What?! Are you sure?” Tanya saya setengah tak percaya kepada pria tambun sok kenal sok dekat yang berada di hadapan saya.

Pria itu terdiam beberapa detik sebelum mengangguk dan menatap lekat mata saya. “Yes, bro.

Please don’t bro me if you don’t know me, bro. So, we can’t go to the underground river now?” Tanya saya lagi, memastikan siapa tahu ada yang salah dengan pendengaran saya. Namun pria itu tak mengubah jawabannya. Underground River Tour hari ini dibatalkan karena faktor cuaca. Terjadi jeda di depan meja resepsionis Dallas Inn. Saya cemberut, Fara manyun. 

Not only the underground river tour. But all tour in Palawan is cancelled today.” Pria yang merupakan utusan dari tour agent yang kami booking untuk mengikuti Underground River Tour –salah satu atraksi unggulan di Palawan, Filipina– tersebut menjelaskan. “It’s official from the Philippines Tourism Board, they told us to stop all the tour in Palawan.”

Saya hampir tak percaya atas penjelasan yang diberikan, mengingat kemarin, matahari bersinar cerah di Puerto Princesa. Kami diam tanpa suara, hanya mendengarkan pria yang seharusnya datang untuk menjemput kami sejak setengah jam lalu –bukan hanya datang untuk mengabarkan berita buruk–. Kesal rasanya, apabila rencana perjalanan yang telah disusun jauh-jauh hari tiba-tiba dibatalkan. Di Hari H. Layaknya kekasih yang membatalkan janji kencan ketika kita sudah rapi, wangi, dan siap berangkat mengapel. Nyesek, bro!

Typhoon Haiyan will come today. It’s the greatest typhoon ever!” Serunya setengah ketakutan. “Its speed is approximately 270 kilometres per hour.”

Dua ratus tujuh puluh kilometer per jam. Empat kali lebih kencang daripada Honda Scoopy saya, dan tujuh kali lipat dari sepeda motor macho yang saya gunakan kemarin. “So, how about our tour?”

You can rescheduled it to tomorrow, if the weather is good.” Jawabnya. “Now I have to go to another clients to tell them this bad news. Good morning.

Dan dia meninggalkan kami dalam diam, menatap peta dunia yang terpampang di serambi Dallas Inn.

Yeah, Ibn Batuta, you’re right. Traveling (or you can say, the person that I meet when traveling), it leaves me speechless. 

IMGP2162

Dallas Inn, has been visited by travelers around the world.

“Jadi, mau gimana nih, Mbak?” Tanya saya ke Fara, yang sama-sama bingung. Kami berdiskusi sejenak, masih menanti kabar berharap ada pemberitahuan bahwa the tour must go on, dan ternyata tidak ada apa-apa. Itu adalah hari Jumat, di mana kami sudah memiliki tiket kembali ke Manila untuk penerbangan Tiger Airways Sabtu siang, yang akan dilanjutkan ke Jakarta pada hari Minggu malam menggunakan Cebu Pacific Air.

“Gue sih terserah.” Jawab Fara.

Gambling aja, yuk!” Saya mengusulkan “Kita undur penerbangan ke hari Minggu pagi, siapa tahu besok cuaca sudah membaik, dan kita bisa pergi ke underground river.”

Ide buruk tersebut disambut Fara dengan baik, dan setelah menelepon agen wisata setempat untuk meminta ubah jadwal tur –termasuk membicarakan masalah refund apabila tur dibatalkan lagi karena cuaca–, kami bergegas menuju airport untuk mengubah jadwal penerbangan.

Dan ternyata tidak ada penerbangan Tiger Airways untuk Minggu pagi, hingga kami memilih untuk berjudi dengan nasib, juggling dengan keberuntungan, dan membeli tiket Air Asia untuk penerbangan Minggu pagi, dengan harga 2.000 Peso/tiket. Sebuah perjudian yang akan mengubah nasib kami.

Sorry Mr. Arif.” Ace menyambut kami, setibanya dari bandara. “Better luck next time.”

Saya bengong, ada apakah ini.

The underground river for tomorrow is cancelled too due the weather.” Jelasnya “The typhoon is coming, and there will be rain all over Palawan.”

Damn. Saya baru saja membeli tiket untuk penerbangan lusa, berharap bahwa besok dapat mengunjungi underground river, dan sekarang –dua puluh menit sejak membeli tiket– jadwal tur tersebut untuk besok juga dibatalkan. Saya mencelos, bengong. Fara manyun.

“Ya udah, kita jalan-jalan pakai motor saja nanti.” Kata saya. “Santai dulu, nanti habis zuhur kita jalan.”

Saya mengeluarkan laptop dari dalam tas, kemudian blogging sambil leyeh-leyeh di atas hammock rotan –yang dilangkapi bantal empuk — yang terdapat di pendopo depan penginapan. Dan karena kecapekan (fisik karena snorkeling di hari sebelumnya, juga psikis karena dibatalkannya tur yang membuat emosi naik turun), saya ketiduran di atas hammock dengan tangan memeluk HP Pavilion TouchSmart 11.

Petir membangunkan saya siang itu, ketika hujan deras dicurahkan di Puerto Princesa. Kilat menyambar menyilaukan langit yang kelabu, daun-daun diterbangkan ke seluruh penjuru langit, bersama dengan harapan saya mengunjungi underground river. Saya semakin membenci hujan.

IMGP2252

Rainy day in Puerto Princesa

Saya berpindah dari pendopo ke serambi penginapan dan melanjutkan kegiatan blogging saya sambil mendengarkan alunan lagu “Listen to the rhythm of the falling rain” yang disenandungkan (literally) oleh Tuhan. Saya bersyukur, bahwa pada saat itu saya membawa HP TS 11 (yang dipadukan dengan free WiFi Dallas Inn yang lumayan cepat), sehingga saya bisa menikmati skenario Tuhan dengan tetap melakukan kegiatan yang saya senangi, yaitu menulis.

Kurang lebih satu jam menulis di serambi, sepasang bule menerjang masuk ke dalam penginapan dengan setengah berlari, berusaha menghindari guyuran air dari atas. Baju mereka basah, menempel di badan, dan menunjukkan siluetnya layaknya para wet dancers di klub malam. “It’s crazy.” Ujar sang pria.

Mereka baru saja kembali dari Port Barton, sebuah tempat wisata yang terkenal dengan pantainya, yang terletak di utara Puerto Princesa, di rute antara underground river dan El Nido. Mereka mengeluhkan hujan deras disertai angin kencang yang melanda sepanjang perjalanan. Seorang bule perempuan lainnya yang duduk di hadapan saya, juga mengeluhkan perihal yang sama, ketika dia mengunjungi El Nido di saat hujan badai beberapa waktu lalu. “The road is covered with mud.”.

Saat itu saya bersyukur, masih bisa berlindung di penginapan sederhana ini, dan tidak memutuskan untuk pergi di tengah derasnya hujan. Seorang pelancong lokal lainnya –yang bepergian dalam rangka bisnis–, mengeluhkan bahwa dia tidak bisa kembali ke Manila hari itu, karena seluruh jadwal pesawat dibatalkan karana cuaca yang buruk. Dan dia terpaksa membeli tiket untuk penerbangan hari Senin, karena tiket Sabtu dan Minggu sudah sold out. Saya bersyukur, sudah membeli tiket ke Manila tadi, walau sedikit bersedih karena tur underground river dibatalkan.

That day, we’re just a bunch of strangers who are stranded in a strange land, called Puerto Princesa. It was a bad day.

Setelah mendengarkan keluh kesah mereka, sambil tetap ngeblog di serambi, saya berpindah ke kamar ketika indikator baterai laptop menunjukkan posisi di angka 30%. Setelah tersambung dengan charger, saya pun melanjutkan aktivitas blogging lagi dengan menggunakan HP TS 11.

 

HP Pavilion TouchSmart 11

Menurut saya, ada 6 (enam) hal yang membuat laptop ini cocok untuk teman-teman traveler, yaitu:

  1. Design – Balutan warna silver elegan dengan emblem HP berwarna chrome yang dipadukan dengan monitor yang dikelilingi warna hitam glossy dengan fitur layar sentuh membuat laptop ringan ini semakin elegan, dan membuat pemakainya semakin percaya diri.
  2. Performance – HP TS 11 dipersenjatai dengan 1 GHz AMD Dual-Core A4-1250 APU, 4 GB 1333 MHz DDR3L, dan AMD Radeon HD 8210 Graphics, yang membuat pemakainya dapat menjalankan Windows 8 dan beberapa aplikasi secara bersamaan, termasuk memainkan game 3D seperti Pro Evolution Soccer.
  3. Capacity – Dengan 320 GB 5400 rpm SATA yang tersedia sebagai storage, kita bisa menjejalkan ribuan lagu, gambar, hingga video ke dalamnya. Jauh lebih banyak dari laptop lama saya yang hanya punya 128 GB sebagai media penyimpanannya, ups!
  4. Connectivity – Laptop ini memiliki koneksi WiFi klas 802.11b/g/n yang dibutuhkan oleh traveler zaman sekarang, bluetooth yang dapat terhubung dengan berbagai perangkat secara wireless, slot card reader yang dapat membaca berbagai macam jenis kartu penyimpanan, 3 (tiga) USB port termasuk 2 (dua) yang sudah mendukung USB 3.0, hingga port HDMI, VGA, dan Ethernet LAN.
  5. Multimedia – Aktivitas menonton video, mendengarkan musik, juga video call, sekarang lebih mantap dengan perangkat multimedia yang dibenamkan ke dalam laptop ini, seperti: HD Antiglare LED, (Front-facing) HP TrueVision HD Webcam with integrated dual array digital microphone (720p, fixed focus, low light enhancement) dan DTS Sound + audio solution.
  6. Price – Harga yang terjangkau, yaitu berada di kisaran empat jutaan rupiah, membuat laptop ini unggul di kelasnya.

“Woy, jadi keluar gak?” Tanya Fara, yang sedari tadi memainkan game di telepon genggamnya, sambil manyun. Cuaca hari itu adalah cuaca terlabil yang pernah saya temui. Hujan deras, lalu tiba-tiba berhenti, lalu tiba-tiba deras lagi, tidak bisa diprediksi seperti komentar pada Instagram Ibu Negara. “Mumpung terang nih.”.

Saya yang sedang asyik sendiri dengan laptop menoleh “Eh, iya. Sebentar lagi ya. Nanggung nih. Ehehe.” Kemudian saya pun menyelesaikan postingan ini secepat Typhoon Haiyan. Akhirnya semua beres ketika hari sudah sore, dan kami pun berangkat menjelajah Puerto Princesa –dengan motor sewaan hari itu, sebuah sepeda motor semi automatic, yang lebih macho dari hari kemarin– dengan mengenakan waterproof jacket.

Satu menit sejak keluar dari Dallas Inn, hujan turun lagi, saya menepikan sepeda motor seketika, dan pas berhenti pada sebuah toko suvenir. Tiga puluh menit di dalamnya, hujan berhenti. Kami keluar dengan membawa seplastik magnet kulkas.

Lima menit berikutnya, hujan turun sepoi-sepoi lagi, dan kami berhenti pada sebuah restoran Vietnam, yang menyediakan Chaolong (sejenis mie/pho) yang disantap bersama dengan French Bread. Tiga puluh menit kemudian, kami keluar dengan perut yang menggendut.

Sepuluh menit berikutnya, kami tiba di depan Immaculate Conception Cathedral, yang merupakan gereja termegah dan tercantik di Puerto Princesa. Ketika ingin segera beranjak setelah mengambil gambar, hujan turun lagi dengan biadab, sementara di dalam gereja sedang berlangsung kebaktian. Apakah ini pertanda Tuhan, supaya kami … berteduh?

Beberapa jam setelahnya, hujan tanpa sengaja membawa kami ke pasar oleh-oleh terkemuka di sana, ketika kami sedang dalam pencarian terhadap Yellow Cab Pizza, yang direkomendasikan oleh Roy, pada kunjungannya ke Filipina tahun lalu. Kami keluar dari pusat oleh-oleh dengan sekantung penuh dried mango dan cashew polvoron. Akhir perjalanan kita hari itu, adalah menikmati Yellow Cab Pizza sambil mendengarkan rintik hujan di luar restoran. Dan akhirnya Fara tak manyun lagi.

Mengutip pernyataan Ibnu Batuta, perjalanan kali ini membuat saya tak bisa berkata-kata, dan mengubah saya menjadi seorang pencerita ketika berakhir. Typhoon Haiyan mungkin telah membuat saya kehilangan kesempatan mengunjungi underground river, namun saya selamat, dan bisa menceritakan kisah ini kepada kamu.

When you have a bad day, just remember what Chrisye said that bad day pasti berlalu.

***

2013-11-08 16.31.04-1

Puerto Princesa, after the rain.

Saat artikel ini ditulis,

tercatat bahwa Typhoon Haiyan yang melanda Filipina mulai tanggal 8 November 2013,

telah mengakibatkan korban jiwa sebanyak lebih dari 5.200 orang,

merugikan material sedikitnya 4,4 juta Peso,

dan merusak infrastruktur sebesar 12 miliar Peso.

Semoga bad day segera berlalu.