Sungguh, bukan maksud saya mengunjungi museum ini pada petang itu. Namun kalau ada yang bisa disalahkan, maka salahkan si wanita penjaga loket Top of The Rock Observation Deck Rockefeller Center, New York, Amerika Serikat.

The ticket for now is not available.” Ucap si wanita begitu saya tiba di antrean terdepan. Sebelumnya, saya telah berdiri mengantre selama sekitar tiga puluh menit. “The next available time is 8PM.”

So I can’t see the sunset?” Tanya saya, sedikit panik, karena sebelumnya Nindya pernah bercerita kalau saat paling keren untuk mengunjungi Top of The Rock adalah ketika matahari terbenam, atau yang dalam bahasa setempat disebut sunsetJust in case kamu belum tahu.

Wanita Afro American tersebut menggeleng, kemudian menatap saya sambil sedikit membelalakkan matanya “So, you take it or not? Hurry up, many people are waiting for you.” Jelasnya lagi sambil menunjuk ke antrean di belakang saya.

Sungguh, bukan maksud saya untuk terlambat, dan jangan salahkan saya kalau sedikit terlambat tiba. Salahkan kasur di apartemen Lex, host airbnb saya di Harlem, yang terlampau menggoda (kasurnya, bukan tubuh sintal Lex), yang membuat saya tidur pulas setelah mengunjungi Patung Liberty dan Wall Street pagi harinya.

Do you have any other visit time?

Yes, 8.30PM

Okay, I’ll take that.” Jawab saya, sambil melakukan pembayaran. Saya berpikir, kalau sudah tak dapat sunset ya sudah malam sekalian, dan lebih baik menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di sekitar situ.


Fifth Avenue

Fifth Avenue, New York

Lepas dari Rockefeller Center yang terletak di antara fifth dan sixth avenue pada 50th street, saya bergerak ke selatan, menyusuri fifth avenue. Di New York, tepatnya Manhattan, jalanan terbagi menjadi dua, yaitu avenue yang membentang dari utara ke selatan, dan street yang membelah avenue tersebut ke dalam blok-blok kecil. Sebagai gambaran, panjang 20 blok yang membentang adalah sekitar 1 mil, atau 1,6 kilometer menurut The International System of Units. Dan rata-rata dibutuhkan waktu 2 menit untuk berjalan menyusuri tiap blok, tanpa berhenti, tanpa foto-foto, tanpa selfie.

Saya terus bergerak ke selatan, melewati berbagai landmark yang menarik. Mulai dari New York Public Library, Empire State Building, hingga berbagai macam toko fashion ternama juga toko oleh-oleh khas Amerika Serikat. Pada sebuah persimpangan, saya sempat berhenti, dan memperhatikan seseorang berdandan mirip Joker menyeberang jalan. Sementara di persimpangan berikutnya, matahari mulai terbenam dari arah barat dan memendarkan cahaya emasnya di antara gedung-gedung tinggi.

Lalu saya berhenti lagi, di 27th street, dengan Flatiron Building yang berdiri megah di kejauhan. Namun perhatian utama saya bukanlah itu, namun sebuah bangunan kecil di seberang jalan. Sebuah bangunan bertuliskan Museum of Sex.

Museum of Sex

Museum of Sex

Mosex

Sex

Sex

Sex

Astaghfirrulah hal’azim. Saya langsung mendatangi bangunan itu dengan berapi-api. 


Sungguh, bukan maksud saya untuk langsung berdiri di deretan orang-orang yang mengantre di kasir Museum of Sex dan membeli tiket masuk seharga 17,5 Dollar. Saya hanya ingin tahu, apakah yang terdapat di dalamnya, apakah bisa dijadikan sebagai bahan aduan ke FPI atau ternyata justru dapat menambah wawasan dan khazanah pengetahuan saya sebagai seorang traveler syariah. Dan kalau ada yang bisa disalahkan, salahkan anu saya yang begitu besar. Rasa ingin tahu, maksudnya.

Ada dua aturan yang harus dipatuhi oleh pengunjung sebelum memasuki Museum ini, yang pertama adalah pengunjung dibatasi hanya pengunjung dewasa saja, dan yang kedua adalah merokok, makan, dan minum tidak diperbolehkan di sini.

Okay, saya rasa saya sudah cukup dewasa, yang ditandai dengan bulu-bulu halus di seluruh badan yang tumbuh, suara parau, serta jakun yang membesar. Dan kemudian saya tidak merokok, juga sedang tidak makan dan minum, karena harganya mahal cyin.

Saya menyerahkan tiket masuk kepada seorang petugas keamanan yang berdiri pada pintu kecil di samping kasir, pria berkumis itu menatap saya dengan tajam, sambil melengkungkan bibirnya sempurna, “Welcome to Museum of Sex. Enjoy.” Ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya, genit.

[Lanjutan artikel ini, hanya boleh dibaca oleh kamu yang sudah cukup dewasa, atau sudah berjakun. Read at your own risk.]

Saya memasuki pintu tersebut, dan menaiki tangga yang terdapat di belakangnya. Klik! Pintu tersebut menutup perlahan. Saya telah terjebak di Museum of Sex.

Dengan cemas sembari berdzikir, saya memasuki ruang ekshibisi pertama di museum tersebut yang berjudul:

The Eve of Porn 

Sebuah ruangan bercat putih pucat menyambut saya, tidak terlalu luas, mungkin hanya seluas lapangan badminton dengan beberapa foto erotis dalam bingkai yang dipajang di dindingnya. Pada salah satu sisi dinding ruangan tertulis sebuah kalimat yang menyentil banyak wanita di dunia.

“I’ve learned to do things with my mouth and vagina that few women anywhere can ever hope to achieve.”

Alhamdulillah, saya seorang pria dewasa berjakun.

The Eve of Porn

Linda Lovelace, The Eve of Porn.

Kalimat tersebut adalah memorable quote dari Linda Lovelace, yang merupakan salah satu legenda porno kelas dunia. Linda Lovelace, yang terlahir dengan nama Linda Boreman (namun tidak pernah membosankan bagi para pria), mulai tenar ketika filmnya yang berjudul ‘Deep Throat’ dirilis pada tahun 1972. Film tersebut mengisahkan tentang seorang wanita yang memiliki klitoris di belakang tenggorokan, sehingga untuk memuaskan nafsunya, dia harus memasukkan kemaluan pria dalam-dalam (deep) ke dalam tenggorokannya (throat).

Selain bintang porno, Linda juga dikenal sebagai seorang penemu. Penemu ‘Deep Throat’ tepatnya, sehingga kemudian dia dikenal sebagai ‘The Eve of Porn’. Saat itu, bintang porno adalah profesi yang dianggap prestisius, terbukti dengan munculnya Linda di cover majalah Esquire juga mendapatkan undangan untuk menghadiri Academy Awards.

Pada tahun 1973, nama Linda menjadi semakin tenar, dengan dipanggilnya Linda ke Playboy Mansion oleh Hugh Hefner. Linda bercerita tentang pengalaman seksnya dengan Hugh, dan mendeskripsikannya, “He gave me the best ass-fuck I’ve ever had.“. Di tahun yang sama, Linda juga menyebutkan bahwa ketenarannya tak lepas dari bantuan Henry Kissinger, “Mr. Kissinger helped open the doors to Red China and Russia. I opened my throat for all the world to enjoy.”

Seorang sahabat dekat Linda, Sammy Davis Jr. (1973) bahkan mengatakan, “The biggest status symbol this year is to have your cock sucked by Linda Lovelace. You guys had better book a date with her, or else you’ll no longer be the Kings of Cool.“.

Sial, berarti saya gak cool dong. Saya meninggalkan ruangan tersebut dengan menyesal, dan membiarkan Linda melakukan oral sex di sebuah layar monitor yang juga terpasang pada ruangan tersebut. Oral sex buas yang dilakukannya pada seorang pria yang memiliki penis berjembut lebat berukuran sekitar 7 cm, diameternya.

Sekadar informasi, Linda Lovelace meninggal di tahun 2002 pada sebuah kecelakaan mobil. Semoga amal ibadah Beliau yang telah membahagiakan banyak orang diterima di sisi-Nya.

Funland

Saya sedikit gugup ketika memasuki ruang ekshibisi kedua yang bertitel Funland ‘Pleasures and Perils of The Erotic Fairground. Ketika pintu terbuka, saya mendapati diri saya pada sebuah ruangan remang-remang dengan warna gelap dan merah yang mendominasi. Suara berdenging menghiasi ruangan tersebut, dan sesekali terdengar bunyi desahan wanita.

Welcome to Funland.” Saya sedikit kaget ketika seorang wanita pirang berpakaian latex mendekati saya dengan cambuk di tangan. Melihat sedikit keriput di wajahnya, saya menebak usianya adalah sekitar 50 tahun. Namun pakaian latex hitam ketat dengan belahan dada rendah yang dikenakannya, membuat saya seketika melupakan keriputnya.

Y..es Ma’am!” jawab saya sedikit gugup, namun tetap mencoba tersenyum bahagia. Wanita itu memegang tangan saya, dan menarik saya ke salah satu wahana di sudut ruangan.

Tunnel of Love

Wahana itu mirip rumah kaca yang saya temui di Dunia Fantasi, Ancol, namun kali ini situasinya gelap, dengan cahaya yang menyinari cermin-cermin di dalamnya. “Enjoy The Tunnel of Love.” Ucap si wanita sambil memecutkan cambuknya, perlahan, ke pantat saya. “I’ll be waiting on the other side.”

Saya menyibak tirai di depan saya, dan melihat bayangan saya sendiri dalam gelap. Sementara pada etalase di samping saya, terdapat beberapa objek yang menyerupai vagina wanita. Vagina, bukan man-gina. Berada seorang diri dalam Tunnel of Love membuat perasaan gugup yang teramat dalam menghampiri, dan ayat-ayat suci yang saya lantunkan dalam hati pun seakan tak berguna “Bagaimana kalau saya diapa-apakan dan digagahi di dalam sini?, Bagaimana kalau saya tidak dapat melawan dan malah menikmati?, Bagaimana kalau saya dijadikan bintang porno dan menjadi terkenal seperti vokalis band yang itu?” Aduh, sepertinya saya telah dijebak.

Dengan perasaan yang tak menentu, saya memutuskan untuk walk out meninggalkan suara-suara desahan dan tawa di dalam ruangan, kembali ke si wanita.

Jump For Joy

Why did you come back?” Tanya si wanita latex.

Saya yang punya harga diri menjawab “I didn’t like it.” alih-alih menjawab “I’m afraid, and officially missing you.

Oh, it’s okay honey.” Ucapnya menenangkan saya, “Wanna try this attraction? It’s called Jump For Joy.” Wanita itu berusaha merebut kembali perhatian saya. Dasar wanita, semua sama saja, giliran dicuekin, eh merajuk minta perhatian. Hih!

Saya menatap ke wahana yang ditunjukkannya, dan kemudian melongo. Sebuah kotak besar, mirip wahana kolam balon untuk anak-anak terdapat di sana, namun bedanya adalah, kolam di sini berisikan balon-balon raksasa yang berbentuk seperti payudara, dengan warna puting yang beraneka ragam. Mulai dari hitam pekat, cokelat muda seperti yang saya lihat di Phuket, hingga merah muda yang mengingatkan saya pada boneka wanita pada adult shop di Jepang.

Jump For Joy

Nipple everywhere at Mosex.

Saya hanya mengintip sejenak ke dalam wahana tersebut, sebelum keluar lagi. “Why?” Tanya si wanita latex.

I didn’t like it.” Jawab saya datar. Ya bermain kolam balon, adalah mainan anak kecil, karena orang dewasa harusnya bermain payudara sungguhan, kalau sudah halal. Insha Allah.

Foreplay Derby

Uhm, okay then.” Sahut si wanita lirih. “How about we play a game?” Tanyanya lagi, sambil menunjukkan permainan seperti apakah yang akan kami mainkan.

Di sana, sudah ada sepasang muda-mudi bule sedang bermain sebuah permainan. Seperti permainan balap kuda di pasar malam (pasar malam Amerika, tentu saja), di mana kuda-kuda tersebut digerakkan dengan bola-bola yang dilemparkan ke lubang, dan siapa cepat mencapai garis finis dialah yang menang. Namun bedanya, di sini bukan kuda yang berlomba, melainkan penis berwarna emas!

Foreplay Derby

Penis racing, woohoo!

Setelah mereka bermain, giliran saya yang mencoba. Dan karena saya sendirian, maka si wanita latex mau tak mau harus menjadi lawan saya. Yes! Kali ini dialah yang terjebak. Saya langsung memikirkan fantasi liar yang akan saya lakukan apabila berhasil menang dalam permainan ini.

Are you ready?” Tanyanya perlahan, di kuping saya.

Saya mengangguk, “Yes.”

3… 2… 1… and go!

Saya berusaha sebanyak mungkin memasukkan bola ke dalam lubang yang tersedia, dan mendorong penis saya mencapai garis finis secepat mungkin. Semakin banyak bola yang masuk lubang, semakin cepat pula penis saya bergerak. Setelah detik-detik yang menegangkan, lomba balap penis ini pun berakhir. Dan hasilnya, saya kalah.

Okay, because you lose…” Si wanita latex menghentikan ucapannya sesaat “…I have to punish you.

Glek! Saya menelan ludah. Ludah sendiri, bukan ludah si wanita latex. Berikutnya, si wanita mengarahkan cambuknya lagi. Ke pantat saya. Lagi-lagi pantat saya yang masih perawan menjadi korban cambukannya, tiga kali!

AWWWWW! LAGI DONG!

Grope Mountain

Setelah lomba yang cukup seru, saya berpisah dengan si wanita latex. Sempat berpikir untuk menitikkan air mata, namun pantang rasanya bagi pria dewasa yang berjakun menangis karena wanita yang baru saja dikenal. Sebelum keluar dari Funland, saya mendapati satu wahana lagi yang nampak menarik sekaligus menjijikkan.

Namanya Grope Mountain, wahana mirip panjat dinding, namun bedanya kali ini yang dipanjat adalah batu buatan berbentuk berbagai kelamin manusia. Sebut saja penis, payudara, vagina, hingga kelentit hadir menghiasi tembok biru ini.

Grope Mountain

Wanna try to climb woman’s body?

Saya hanya sempat mengusap-usap beberapa alat peraga di wahana ini, sebelum beranjak ke ruang ekshibisi berikutnya dan meninggalkan Funland yang dirancang oleh duo seniman yang bermarkas di London, yaitu Bompas & Parr.

The Sexlives of Animals

Ruangan berikutnya, nampak lebih terang daripada Funland, dengan patung seekor kera yang sedang ereksi menyambut saya. Kali ini sudah tak ada lagi si wanita latex, dan digantikan oleh patung serta lukisan binatang-binatang yang terpampang jelas tanpa busana.

Sesuai dengan namanya, ruang ekshibisi kali ini menampilkan berbagai perilaku seks dari binatang, yang mungkin saja kamu tidak pernah tahu, karena tidak pernah dijelaskan dalam buku biologi maupun kitab suci. Seperti misalnya:

  • Tahukah kamu, kalau hyena jantan dan betina sama-sama memiliki penis –yang juga memiliki kantung skrotum–, namun penis pada betina berfungsi ganda sebagai klitoris?
  • Tahukah kamu, kalau ternyata rusa juga dapat melakukan threesome?
  • Tahukah kamu, ada beberapa spesies lumba-lumba yang gay, di mana mereka berhubungan dengan menggunakan blow hole yang terdapat di atas kepalanya, sementara pasangannya menggunakan sirip yang difungsikan sebagai penis?
  • Tahukah kamu, kalau kera (atau lebih tepatnya simpanse) bonobo jantan acapkali memberikan makanannya (karena tak punya uang) –seperti misalnya batang tebu– untuk mendapatkan pelayanan seks dari bonobo betina?
  • Tahukah kamu, kalau panda juga suka melakukan doggy style, padahal dia panda bukan anjing?

Semuanya pertanyaan tersebut akan terjawab begitu kamu memasuki ruang ekshibisi ini. Saya yang sudah cukup puas mengamati perilaku seks binatang, segera bergegas menuju ruang selanjutnya, dan berharap menemukan sesuatu yang dapat dipetik sebagai pelajaran hidup.

Spotlight

Ruangan berikutnya, berisi berbagai memorabilia yang berkaitan dengan seks yang kebanyakan belum pernah saya saksikan sebelumnya. Memorabilia yang dipajang di Spotlight on The Permanent Collection ini kebanyakan berasal dari masa lampau, di mana seks masih dirayakan dengan cara-cara yang unik, dan mungkin bisa dibilang aneh.

Berikut ini adalah beberapa contohnya, selain patung sepasang manusia telanjang tanpa sehelai benang di sudut ruangan:

  1. Anti Masturbation Pants, atau celana anti masturbasi untuk pria dengan lapisan kulit keras yang membungkus penis, dan gembok rantai di bagian belakang, bagaimana kamu bisa onani? Bahkan untuk kencing aja susah, butuh perjuangan melebihi melepas bra pasangan.

    Anti Masturbation Pants

    Anti Masturbation Pants

  2. Urinoir for Women, kata siapa wanita tidak bisa kencing berdiri? Buktinya ada urinoir khusus wanita, dengan corong yang lebih panjang, mungkin untuk duduk sekaligus ya? Sehingga si wanita dapat pipis sambil merasakan sensasi dipangku om-om.

    Urinoir for Women

    Urinoir for Women

  3. Pig & Goose Painting, cukup jelas, lukisan babi menyetubuhi seekor angsa. Entah karena nafsu atau memang doyan.

    Pig & Goose

    Pig & Goose

  4. Disney Uncensored Painting, lukisan yang menampilkan banyak karakter Disney, namun semua karakter di sini nampak sedang melakukan perilaku yang tak biasa. Ada Kwak Kwik Kwek yang iseng membuka rok Desi Bebek, ada Snow White yang digagahi tujuh kurcaci, ada Gufi yang bercinta dengan Mini sementara Miki sedang menanti giliran, hingga Tinker Bell yang sedang melepas pakaiannya sehingga membuat Pinokio ereksi, hidungnya.

    Disney Uncensored

    Disney Uncensored

  5. Huge Wooden Dildo, by huge I mean INILAH DILDO TERBESAR YANG PERNAH SAYA LIHAT! Ukurannya sebesar kambing kurban berkualitas AAA, dengan mulut penis buatan sebesar helm Max Biaggi. Cara memakainya pun tak biasa, karena dildo ini harus diputar seperti sekrup, untuk dapat bergerak maju mundur, cantik. Pertanyaannya, kalau dildonya sebesar ini, lalu sebesar apakah … bungkusnya?

    Biggest Dildo in The World

    Biggest Dildo in The World

  6. Peculiar Masturbation Tool, alat masturbasi paling aneh yang pernah saya lihat karena dikombinasikan dengan sepeda kayuh, di mana untuk menggunakannya dibutuhkan dua orang. Pada bagian bawah peraga, ditaruh pula sebuah layar monitor yang menayangkan bagaimana penggunaan alat ini di masa lalu. Ada seorang pria yang mengayuh sepeda dengan kencang, sementara di ujung satunya, ada wanita yang mendesah keenakan ketika penis palsu tersebut berulang kali menembus vaginanya. Alat yang aneh, namun menyehatkan.

    Cycling Dildo

    Cycling Dildo

Lepas dari ruang ekshibisi ini, saya pun bergegas turun demi mengejar waktu kunjungan ke Top of The Rock, karena saya tak mau terlambat lagi. Namun, godaan muncul lagi ketika saya tiba di lantai dasar, ketika mengunjungi toko yang  tergabung dalam Museum of Sex ini.

Store

Sial, saya terjebak lagi! Batin saya ketika menemukan banyak sekali pernak-pernik menarik yang dijual di toko mungil milik museum ini. Tidak pengin beli sih, tapi penasaran ini apa itu apa terus apa gunanya? Dan saya pun memutuskan untuk melihat-lihat sekitar, sambil berharap si wanita latex kembali muncul dan minta dipangku.

Mosex Store

Mosex Store, here to service you.

Sebenarnya banyak sekali barang menarik di sini, mulai dari buku tentang sex, majalah-majalah porno klasik, hingga bantal dan kaus dengan quote-quote yang menggelitik. Namun itu adalah barang-barang biasa, dibandingkan yang berikut ini:

  • Condoms, bukan kondom biasa seperti yang kamu temui di Indomaret dan malu-malu untuk membelinya, melainkan kondom dengan berbagai varian rasa, bentuk, dan ukuran.

    Condoms

    Condoms

  • G-Spot Toys, mungkin inilah salah satu alat yang paling dicari para wanita, karena dapat membantu mereka menemukan G-Spot yang sering hilang. Heran, barang punya sendiri, nempel di badan, tapi sering hilang. Kan aneh. 

    G Spot Toys

    G Spot Toys

  • Anal Toys, kalau yang satu ini adalah alat untuk bermain belakang, atau seks lewat anus. Ada yang bilang kalau nge-seks lewat vagina itu rasanya nikmat, maka nge-seks lewat anus itu rasanya nikmat banget. Memang segala sesuatu yang diharamkan itu biasanya nikmat banget. Tapi kalau bisa jangan ya, guys

    Anal Toys

    Anal Toys

  • Fetish Equipment, bagi penggemar BDSM, tentunya pasti sudah tidak asing dengan perlengkapan ini. Cambuk, borgol, kalung berduri, tali tambang, hingga topeng berwujud anjing adalah beberapa alat yang dapat ditemukan di sini. Dan selepas pemutaran film 50 Shades Grey, saya yakin penjualan alat-alat ini akan meningkat. 

    Fetish Equipment

    Fetish Equipment

  • Penis Pasta, setelah melakukan berbagai adegan BDSM, tentunya kamu akan merasa lapar. Dan mungkin inilah salah satu pilihan makanan yang cocok, Penis Pasta. Pasta berbentuk penis mini, imut bukan?

    Penis Pasta

    Penis Pasta

Seorang kawan pernah berkata, bahwa akan menyesal apabila bepergian ke Amerika Serikat tapi tidak mampir ke museumnya, dan saya bersyukur telah mengunjungi salah satu museum di Amerika Serikat –satu-satunya museum yang saya kunjungi pada perjalanan kala itu–, yaitu Museum of Sex. Sebuah Museum yang membuat saya tidak menyesal terjebak di dalamnya.


Selamat hari Valentine, dan selamat berulang tahun, saya.

Let’s Celebrate Love, not Lie.

Selfie in America

Museum of Sex New York

Museum of Sex
233 Fifth Avenue at the corner of East 27th Street
Manhattan, New York
NY 10016, United States
10:00 am – 9:00 pm
(212) 689-6337