamu akan jarang sekali menemukan sampah berserakan di jalanan, upil menempel di bawah meja, dan orang-orang yang merokok sembarangan. Itu semua karena perilaku orang-orangnya yang disiplin dan menyayangi alam.

Dan sudah tugas kitalah yang memiliki #100persenMentalAlam untuk merawat dan melestarikan alam Indonesia, bukan begitu?

Toyama

An elder couple, hiking at Toyama.

Arigatou Gozaimasu!