.

“Eh, gue kemarin habis dari Raja Ampat.”

“Wah, keren!”

“Sebelumnya lagi keliling Eropa sebulan.”

“Wow, mantap!”

“Malam Minggu kemarin ke Puncak sama cabe-cabean gue.”

“Njrit, cadas! Tapi…”

“Tapi apa?”

“Kapan terakhir kali kamu mengajak ibumu jalan-jalan?”

***

DSCN0993

Mama, swimming at Oasia Hotel.

Matahari pagi merambat naik di balik gedung-gedung bertingkat Singapura, sementara cahayanya dipantulkan kembali dengan apik melalui sebuah kolam renang yang terletak di lantai delapan Oasia Hotel. Pada airnya yang jernih terdapat sesosok tubuh yang mengambang dengan gerakan atletis tingkat kelurahan diiringi suara kecipak-kecipuk dan mulut yang menganga menanti oksigen masuk ke dalamnya. Iya, dialah Mama, yang sedang menikmati akhir tahun bersama saya.

Setelah puas berenang ke seluruh penjuru mata angin, mama mengeringkan tubuhnya, dan mendatangi saya yang berada pada ruang fitness hotel, untuk kemudian sarapan pagi. Hari itu, kami berencana mengunjungi Gardens by The Bay, yang merupakan wahana terbaru Singapura, di tahun 2012.

DSCN1010

Me & Mom, posing at Oasia Hotel

Gardens by The Bay, adalah sebuah taman buatan, yang di dalamnya terdapat beraneka macam tumbuh-tumbuhan yang diambil dari berbagai benua. Untuk mencapai wahana yang terletak di 18 Marina Gardens Drive Singapore ini cukup mudah, kita cukup menggunakan MRT menuju Bayfront MRT Station (CE 1) yang terletak pada Circle Line, lalu keluar melalui exit B, dan tinggal menyusuri terowongan sebelum keluar di Dragonfly Bridge/Meadow Bridge yang merupakan pintu masuk dari Gardens by The Bay. Salah satu keuntungan dari menginap di Oasia Hotel (sebagai akomodasi yang disediakan oleh Singasik, karena saya memenangkan ini) adalah, hotel tersebut memiliki terowongan khusus yang langsung menghubungkan hotel dengan stasiun MRT Novena, sehingga memudahkan pengunjungnya mencapai moda transportasi favorit Singapura tersebut.

Sebuah patung capung yang berdiri di tengah danau berair hijau kecoklatan menyambut kedatangan kami di Gardens of The Bay, sementara di kejauhan nampak Supertree Grove –taman buatan yang dibuat secara vertikal setinggi 25 hingga 50 meter– yang merupakan salah satu atraksi unggulan dari Gardens by The Bay. Saya agak sedikit bingung, mengapa capung yang dijadikan ikon Gardens by The Bay, bukan beruang madu atau unta betina. Setelah mencocokkan panorama di depan mata dengan yang tercetak pada tiket masuk, kami pun mengitari jembatan kayu di pinggiran danau. Menjelajah Gardens by The Bay lebih jauh.

DSCN1032

Welcome to Gardens by The Bay

Setelah menyeberangi Dragonfly Bridge, taman-taman tematik yang terkumpul dalam Heritage Gardens menemui kami. Mulai dari Colonial Garden yang mengingatkan kita akan kejayaan Singapura di masa lalu, Malay Garden yang menampilkan tanaman favorit Ras Melayu yang berdiam di Singapura, Chinese Garden di mana tanaman dipergunakan untuk beberapa tujuan tertentu seperti kepentingan keagamaan dan upacara, hingga Indian Garden yang menyimbolkan ketaatan umat Hindu pada dewa-dewanya. Semuanya melambangkan ras-ras yang berdiam secara rukun (abaikan konflik kecil yang terjadi di Little India beberapa waktu silam) di Singapura.

Lepas dari Heritage Bridge, ruang terbuka bernama The Canopy menyambut kami, di sini kami beristirahat sejenak sambil memandangi Supertree Grove yang megah dari kejauhan, sebelum melanjutkan perjalanan ke dua kubah raksasa yang merupakan atraksi utama dari Gardens by The Bay ini.

Kubah pertama bernama Flower Dome, yang ditasbihkan memiliki koleksi tanaman unik –yang tertanam pada beberapa taman tematik– dari seluruh penjuru dunia, mulai dari wilayah Australia, Amerika Selatan, Mediterania, California, hingga Afrika. Sekilas tentang Flower Dome, kubah ini memiliki luas sekitar 1,2 hektar atau lebih dari 2 buah lapangan bola yang digabungkan. Tinggi kubahnya mencapai 38 meter dengan volume mencapai 195,000 m³ atau seperti volume 75 kolam renang ukuran olimpiade, setelah dikurangi volume atlet yang mengenakan baju renang. Kubah yang mampu menampung 1.400 orang ini memiliki suhu ruangan antara 23°C to 25°C dan memiliki kelembaban 60% hingga 80%.

“BRRR!” Seru saya ketika memasuki Flower Dome. Ketika suhu di luar panas dan kering karena cuaca mendung, saya dikejutkan dengan suhu ruangan Flower Dome yang cukup sejuk, atau cenderung dingin menurut saya. (Yang kemudian saya sadari bahwa suhu tersebut berasal dari mesin pendingin yang dipasang di balik tumbuh-tumbuhan) Ketika sejauh mata memandang tampak berbagai macam tanaman tersusun rapi, namun ketika saya menengok ke Mama, Beliau hilang.

“Sini, fotoin dong.” Serunya Mama memanggil, telah siap berpose, pada sebuah spot berlatarkan pohon palem khas Mediterania.

Dan saya pun menurutinya. Huft.

DSCN1061

Mama & Pohon Palem

Mama (juga Papa) adalah penggemar berat tumbuh-tumbuhan. Pada rumah kecil kami di Ungaran, Mama membuatkan rak-rak khusus untuk anggrek dan berbagai macam tanaman lain yang saya tak tahu namanya. Ketika weekend tiba, mereka biasa berkebun sebelum pergi belanja selepas dhuhur. Salah satu tanaman yang paling memorable adalah gelombang cinta sebesar pantat Semar yang ditempatkan pada pot sebesar celana Semar. Tanaman itu pernah ditawar seharga tiga juta rupiah oleh salah seorang tetangga kami, namun tidak dilepas oleh Papa dan Mama, karena gengsi, namun menyesal kemudian.

Kembali ke Flower Dome, di sini saya menemukan berbagai macam tumbuhan yang baru pertama kali saya lihat. Seperti misalnya pohon Baobab raksasa dengan berat yang mencapai 32 ton, yang dikenal sebagai pohon sakral di Afrika karena bermanfaat dari akar hingga ujung (daun, bukuan rambut. -red). Ada juga kaktus-kaktusan, palem-paleman, maupun bunga-bungaan, namun sepanjang pengamatan saya tidak ditemukan adanya cabe-cabean di sini (karena tak ada flyover?).

Puas menyaksikan tumbuh-tumbuhan pada Flower Dome, kami mampir sejenak di toko suvenir (karena Mama ingin mencari beberapa pernak-pernik untuk oleh-oleh orang Indonesia), sebelum berpindah ke dome berikutnya yang terletak tepat di seberangnya. Nama kubah tersebut adalah Cloud Forest.

DSCN1106

Welcome to Cloud Forest

“BYUURR!” Suara air terjun terdengar deras ketika kami memasuki Cloud Forest. Lantainya basah, sementara cipratan air mulai menerpa tubuh kami. Di hadapan kami telah menyambut sebuah air terjun setinggi lebih dari 20 meter. Kami (baca: Mama) pun tak menunggu waktu lama untuk berpose di depannya. Saya takjub, bagaimana Singapura (yang mungkin tidak memiliki air terjun), bisa mengemas/membuat air terjun buatan di dalam  sebuah kubah.

Namun, atraksi seungguhnya bukanlah itu. Cloud Forest ini adalah hutan hujan tropis buatan yang diletakkan dalam sebuah kubah  setinggi 58 meter dengan luas 0,8 hektar dan bervolume 153,000 m³. Kubah yang mampu menampung 1.200 orang ini, terdiri dari beberapa lantai, di mana tiap lantainya memiliki kejutan sendiri.

Pada lantai pertama, kami menemukan air terjun dalam sebuah kubah. Di lantai berikutnya, kami melihat tumbuhan-tumbuhan yang disusun rapi dan ditanam pada dinding gunung buatan tersebut. Naik lagi, kami mendapati jembatan (Treetop Walk) yang dapat digunakan untuk mengelilingi Cloud Forest. Di atasnya, ada Crystal Mountain tempat dipamerkannya batuan yang berkelap-kelip karena mengandung kristal. Hingga pada lantai teratasnya terdapat sebuah lokasi yang bernama Lost World, taman tematik yang … rahasia.

Kami menghabiskan sore itu dengan menikmati pertunjukan lampu yang cantik dari Supertree Grove, sebelum bertolak ke Orchard Road guna mencari oleh-oleh untuk orang Indonesia dan menikmati suasana natal di Singapura.

DSCN1206

Me & Mom, say hi.

Hari sebelumnya, kami menyaksikan konser Regina Spektor di Esplanade, dan Mama sempat menuliskan pesan untuk para ibu-ibu di seluruh dunia pada sebuah bola raksasa yang akan diapungkan di Singapore River.

Pesan tersebut berbunyi: “HAPPY MOTHER’S DAY”.

DSCN0672

Happy Mother’s Day!

Happy Mother’s Day,

love your Mom until there’s no love in this world.

 

PS: Not only an hour, nor a day, but I will give you my lifetime, Mom.

I love you.